RSS

Sistem kadang berjalan apa adanya, kita tak pernah terpikir untuk mengubahnya. Sistem adalah sesuatu yang membantu, pembantu yang berkuasa. Dunia adalah sistem itu. Sejenak berpikir kritis, dunia yang kelam perlahan beranjak estetis.

Karya, Doa, dan Cinta

© bibeh.com
Beberapa hari yang lalu, aku terlibat sebuah perbincangan tentang rasa suka terhadap perempuan. Teman-temanku, yang pada dasarnya sudah aneh, ternyata mempunyai pengalaman unik ketika masih menjadi pelajar SMA. Pengalaman ini berkisar tentang bagaimana mereka mengekspresikan rasa suka terhadap seorang teman perempuan. Ada yang membacakan puisi karangan sendiri di depan kelas ketika pelajaran Bahasa Indonesia. Ada juga yang hanya berani melihat dari jauh sosok yang disukai. Pun ada juga yang ternyata menyimpannya di dalam hati dan baru terbongkar setelah lulus SMA. Selain uniknya cara, yang lebih unik adalah perempuan yang disukai itu tidak tahu jika disukai. Ternyata laki-laki pintar menyimpan perasaan, atau perempuan yang tidak peka? Ah, apapun itu.
Rasa suka, atau yang lebih tinggi tingkatannya disebut cinta, adalah sebuah hal yang alamiah lahir dari diri manusia. Tak ada seorang pun yang dapat menolak hadirnya perasaan suka, karena pada dasarnya laki-laki dan perempuan diciptakan “tarik-menarik”. Yang dapat dilakukan hanyalah menahan rasa suka itu supaya tidak semakin membesar di luar kendali.
“Aku suka sama kamu” adalah kalimat yang sudah lazim terdengar di keseharian kita. Laki-laki mengatakannya kepada teman perempuan, atau juga sebaliknya. “Mau jadi pacarku?” adalah kalimat berikutnya yang dikatakan setelah si lawan bicara menjawab “Aku juga suka sama kamu”. Uhh, gemes pengen tempeleng mereka. Apalagi kalau yang berkata seperti itu anak SD.
Suka, bilang “cinta”, pacaran, kemudian putus, adalah adegan yang umum terlihat di FTV. Eh, di kehidupan nyata juga ada. Bahkan ada yang pagi jadian, sore sudah berakhir dengan mulus. Short time date, huh? Siapa yang salah dengan ini semua? Ah, yalah yalah, tidak perlu saling menyalahkan.
Teringat sebuah kisah cinta super romantis yang pernah ada di dunia, sepasang suami-istri penuh keberkahan, Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra binti Muhammad[1]. Dikisahkan bahwa suatu hari setelah mereka menikah, Fatimah berkata kepada Ali.
“Maafkan aku. Sebelum menikah denganmu, aku pernah satu kali jatuh cinta pada seorang pemuda.”
“Kalau begitu, mengapa engkau mau menikah denganku? Dan, siapakah pemuda itu?” tanya Ali terkejut.
Sambil tersenyum, Fatimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah dirimu.”
Dikisahkan kemudian bahwa Ali juga mempunyai perasaan yang sama, bahkan mereka telah saling jatuh cinta sedari kecil tanpa seorang pun dari mereka yang mengatakannya. Cinta dalam diam memang indah pada akhirnya, jika cinta hanya dikatakan lewat doa.
Suka maupun cinta memang baiknya dijaga sebaik mungkin hingga waktunya tepat. Ini semata untuk menjaga perasaan masing-masing. Banyak kasus bunuh diri karena cinta yang ditolak, atau yang lebih ngeri adalah menyiksa diri karena putus dari pacar. Hue, kok ngeri ya........ Tapi, kapan waktu yang tepat untuk menyatakan cinta? Seperti Ali dan Fatimah, saat diri telah siap untuk membangun sebuah keluarga. Namun jika belum siap, terus bagaimana? Sekali lagi, dijaga hatinya, dijaga rasa sukanya, dijaga cintanya. Sampaikan perasaan kita lewat doa. Biarkan Allah yang menyampaikan perasaan itu kepada hati yang tepat.
Jika mengingat kembali perbincangan dengan teman-temanku tadi, rasa suka mereka masih dalam keadaan wajar. Mengekspresikan rasa suka sesuai kemampuan dan potensi dirinya, melalui puisi, cerpen, gambar, atau apapun itu. Nah, mungkin untuk sekarang, mari kita maksimalkan potensi kita. Hasilkan karya terlebih dulu. Dan yakinlah, pada akhirnya, si dia akan tersenyum ketika kita datang dengan karya-karya sukses kita, ketika kita menemui orangtuanya.

Referensi:
[1] Kisah Cinta Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment