RSS

Sistem kadang berjalan apa adanya, kita tak pernah terpikir untuk mengubahnya. Sistem adalah sesuatu yang membantu, pembantu yang berkuasa. Dunia adalah sistem itu. Sejenak berpikir kritis, dunia yang kelam perlahan beranjak estetis.

Kehidupan Mahasiswa di Pecahan 20 Ribu

© ikiadi.blogspot.com
Bagi remaja yang baru lulus SMA, kuliah adalah salah satu pilihan untuk tahap kehidupan berikutnya. Selain pilihan si remaja sendiri, kampus mana yang dipilih, terkadang merupakan tuntutan dari orangtua. Kampus terkenal dan favorit adalah harga mati. Konsekuensinya, si remaja harus merantau ke kota lain, karena kampus favorit biasanya ada di kota-kota besar.
Perantauan ini menuntut si remaja -yang kini adalah mahasiswa baru- untuk lebih mandiri dalam hal apapun, salah satunya manajemen keuangan. Setelah sebelumnya keuangan secara tidak langsung diatur oleh orangtua, kini sebagai mahasiswa, keuangan harus diatur sendiri. Mulai dari biaya kos, makan, minum, belanja, hingga biaya tidak terduga. Sensasi dalam mengatur keuangan ini tentu berbeda bagi setiap mahasiswa, tapi tetap menjadi pengalaman baru bagi siapapun yang mulai menginjak dewasa.

Kehidupan Mahasiswa dan Uang Bulanan
Pada umumnya, mahasiswa dianggap sebagai makhluk yang sangat identik dengan “hemat”. Mulai dari urusan makan, minum, hingga belanja keperluan pribadi, sebisa mungkin mencari tempat yang menawarkan promo atau diskon. Bahkan jika memungkinkan, mahasiswa akan mencari acara hajatan untuk sekadar mencari sepiring nasi kehidupan.
Uang bulanan seorang mahasiswa biasanya berasal dari kiriman orangtua, beasiswa, atau hasil kerja sampingan. Jika menuruti semua keinginan dan kebutuhan, jelas saja uang bulanan tidak akan cukup. Sebagai makhluk “hemat”, mahasiswa akan sangat peduli dengan uang pecahan kecil, mulai dari 20 ribu, seribu, hingga logam 100 rupiah. Maka dari itu, manajemen keuangan mutlak diperlukan, supaya uang yang sudah disiapkan untuk sebulan tidak ludes di tengah jalan.

Uang Pecahan 20 Ribu
Sebagian besar mahasiswa menyimpan uangnya di bank, karena uang bulanan dari orangtua atau beasiswa biasanya dikirim melalui bank. Uang akan diambil sedikit demi sedikit sesuai keperluan. Karena sedikit demi sedikit inilah, penarikan tunai tidak mungkin dilakukan melalui teller. Cara yang mungkin adalah penarikan melalui ATM.
Penarikan uang melalui ATM banyak dipilih karena kemudahannya. Tapi sekarang, ATM mempunyai pecahan minimal 50 ribu. Ini tentu menyulitkan mahasiswa karena jika saldo di bawah 50 ribu, tentu tidak bisa dilakukan penarikan. Padahal di akhir bulan, uang 20 ribu sudah dianggap sebuah anugerah. Melihat mahasiswa yang identik dengan “hemat”, uang pecahan 20 ribu adalah sebuah penyambung hidup di saat-saat kritis. Banyak mahasiswa yang merindukan masa-masa dulu. Masa saat ATM pecahan 20 ribu masih setia melayani antrian mahasiswa di akhir bulan.

ATM BNI
BNI adalah bank, terutama di Jogja, yang masih mempertahankan ATM dengan pecahan 20 ribu. ATM ini dapat ditemui di kantor cabang yang dekat dengan kampus, seperti UGM dan UNY. Dengan adanya ATM pecahan 20 ribu, banyak mahasiswa yang merasa sangat tertolong di tanggal tua.
Seorang teman pernah bercerita, dia senang dengan BNI karena masih mempertahankan ATM pecahan 20 ribu. Hampir setiap tarik uang, dia memilih menggunakan anjungan pecahan 20 ribu. Alasannya sederhana, untuk menahan keinginan jajan berlebih, karena dengan nominal 20 ribu pengeluaran pasti terbatas.
Aku sendiri pun pernah merasa sangat tertolong. Suatu hari ada keadaan mendesak, padahal uang di dompet kurang. Teringat bahwa BNI punya ATM pecahan 20 ribu -karena saldo di bawah 50 ribu-, maka kuputuskan menuju anjungan itu dan mengambil seperlunya. Bisa dibayangkan jika tidak ada ATM pecahan 20 ribu, pasti saat itu aku sangat bingung.
Banyak mahasiswa di kota lain yang merasa tertolong dengan ATM pecahan 20 ribu dari BNI. Bahkan ada seorang kenalan di sekitar Bandung yang merasa bingung jika tiba akhir bulan. Ini karena saldo yang ada harus dihemat semaksimal mungkin, sedangkan ATM yang ada mempunyai pecahan minimal 50 ribu. Kemudian setelah dia tahu bahwa BNI mempunyai ATM pecahan 20 ribu, dia sangat bersyukur. Usahanya untuk bertahan hidup di akhir bulan akan sedikit lebih ringan.
Melihat cerita teman-teman dan pengalamanku sendiri, ATM dengan pecahan 20 ribu terbukti sangat membantu, terutama bagi mahasiswa di akhir bulan. Jika boleh berlebihan, ATM pecahan 20 ribu bisa dianggap sebagai salah satu penyambung hidup mahasiswa.

Perkembangan yang progresif selama 69 tahun ini, tentu menunjukkan sebuah kemajuan yang signifikan dalam hal pelayanan. Pelayanan yang maksimal salah satunya dilihat dari masih dipertahankannya ATM pecahan 20 ribu. Pelayanan ini tentu akan sangat bermanfaat bagi mahasiswa yang identik dengan kata “hemat”. Semoga jumlah ATM pecahan 20 ribu diperbanyak kembali, terutama di titik krusial seperti kampus, karena terbukti sangat dibutuhkan. Juga karena kehidupan mahasiswa salah satunya ada di uang pecahan 20 ribu.

Baca SelengkapnyaKehidupan Mahasiswa di Pecahan 20 Ribu

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Wajahmu Goyahkan Hatiku

© mistanazri90.blogspot.com
Siapa sih manusia di dunia ini yang nggak punya wajah? Pasti semua punya, kecuali para slender man. Wajah adalah salah satu bagian tubuh yang sangat berguna. Buat apa? Ya buat ngenalin orang. Bisa sih ngenalin orang dari lihat kaki, tangan, atau bentuk perutnya. Tapi kurang etis, nggak sopan. Paling masuk akal ya lihat wajahnya.
Kenapa wajah tiap orang berbeda, sehingga kita bisa membedakan si ini dan si itu? Walaupun anak kembar, tapi pasti ada sedikit bagian yang membedakan dengan kembarannya yang lain. Ini dikarenakan susunan DNA tiap manusia berbeda, sehingga susunan asam aminonya juga berbeda. Nah, karena wajah, juga bagian tubuh lain, dibentuk oleh asam amino, jadi ya bentuk wajah tiap orang berbeda. Maka dari itu, kita bisa ngenalin tiap-tiap orang.

Wajah, pada kasus tertentu, dapat menimbulkan efek psikologis yang cukup mengganggu. Setidaknya ini yang pernah aku rasakan. Ini terjadi saat hari pertama aku masuk Sekolah Dasar (SD). Seperti anak pada umumnya yang punya rasa ingin tahu berlebih, aku pandangi wajah temanku satu per satu, sambil menghapal nama mereka. Hingga tiba pandanganku terpaku pada salah satu teman gadis, “yang tercantik di kelas” begitulah pikiranku saat itu. Pandanganku tak beralih hingga dia keluar kelas, berlalu, dan menghilang. Dan selama hari itu, terkadang kelebatan wajahnya merusak konsentrasiku.
Keesokan harinya pun, hal kemarin terulang kembali. Tiap memandang wajahnya, konsentrasiku rusak. Apapun yang aku kerjakan, pasti tertunda. Aku akui, aku kepikiran wajahnya. Dia yang manis, dia yang cantik. Ya, ini pikiranku saat itu. Pikiran anak SD. Hari pun terus berlalu, pelan-pelan kuhalangi keinginanku untuk memandang wajahnya. Pelan-pelan kukuatkan hati. Dan, pada akhirnya hatiku tetap tak mampu.

Lama waktu berlalu, hal yang hampir serupa kembali terjadi. Saat itu hari pertama masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sebagaimana terjadi di semua sekolah, hari pertama pasti diisi dengan perkenalan. Satu per satu memperkenalkan diri, hingga tiba giliran seorang gadis berkerudung putih maju. Wajahnya tak terlalu cantik, tapi manis untuk dipandangi. Saat itu aku belum sadar apa yang akan terjadi. Tapi tak berselang lama, senyum di wajahnya mengganggu pikiranku. Ah, seperti 6 tahun lalu, walau gadis yang berbeda.
Selayaknya anak ingusan yang perlahan menginjak puber, ada rasa tertarik kepadanya. Ada keinginan untuk memandang wajahnya. Tapi konsekuensinya, konsentrasiku harus terganggu. Apa yang aku kerjakan, menjadi kurang fokus. Seperti saat aku SD, kucoba untuk menguatkan hati. Perlahan kucoba menghapus bayangan wajahnya. Dan pada akhirnya, aku tetap tak mampu.

Kini, masa remaja telah kulewati, level kuliah telah kupijak. Aku telah belajar sebuah pelajaran penting, “Jika hatimu masih lemah, jangan memandang wajah seorang gadis terlalu lama. Itu berbahaya!”. Semenjak masuk Sekolah Menengah Akhir (SMA), aku tak mau kejadian “pandangan pertama” itu terulang kembali. Sudah cukup efek psikologis itu menyerang. Perlahan kucoba menahan pandanganku. Sehari, sepekan, sebulan, hingga bulan datang bergantian, hatiku mulai tertata. Pikiranku bisa fokus untuk pelajaran. Yah, mungkin untuk beberapa momen, hatiku menjadi lemah. Tapi, anyway, setidaknya sudah lebih baik dan hatiku lebih tenang dari 2 level sekolah sebelumnya.
Sekarang, di saat hatiku lebih kuat, aku merasa menahan pandangan sangatlah penting. Walau mungkin ada saatnya aku khilaf memandang wajah seorang gadis -agak- terlalu lama, saat itu juga kukuatkan kembali hatiku. Tapi salah nggak sih kalau aku justru menyalahkan gadis itu, kenapa wajahnya terlalu manis? Apapun itu, jika ingin hidup lebih nyaman, tahanlah pandangan. Selain itu, juga bisa bikin pikiran lebih fokus, nggak kepikiran wajahnya terus. Dan yang lebih penting, nggak dapat marah dari Sang Penguasa Alam.

Hei gadis, tahukah kamu, kalau terkadang wajahmu goyahkan hatiku? Oke, mari kita tundukkan kepala dan menahan pandangan kita bersama.

Baca SelengkapnyaWajahmu Goyahkan Hatiku

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS