RSS

Sistem kadang berjalan apa adanya, kita tak pernah terpikir untuk mengubahnya. Sistem adalah sesuatu yang membantu, pembantu yang berkuasa. Dunia adalah sistem itu. Sejenak berpikir kritis, dunia yang kelam perlahan beranjak estetis.

Murder Case of Chemistry Party -part3-


“Kita mulai dari keadaan TKP. TKP merupakan tempat yang dapat dibilang sepi karena sedikit di luar tempat pesta. Namun banyak spot yang dapat dijadikan tempat bersembunyi di sekitar situ. Seperti pot bunga yang besar itu, maupun blindside yang terhalang tembok. Pelaku kemungkinan menunggu korban pergi ke kamar mandi atau memang sengaja memanggilnya ke sana,”
“Terus?!” tanya Inspektur penasaran.
“Setelah berhasil menusuk korban dengan garpu, pelaku lalu pergi dari tempat itu. Alasan mengapa korban meninggalkan dying message bukan mengatakan nama si pelaku adalah korban mungkin berpikiran bahwa pelaku masih bersembunyi di sekitar situ. Jadi dia meninggalkan dying message supaya pelaku tak curiga serta nyawa saya tak terancam. Andai dia mengatakan nama pelaku, kemungkinan saya akan diserang pelaku yang mendengarkan hal itu. Saya sangat tahu bagaimana sifat Nia. Dia tak mau membiarkan sahabatnya dalam bahaya,”
“Lalu apa arti dying message itu?? Siapa pembunuhnya?!” tanya Bu Luveli tak sabar.
Dying message ditinggalkan karena korban kenal dengan pelaku dan sebelumnya pelaku berada di tempat yang sama dengan korban. Dying message itu berupa kertas berisi angka ‘77,53,14 13,92,11,44’ dengan kalimat ‘ini inisial temanku’ sebagai petunjuk. Korban adalah Titania Yoda. Seperti yang kalian tahu, Titania merujuk kepada Titanium. Yoda pun seperti merujuk kepada Yodium. Teman Titanium dan Yodium yang berhubungan dengan angka tentu saja kita tahu apa maksudnya. Secara langsung semua itu mengarah ke Sistem Periodik Unsur. Dengan melihat tabel, kita tahu bahwa 77 berarti Ir, 53 adalah I, dan 14 menunjukkan Si. Dalam hal ini yang diambil hanya simbol unsurnya karena yang dimaksud adalah inisial dari unsur. Kata pertama telah didapat yaitu Irisi. Kata kedua, angka-angka di belakang spasi, adalah nama belakang dari pelaku. Angka 13,92,11,44 berarti Al,U,Na,Ru, Alunaru!!”
“Jadi pelakunya........,” Inspektur Radon sangat kaget.
“Tepat!! Irisi Alunaru atau biasa dipanggil Pak Aluna, Andalah pembunuh Titania Yoda!! Itu juga alasan kenapa Nia meninggalkan dying message untuk saya. Nia tahu saya telah mengenal Anda sebelumnya dan Nia percaya saya dapat memecahkannya,”
“Hahahahaha.......hanya berdasar hal seperti itu kau menuduhku sebagai pelaku!!! Bisa saja Nia bunuh diri dan meninggalkan pesan untuk menjebakku!!! Apa kau punya bukti yang menunjukkan akulah pelakunya??!!” kata Pak Aluna menantang.
“Lihat di dada kiri Anda!! Ada noda merah yang menghitam. Darah yang mulai mengering akan semakin menghitam seperti itu. Kalau dilihat sekilas mungkin tak terlihat. Tapi jika diamati dengan cermat, terlihat di noda itu ada alur yang tercetak. Itu adalah noda darah Nia yang mengenai baju Anda. Mungkin tanpa sengaja jari Nia menyentuh noda itu dan meninggalkan sidik jari di sana,” Diko tak mau kalah.
“Bisa saja itu sidik jari orang lain!! Noda darah itu juga belum tentu darah Nia!!! Kalau aku pembunuhnya, pasti aku telah berganti baju. Mungkin juga aku telah pergi dari tempat ini.......”
“Tidak, Anda tak mungkin melakukan itu. Jika Anda pergi dari tempat ini setelah pembunuhan terjadi, tentu Anda akan dicurigai karena tamu yang keluar dan masuk tempat ini selalu didata. Akan menjadi aneh jika hanya Anda yang keluar setelah kasus ini terjadi. Anda tentu tak mungkin pula berganti baju. Orang dekat Anda akan curiga dengan bergantinya baju Anda. Oleh karena itu, Anda hanya bisa bertaruh bahwa tak ada orang yang melihat noda itu. Semua itu telah Anda pikirkan dengan cepat agar trik psikologis yang Anda bangun dapat terwujud,”
 “Tapi bisa saja hal ini terjadi pada orang lain kan?? Bisa saja pembunuhnya bukan Pak Aluna!!” kata Pak Paiman yang sedari tadi hanya diam.
“Saat menemukan Nia yang sekarat, aku mencium bau yang kurang enak. Baunya mirip pembersih lantai, Anda juga menciumnya ‘kan Inspektur??” kata Diko sambil tersenyum.
“I, i, iya....” jawab Inspektur sedikit terkejut. Padahal dia sendiri tidak tahu apa-apa.
“Yang di lantai itu bekas parfumku yang tumpah.........,” kata Pak Aluna sedikit marah.
“Kenapa Anda bilang begitu Pak Aluna??” Diko tersenyum penuh kemenangan. Kata-kata Diko membuat Pak Aluna tak berkutik. “Memang benar di karpet dekat tubuh korban tergeletak terdapat noda basah berbau seperti parfum. Alasan Anda bilang begitu adalah karena Anda berada di TKP. Tak ada yang boleh mendekati TKP selain polisi. Jadi dengan kata lain, saat Anda menusuk korban, tanpa sengaja botol parfum Anda terjatuh ke atas karpet itu dan tutupnya terbuka. Setelah menusuk korban, Anda terburu-buru membersihkan parfum yang terjatuh itu. Makanya masih ada noda yang tertinggal. Terlebih lagi, ada beberapa noda kecil berbau sama di baju korban. Coba Inspektur periksa, pasti baunya sama dengan parfum yang Pak Aluna pakai!!”
“Sebentar......hmm.....iya, baunya sama!!” Inspektur sedikit terkejut.
“Tapi ‘kan bisa saja itu parfum milik orang lain!!!” kata Pak Aluna.
“Anda lupa atau memang ingin berbohong?! Saat kita bertemu pertama kali, Anda menunjukkan parfum itu dan berkata bahwa itu adalah penemuan Anda yang terbaru. Anda belum pernah menunjukkan kepada orang lain selain hari ini. Anda menjelaskan bahwa bahan-bahan yang digunakan berasal dari luar negeri dan tak ada di Indonesia. Itu berarti parfum penemuan Anda adalah satu-satunya di Indonesia dan hampir tak mungkin ada yang memilikinya selain Anda,”
“Eh, tapi......”
“Penemuan Anda adalah lubang kubur Anda sendiri. Ada satu lagi, pin yang Anda pakai. Pin itu adalah palsu!!” kata Diko yakin. Kemudian senyum muncul dari bibirnya. Senyum licik.
“Apa maksudmu??!!” tanya Bu Luveli tak mengerti.
“Bu Luveli, saat di pintu masuk semua tamu yang hadir diberi pin ‘kan? Sekilas pin Pak Aluna dan pin yang lain sama. Tapi yang mungkin kalian tak tahu, di setiap pin itu tertulis angka-angka yang berbeda. Coba tutup pin itu dengan tangan dan lihat di dalam gelap!!”
 “Fosfor??!!” Pak Paiman sangat kaget.
“Di pin itu terdapat angka yang ditulis menggunakan cat dengan campuran fosfor. Kemarin Nia berencana akan membagikan doorprize dengan cara mematikan lampu kemudian menyebutkan angka yang dia pikirkan. Pin dengan angka sama seperti yang Nia sebutkan akan mendapat hadiah. Tentu saja pin yang diberikan secara acak. Tapi saat ini hanya pin milik Pak Aluna yang tak bercahaya dalam gelap,”
“Tapi, kenapa pinku tak bercahaya?!” Pak Aluna tak mengerti.
”Pak Aluna, saya tahu saat Anda sedang menusuk korban, entah karena apa, pin Anda terlepas. Saat itu korban dengan cepat menukar pin yang terjatuh itu dengan pin yang dia bawa. Korban membawa beberapa pin yang tak bertuliskan angka di sakunya sebagai cadangan seandainya pin yang diberikan kepada tamu kurang. Korban sudah memastikan bahwa di pintu masuk semua pin sudah bertuliskan angka. Jika pin Anda tak bercahaya, berarti memang Andalah pelakunya!!” kata Diko sambil tetap tersenyum.
Pak Aluna sudah tersudut. Dia hanya bisa diam. Tinggal menunggu waktu hingga dia menyerah.
“A, a, aku iri dengan keberhasilannya. Dia pendatang baru di dunia kimia, namun penemuannya sudah diakui dunia. Aku sangat iri........” kata Pak Aluna. Air matanya pun menetes. Polisi segera menangkap dan membawanya ke kantor polisi.
Kecemburuan dan rasa iri adalah hal yang sangat berbahaya. Tak hanya menimbulkan perselisihan namun juga dapat merenggut nyawa.
“Oya Inspektur, coba Anda semprotkan cairan luminol ke sepatu Pak Aluna. Mungkin juga akan bercahaya,” Diko tersenyum. Inspektur terdiam. Raut wajahnya menampakkan kebingungan.
“Memang ada apa dengan sepatunya??” tanya Inspektur tetap kebingungan.
“Inspektur tak melihat? Sepatunya basah. Aku pikir sepatu yang mahal itu tak mungkin dibiarkan basah begitu saja. Pasti ada alasan kenapa dia begitu. Yang paling masuk akal adalah sepatu itu terkena darah korban dan Pak Aluna membersihkannya dengan air. Walau sudah dikeringkan, tapi masih tersisa air di sana. Semprotkan luminol ke sepatu itu, dan lihat cahaya ungunya!!” kata Diko menjelaskan.
“Tapi saya masih sedikit heran, apa benar korban sebelum ajalnya masih sempat menukar pin yang jatuh itu??” tanya Inspektur.
“Hahahaha........maaf Inspektur, saya tadi berbohong,” kata Diko sambil tertawa.
“Maksudnya??!!”
“Saya sebenarnya tak tahu tentang pin yang ditukar itu. Saya hanya mereka-reka cerita setelah melihat ujung jari korban terluka seperti terkena jarum. Mungkin sebenarnya saat ditusuk, korban berusaha keras untuk melawan. Namun jari korban terkena jarum pengait pin dan menyebabkan pin itu terjatuh. Pelaku tak sadar hingga dia menyelesaikan penusukan. Lalu dia memungut pin itu dan memasangnya kembali. Saat teringat luka di jari korban, saya lalu melakukan siasat. Saya pura-pura menabrak Pak Aluna sambil dengan cepat meraih pinnya. Lalu saya jatuhkan pin palsu yang kebetulan kemarin saya dapat dari Nia dan memberi tahu bahwa pin Pak Aluna terjatuh. Dia memungut pin itu dan memasangnya di dada. Saya hanya mengarang cerita tadi dan ternyata Pak Aluna terkejut lalu menyerah. Hahaha.......” tawa licik Diko membuat Inspektur Radon tambah bingung.
“Saya tak tahu harus berkata apa, tapi terima kasih atas bantuannya. Sepertinya saya harus lebih belajar lagi,” kata Inspektur sambil menjabat tangan Diko. Samar-samar terlihat wajah Inspektur Radon memerah. Entah karena malu atau marah.

                Bagaimanapun, senyum dan tawa Diko saat mengungkap kasus tak tampak lagi setelah itu. Sahabatnya sekaligus orang yang dikaguminya telah tiada. Sang jenius Titania Yoda telah pergi meninggalkan banyak kenangan dan pelajaran baginya. Diko berdoa semoga penemuan Nia dapat berguna bagi kehidupan umat manusia.





***THE END***
Baca SelengkapnyaMurder Case of Chemistry Party -part3-

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Murder Case of Chemistry Party -part2-



Tak lama kemudian polisi dan ambulans yang dipanggil pihak hotel pun tiba. Polisi segera menutup dan menjaga semua pintu keluar. Itu bertujuan supaya tak ada tamu yang keluar dari tempat pesta tersebut. Polisi kota Teitan memang cerdas. Setelah tahu dari pihak hotel bahwa tamu yang dapat masuk ke tempat pesta hanyalah tamu dengan undangan khusus yang tak dapat dipalsukan serta hasil penyelidikan sekejap yang dilakukan di TKP, polisi menyimpulkan bahwa pelaku pembunuhan adalah orang dalam. Entah tamu, pelayan, ataupun pihak hotel.
“Boleh saya meminta keterangan dari Anda?” tanya Inspektur Radon kepada Diko.
“Silakan...” kata Diko tanpa ragu.
“Anda yang menemukan korban pertama kali, benarkah itu?”
“Benar. Saat itu Nia bersimbah darah di perutnya, dia sekarat. Namun sesaat sebelum menutup mata, dia menyerahkan kertas ini dan berkata ‘ini inisial temanku’. Mungkin ini adalah dying message,”
“Apakah saat itu Anda sendiri? Tak ada orang lain di sekitar Anda?” tanya Inspektur mulai curiga.
“Benar. Saat itu saya sendirian. Apa Anda mencurigai saya, Inspektur??”
“Bukan mencurigai, tapi sekedar berhipotesis. Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa tak ada sidik jari di garpu itu. Kemungkinan sebelum digunakan, garpu itu dibersihkan hingga tak ada sidik jari yang tersisa. Jika tak ada sidik jari, berarti pelaku memakai sarung tangan atau sejenisnya. Saya melihat Anda memakai sarung tangan dan saya berhipotesis bahwa keterangan Anda adalah bohong belaka,”
“Inspektur, apa Anda tak melihat di sana hampir semua pelayan memakai sarung tangan?? Beberapa tamu juga memakai sejenis sarung tangan. Apakah Anda benar-benar telah menyelidikinya??” kata Diko mulai tak terima.
“Oh, maaf!! Benar, pelayan dan tamu yang lain juga masuk dalam hipotesis saya kok. Maaf!!” kata Inspektur dengan wajah menahan malu.
Tak lama interogasi yang dilakukan Inspektur Radon pun selesai. Diko mulai beraksi. Rasa penasarannya menuntun dia untuk lebih mendekati orang-orang yang ada di tempat pesta itu. Setiap orang dia amati dengan cermat. Rasa penasarannya semakin meningkat saat dia berada di dekat salah satu tamu. Dia merasa pernah mencium bau itu. Dia teringat bahwa di lantai dekat tubuh Nia yang tewas ada sebuah noda berbau seperti ini. Diko juga melihat di salah satu bagian dari baju tamu itu berwarna merah. Namun merah itu nampak gelap, tak seperti daerah di sekitar warna itu. Bagian itu seperti noda yang terpercik secara tak sengaja. Bentuknya pun juga aneh. Tampak noda itu samar-samar seperti beralur. Sepatu orang itu juga sedikit basah. Diko pun kini tahu semua rangkaian kasus pembunuhan ini. Dia juga tahu apa arti dying message itu setelah teringat siapa Titania Yoda sebenarnya.
“Inspektur, tolong panggilkan orang-orang yang namanya saya tulis di kertas ini. Saya tahu siapa pembunuh Nia!!” kata Diko kepada Inspektur Radon.
“Benarkah?? Anda yakin?!” tanya Inspektur tak percaya.
“Saya sangat yakin!! Bahkan penemuannya sendiri adalah lubang kuburnya,”
“Baik, saya akan kumpulkan mereka segera!!”
Sepuluh menit kemudian, orang-orang yang dimaksud Diko telah berkumpul. Mereka adalah Pak Aluna, Pak Maranda, Bu Luveli, dan Pak Paiman. Wajah mereka mengisyaratkan sebuah kemarahan. Seakan-akan mereka berkata “Kenapa aku diperlakukan seperti pembunuh?”.
“Terima kasih atas kerelaan kalian untuk berkumpul di sini. Kami hanya ingin meminta sedikit keterangan mengenai hubungan kalian dengan korban,” kata Inspektur Radon memulai.
“Sebelumnya saya minta maaf,” kata Diko menyambung, “tapi di antara kalian berempat ada seorang pembunuh yang dengan cerdiknya menyembunyikan wajah iblisnya.”
“Siapa anak ini, Inspektur??!! Berani-beraninya dia menuduh kami sebagai pembunuh!!” Pak Maranda mulai diliputi rasa marah.
“Tenang, Pak!! Dia adalah orang pertama yang menemukan tubuh korban yang sekarat. Dia juga yang terakhir kali berkomunikasi dengan korban. Di sini kami hanya ingin mengungkapkan siapa pembunuh korban yang sebenarnya,” Inspektur Radon coba menenangkan.
“Saya sebagai sahabat Nia sangat sedih dengan kepergiannya, seperti juga kalian. Maka dari itu, coba dengarkan analisis saya! Kita ungkap kasus ini secara perlahan. Jika ada yang salah, boleh kalian sangkal,”

                “Baiklah, akan kami dengarkan,” kata Pak Maranda menahan diri.
Baca SelengkapnyaMurder Case of Chemistry Party -part2-

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Murder Case of Chemistry Party -part1-

Nanko Hotel, hotel bintang lima termegah di kota Teitan. Tak satu pun orang yang datang ke sana tampak sederhana. Semua sangat gemerlap, dari ujung rambut hingga ujung sepatu. Semua pernak-pernik di dinding hotel mencerminkan betapa mewahnya hotel itu. Di lobi hotel dan resepsionis terlihat foto-foto pejabat dan selebritis yang pernah singgah di hotel itu.
Diko Tiaka bukanlah orang kaya ataupun orang penting di kota Teitan. Dia datang ke hotel itu hanya karena diundang oleh teman dekatnya, Nia, yang sekarang telah sukses menjadi peneliti di bidang yang sesuai dengan dirinya. Nia mengadakan pesta atas kesuksesan mematenkan penemuan terbarunya. Banyak orang penting yang datang ke pesta itu. Dari pejabat hingga para profesor berbagai bidang ikut serta meramaikan pesta itu. Diko diperkenalkan kepada beberapa orang penting itu. Nia beralasan bahwa kesuksesannya tak lepas dari dukungan dan bantuan Diko. Pertama Diko diperkenalkan kepada Pak Aluna. Pak Aluna adalah profesor bidang kimia organik yang telah sukses berkeliling eropa dengan penemuannya. Berikutnya adalah Pak Maranda. Dua tahun yang lalu beliau mendirikan perusahaan “CIL” yang bergerak di bidang penjualan bahan-bahan kimia. Beliau berujar “CIL” adalah kependekan dari Chem Is Life. Orang penting berikutnya adalah Bu Luveli. Beliau adalah pembimbing Nia semasa dia kuliah. Yang terakhir adalah Pak Paiman. Beliau adalah orang yang sukses di bidang ekspor-impor benda-benda yang berhubungan dengan kimia. Sebenarnya masih banyak yang ingin Nia perkenalkan kepada Diko. Namun waktu yang harus menghalanginya.
“Nikmati makanan dan minuman yang ada ya......enak lho!!” kata Nia kepada Diko.
“Iya dech, aku habisin!!” kata Diko sambil tertawa.
Tak terasa waktu berlalu begitu lambat. Mungkin itu yang dipikirkan para pelayan di pesta itu. Namun Diko merasa waktu cepat berlalu. Entah berapa banyak makanan yang telah dia makan, entah berapa gelas minuman yang telah dia teguk. Karena itu pula dia putuskan untuk pergi ke toilet. Belum sempat dia sampai ke tujuan, di depannya telah nampak tubuh Nia yang sekarat. Di perutnya tertancap sebuah garpu dengan darah segar yang mengalir. Di akhir hayatnya, Nia masih sempat menyerahkan secarik kertas berisi angka-angka yang mungkin dia tulis dengan susah payah. Itu terbukti dengan adanya sebuah pena yang tergeletak di samping kanan tubuh Nia.
Kertas itu bertuliskan “77,53,14 13,92,11,44”.
“I, i, ini inisial temanku....” kata Nia terbata-bata sambil menyerahkan kertas itu.
“Tahan Nia!!! Aku akan telepon ambulan!!” kata Diko dengan cemas. Namun terlambat, Nia telah menghembuskan napas terakhirnya.
“Inisial teman Nia??” Diko tampak kebingungan.
Titania Yoda telah pergi. Teman yang periang itu telah tiada. Diko kini terduduk dengan air mata mengalir di pipinya. Dying message dari Nia basah karena air mata Diko. Dia yakin, dia pasti akan mengungkap siapa pembunuh Titania Yoda.
Baca SelengkapnyaMurder Case of Chemistry Party -part1-

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS