RSS

Sistem kadang berjalan apa adanya, kita tak pernah terpikir untuk mengubahnya. Sistem adalah sesuatu yang membantu, pembantu yang berkuasa. Dunia adalah sistem itu. Sejenak berpikir kritis, dunia yang kelam perlahan beranjak estetis.

Analogi Kancing Baju

             Adi Suwarman, ayah dengan dua putra, adalah seorang aktor film ternama. Belasan judul film telah dibintanginya. Namanya kian melejit saat film terakhir yang ia bintangi diakui oleh perfilman dunia sebagai film motivasi terbaik tahun ini. Segala kesuksesannya ini tak membuat langkahnya terhenti untuk menapak kesuksesan lain. Tahun depan pesta demokrasi siap digulirkan. Tak hanya para politisi yang bersiap mencalonkan diri sebagai Calon Legisltaif (Caleg), Adi Suwarman, dapat dikatakan tak punya latar belakang politik, bersiap mencalonkan diri pula. Salah satu motivasinya adalah aji mumpung. “Gue kan aktor, masak nggak ada yang pilih gue”, begitu kira-kira yang ia pikirkan. Semua berkas dan syarat disiapkan, kemudian langkahnya terhenti. “Oiya, gue kan nggak jadi anggota parpol. Oke deh, besok gue datang ke kantor itu”, dia mantapkan hati untuk bergabung dengan salah satu parpol. Esoknya, ia datang ke kantor parpol dan mengajukan diri untuk jadi caleg dari parpol itu, dan langsung disetujui. “Amazing….”, pikirnya.
                Beberapa minggu kemudian, seorang tetangganya bertanya, “Kalau bapak nggak terpilih, bapak mau jadi artis lagi?”. “Pasti lah….jadi caleg cuma coba-coba kok, dipilih syukur, nggak dipilih ya nggak apa-apa”, senyum Adi Suwarman mengembang. Dalam pikirannya, seorang anggota MPR itu adalah jabatan yang “wah”, uangnya banyak. Nanti kalau sudah menjabat, sesekali terima tawaran main film juga nggak masalah. Setelah nggak menjabat lagi, ya balik main film lagi. Jadi anggota MPR karena ada maunya. Analogi kancing baju.
                    Di lain tempat dan situasi, Bono Suhendra adalah penjual bubur ayam yang sudah mapan. BuBon, nama bubur ayamnya, cukup terkenal di kota itu. Bahkan beberapa kali Bono Suhendra diundang sebagai pembicara dalam seminar kewirausahaan. Kesuksesannya itu tak membuatnya menghentikan langkah. Beberapa waktu ini, Rawon Mix Nasi sedang menjadi trending topic dalam bidang kuliner. Tak jauh dari BuBon, muncul penjual Rawon Mix Nasi. Tak perlu waktu lama untuk mendapatkan pelanggan karena kuliner ini sedang hot dan memang rasanya enak. Bono Suhendra tergerak untuk membuka lapak Rawon Mix Nasi juga, namun di tempat BuBon berdiri. Ya, ia ubah BuBon menjadi rawon karena ada maunya. Ingin ikut dalam trending topic juga ingin dianggap paham semua kuliner. Pada dasarnya yang menjadi masalah bukan dua hal itu, namun tempat ia membuka lapak yang dekat dengan penjual Rawon Mix Nasi dan rasa rawon buatannya yang tidak terlalu enak. Memang sih ramai, namun ini hanya di awal karena pelanggan mulai tahu mana yang enak. Perlahan Rawon Mix Nasinya Bono Suhendra mulai sepi, tidak laku, dan ia kembali menjual bubur ayam. Analogi kancing baju.
              Seorang dosen junior, nama di KTPnya Roni Sutori, cukup dipandang berwibawa. Mahasiswa dan mahasiswi yang menjadi anak didiknya sangat mengaguminya. Cara mengajarnya pun menarik. Terkadang robot, kucing, bahkan eksperimen sedikit berbahaya dibawanya ke kelas. Pokoknya top abis deh. Karena eksentriknya gaya mengajar, materi yang diajarkan dapat ditangkap dengan baik. Ini terbukti dengan susahnya soal ujian, namun dengan mudah dikerjakan mahasiswa dan mahasiswinya. Kekaguman ini berlanjut hingga satu tahun. Tahun kedua ia mengajar, semua berubah, ia menjadi aneh. Ia bersikeras meminta kepada dekan untuk menjadi pengawas ujian. Katanya sih supaya dapat melihat anak didiknya langsung. Dekan pun bingung ketika Roni Sutori menjelaskan bahwa tidak ada peraturan yang melarangnya. Dengan penjelasan apapun Roni Sutori tak bergeming. Dekan dan wakil dekan akhirnya membiarkan supaya ia dapat merasakan rasanya jadi pengawas ujian. Para dosen yang tahu kejadian ini hanya dapat menggumam “Semua kan ada bagiannya masing-masing meski nggak tertulis”. Waktu berlalu dan Roni Sutori menjadi pengawas ujian yang masih dipertanyakan. Ya, dia mengambil kerja orang lain karena ada maunya. Ingin dianggap lebih “wah” karena bisa apa saja dan ingin eksis di mata yang lain. Ujung-ujungnya setelah bosan jadi pengawas ujian, ia kembali lagi menjadi dosen, dosen yang berkurang wibawanya. Analogi kancing baju.
                Analogi kancing baju mungkin analogi yang aneh namun tepat. Ketika di suatu tempat ia terlihat, dan saat pindah ke tempat lain ia juga ingin dilihat. Bahasa sederhananya ingin ngeksis. Analogi ini mungkin juga tepat untuk orang yang keluar dari suatu jabatan dan pindah ke jabatan lain. Setelah jabatan yang kedua selesai, ia kembali lagi ke jabatan pertama. Bahasa sederhananya plin-plan. Kita hidup harus sesuai sistem karena jika melawan sistem, kita akan hancur. Sistem mengatur segalanya asalkan itu benar dan sesuai seharusnya. Ini bukan masalah eksis atau citra jika harus melawan sistem. Ini tentang konsistensi dan kredibilitas. Tiap hal ada bagiannya. Tukang bubur ayam nggak pantas jualan Rawon Mix Nasi juga. Allah pun telah membagi rezeki ke tiap insan dengan adil, ada bagiannya sendiri. Cukuplah kita introspeksi masing-masing apakah kita masih dekat dengan Sang Pencipta atau justru lebih dekat dengan dunia. Urusanmu adalah urusanmu, urusanku adalah urusanku. Keputusan yang kita ambil menentukan nilai diri kita di keesokan hari. Kita bergerak dalam bagian masing-masing dalam sistem yang kita sepakati bersama. Kita sependapat kok, ngeksis dan plin-plan bukanlah tujuan kita, namun memang kita tak dapat kendalikan laku, seperti analogi kancing baju.

-------------------------------------------------------------------------------------------------

Maaf jika ada kesamaan nama dan peristiwa. Semua sangat tidak disengaja dan hanya rekayasa belaka. Ini hanya sebagai renungan bersama tentang peran yang kita ambil dalam hidup :)
Baca SelengkapnyaAnalogi Kancing Baju

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS