Seperti
kata orang, kata-kata itu susah dirangkai. Tepat, susah juga untuk dipahami.
Sebuah kata dalam Bahasa Indonesia umumnya mempunyai paling sedikit dua huruf.
Dua huruf itu, seperti di, ke, atau ya, akan mempunyai makna bermacam-macam
ketika ada kata penjelas lain di depan atau belakang kata tersebut. Di samping
itu, saat kata itu berdiri sendiri makna yang dimiliki akan terbias sesuai
pemahaman masing-masing yang membacanya. Kata dengan dua huruf saja sudah punya
makna yang bermacam-macam, apalagi yang lebih dari itu.
Sebuah
teks memang terkadang tidak punya konteks yang jelas. Seperti kalimat di sebuah
twit “Perempuan telanjang itu dibolehkan”, kemudian dilanjut dengan twit
berikutnya “jika dilakukan di kamar mandi”[1]. Followers yang hanya
membaca twit pertama tentu akan langsung mengkritik, bahkan menghujat. Namun
jika hanya membaca twit kedua, tentu tak akan paham maksudnya. Kedua twit
tersebut akan berarti jika dibaca bersambungan. Keterbatasan karakter dalam
Twitter memang sering mengaburkan konteks bagi orang yang tak suka memahami
teks.
Pandji
Pragiwaksono, seorang Stand Up Comedian Indonesia, pernah berkata “Orang
Indonesia lebih suka menangkap apa yang diucap daripada apa yang dimaksud”.
Kalimat yang sederhana namun mengena. Mungkin kita pernah mengalaminya. Memang
tidak nyaman ketika kalimat yang kita tulis atau ucapkan diartikan berbeda.
Twitter mungkin adalah media yang paling sering menyebabkan gagal paham
terjadi. Dengan 140 karakternya, Twitter menyiapkan sebuah jebakan konteks.
Sangat sulit menyelipkan konteks di dalam teks yang dibatasi oleh 140 karakter
itu. Hal ini terjadi pada kasus Luna Maya di Twitter beberapa tahun yang lalu[2].
Bahkan di media cetak pun salah konteks kadang tak bisa dihindari. Sebuah artikel
dengan judul berbahasa Perancis mempunyai konteks yang berlainan dengan isi
artikel itu sendiri[3]. Hal ini bisa terjadi karena perbedaan
pemahaman bahasa dari penulis.
Masih
ingat tentang beberapa curhatan Pak SBY kepada media[4]? Mungkin di
satu sisi, kalimat-kalimat yang terucap sangat tidak sesuai dengan keadaan
beliau sebagai presiden. Presiden yang harusnya memikirkan rakyat justru curhat
tentang dirinya pribadi. Namun dibalik itu ada yang dapat disimpulkan bahwa
presiden juga manusia yang perlu curhat. Sebuah konteks yang berlainan tergantung
sudut pandang yang diambil.
SMS
(Short Message Service) dalam banyak
kasus menjadi penyebab timbulnya sebuah perselisihan. Kemungkinan gagal paham
dalam komunikasi lewat SMS sangatlah besar. Beberapa hal yang wajib
diperhatikan dalam berkomunikasi lewat SMS (media lain juga bisa)[5].
Pertama, selalu positif thinking. Isi
SMS tidak bernada. Sekali lagi, ISI SMS TIDAK BERNADA. Intonasi maupun nada
pengucapan isi SMS tergantung kepada si penerima, tergantung mood juga sepertinya. Penulisan yang
kurang lumrah atau tidak sesuai EYD (Ejaan Yang Disempurnakan) juga
meningkatkan resiko terjadinya gagal paham tentang konteks isi SMS tersebut.
Kedua, apabila ragu dengan maksud SMS, segera tanyakan maksudnya kepada si
pengirim. Sangat tidak disarankan untuk menduga-duga sendiri maksud dari SMS
tersebut. Berikutnya adalah dalam beberapa hal emoticon perlu ditambahkan dalam menulis SMS untuk menegaskan
maksud dari SMS tersebut.
Tentang
teks dan konteks ini secara jelas juga tersurat di Surah Al Hujuraat ayat 6. Tabayyun atau memeriksa kebenaran dari
suatu berita sangatlah penting supaya tidak merugikan diri sendiri maupun orang
lain. Tak berbeda dengan hal tersebut, memahami konteks dan memeriksa maksud sebuah
kalimat juga merupakan hal yang sangat penting. Pemahaman secara konteks dapat
dilihat juga dalam Surah Al Maa’uun ayat 4. Jika orang awam hanya membaca ayat
tersebut, tentu orang akan gagal paham tentang konteksnya. Ayat-ayat berikutnya
juga wajib dibaca untuk memahami konteks yang dimaksud.
Gagal
memahami konteks tidak bisa dianggap sebagai hal sepele. Memahami konteks dari
sebuah kalimat sangatlah penting, bukan hanya untuk diri sendiri, juga untuk
kepentingan orang lain. Sempatkan untuk memeriksa maksud kalimat sebelum
menyambar komentar, ucapan, atau tulisan seseorang. Gagal paham konteks dapat
dikurangi dengan mencoba belajar berbicara secara lugas tanpa berputar-putar. Selain
itu, mencoba mengerti maksud pembicaraan juga wajib dilakukan. Jika kedua hal
ini bertemu, tentu keharmonisan dalam berkomunikasi akan tercipta[6].
Harmonis karena semua dapat memahami konteks dalam sebaris teks.
Referensi:
[1] Teks dan Konteks