RSS

Sistem kadang berjalan apa adanya, kita tak pernah terpikir untuk mengubahnya. Sistem adalah sesuatu yang membantu, pembantu yang berkuasa. Dunia adalah sistem itu. Sejenak berpikir kritis, dunia yang kelam perlahan beranjak estetis.

Murder Case of Chemistry Party -part3-


“Kita mulai dari keadaan TKP. TKP merupakan tempat yang dapat dibilang sepi karena sedikit di luar tempat pesta. Namun banyak spot yang dapat dijadikan tempat bersembunyi di sekitar situ. Seperti pot bunga yang besar itu, maupun blindside yang terhalang tembok. Pelaku kemungkinan menunggu korban pergi ke kamar mandi atau memang sengaja memanggilnya ke sana,”
“Terus?!” tanya Inspektur penasaran.
“Setelah berhasil menusuk korban dengan garpu, pelaku lalu pergi dari tempat itu. Alasan mengapa korban meninggalkan dying message bukan mengatakan nama si pelaku adalah korban mungkin berpikiran bahwa pelaku masih bersembunyi di sekitar situ. Jadi dia meninggalkan dying message supaya pelaku tak curiga serta nyawa saya tak terancam. Andai dia mengatakan nama pelaku, kemungkinan saya akan diserang pelaku yang mendengarkan hal itu. Saya sangat tahu bagaimana sifat Nia. Dia tak mau membiarkan sahabatnya dalam bahaya,”
“Lalu apa arti dying message itu?? Siapa pembunuhnya?!” tanya Bu Luveli tak sabar.
Dying message ditinggalkan karena korban kenal dengan pelaku dan sebelumnya pelaku berada di tempat yang sama dengan korban. Dying message itu berupa kertas berisi angka ‘77,53,14 13,92,11,44’ dengan kalimat ‘ini inisial temanku’ sebagai petunjuk. Korban adalah Titania Yoda. Seperti yang kalian tahu, Titania merujuk kepada Titanium. Yoda pun seperti merujuk kepada Yodium. Teman Titanium dan Yodium yang berhubungan dengan angka tentu saja kita tahu apa maksudnya. Secara langsung semua itu mengarah ke Sistem Periodik Unsur. Dengan melihat tabel, kita tahu bahwa 77 berarti Ir, 53 adalah I, dan 14 menunjukkan Si. Dalam hal ini yang diambil hanya simbol unsurnya karena yang dimaksud adalah inisial dari unsur. Kata pertama telah didapat yaitu Irisi. Kata kedua, angka-angka di belakang spasi, adalah nama belakang dari pelaku. Angka 13,92,11,44 berarti Al,U,Na,Ru, Alunaru!!”
“Jadi pelakunya........,” Inspektur Radon sangat kaget.
“Tepat!! Irisi Alunaru atau biasa dipanggil Pak Aluna, Andalah pembunuh Titania Yoda!! Itu juga alasan kenapa Nia meninggalkan dying message untuk saya. Nia tahu saya telah mengenal Anda sebelumnya dan Nia percaya saya dapat memecahkannya,”
“Hahahahaha.......hanya berdasar hal seperti itu kau menuduhku sebagai pelaku!!! Bisa saja Nia bunuh diri dan meninggalkan pesan untuk menjebakku!!! Apa kau punya bukti yang menunjukkan akulah pelakunya??!!” kata Pak Aluna menantang.
“Lihat di dada kiri Anda!! Ada noda merah yang menghitam. Darah yang mulai mengering akan semakin menghitam seperti itu. Kalau dilihat sekilas mungkin tak terlihat. Tapi jika diamati dengan cermat, terlihat di noda itu ada alur yang tercetak. Itu adalah noda darah Nia yang mengenai baju Anda. Mungkin tanpa sengaja jari Nia menyentuh noda itu dan meninggalkan sidik jari di sana,” Diko tak mau kalah.
“Bisa saja itu sidik jari orang lain!! Noda darah itu juga belum tentu darah Nia!!! Kalau aku pembunuhnya, pasti aku telah berganti baju. Mungkin juga aku telah pergi dari tempat ini.......”
“Tidak, Anda tak mungkin melakukan itu. Jika Anda pergi dari tempat ini setelah pembunuhan terjadi, tentu Anda akan dicurigai karena tamu yang keluar dan masuk tempat ini selalu didata. Akan menjadi aneh jika hanya Anda yang keluar setelah kasus ini terjadi. Anda tentu tak mungkin pula berganti baju. Orang dekat Anda akan curiga dengan bergantinya baju Anda. Oleh karena itu, Anda hanya bisa bertaruh bahwa tak ada orang yang melihat noda itu. Semua itu telah Anda pikirkan dengan cepat agar trik psikologis yang Anda bangun dapat terwujud,”
 “Tapi bisa saja hal ini terjadi pada orang lain kan?? Bisa saja pembunuhnya bukan Pak Aluna!!” kata Pak Paiman yang sedari tadi hanya diam.
“Saat menemukan Nia yang sekarat, aku mencium bau yang kurang enak. Baunya mirip pembersih lantai, Anda juga menciumnya ‘kan Inspektur??” kata Diko sambil tersenyum.
“I, i, iya....” jawab Inspektur sedikit terkejut. Padahal dia sendiri tidak tahu apa-apa.
“Yang di lantai itu bekas parfumku yang tumpah.........,” kata Pak Aluna sedikit marah.
“Kenapa Anda bilang begitu Pak Aluna??” Diko tersenyum penuh kemenangan. Kata-kata Diko membuat Pak Aluna tak berkutik. “Memang benar di karpet dekat tubuh korban tergeletak terdapat noda basah berbau seperti parfum. Alasan Anda bilang begitu adalah karena Anda berada di TKP. Tak ada yang boleh mendekati TKP selain polisi. Jadi dengan kata lain, saat Anda menusuk korban, tanpa sengaja botol parfum Anda terjatuh ke atas karpet itu dan tutupnya terbuka. Setelah menusuk korban, Anda terburu-buru membersihkan parfum yang terjatuh itu. Makanya masih ada noda yang tertinggal. Terlebih lagi, ada beberapa noda kecil berbau sama di baju korban. Coba Inspektur periksa, pasti baunya sama dengan parfum yang Pak Aluna pakai!!”
“Sebentar......hmm.....iya, baunya sama!!” Inspektur sedikit terkejut.
“Tapi ‘kan bisa saja itu parfum milik orang lain!!!” kata Pak Aluna.
“Anda lupa atau memang ingin berbohong?! Saat kita bertemu pertama kali, Anda menunjukkan parfum itu dan berkata bahwa itu adalah penemuan Anda yang terbaru. Anda belum pernah menunjukkan kepada orang lain selain hari ini. Anda menjelaskan bahwa bahan-bahan yang digunakan berasal dari luar negeri dan tak ada di Indonesia. Itu berarti parfum penemuan Anda adalah satu-satunya di Indonesia dan hampir tak mungkin ada yang memilikinya selain Anda,”
“Eh, tapi......”
“Penemuan Anda adalah lubang kubur Anda sendiri. Ada satu lagi, pin yang Anda pakai. Pin itu adalah palsu!!” kata Diko yakin. Kemudian senyum muncul dari bibirnya. Senyum licik.
“Apa maksudmu??!!” tanya Bu Luveli tak mengerti.
“Bu Luveli, saat di pintu masuk semua tamu yang hadir diberi pin ‘kan? Sekilas pin Pak Aluna dan pin yang lain sama. Tapi yang mungkin kalian tak tahu, di setiap pin itu tertulis angka-angka yang berbeda. Coba tutup pin itu dengan tangan dan lihat di dalam gelap!!”
 “Fosfor??!!” Pak Paiman sangat kaget.
“Di pin itu terdapat angka yang ditulis menggunakan cat dengan campuran fosfor. Kemarin Nia berencana akan membagikan doorprize dengan cara mematikan lampu kemudian menyebutkan angka yang dia pikirkan. Pin dengan angka sama seperti yang Nia sebutkan akan mendapat hadiah. Tentu saja pin yang diberikan secara acak. Tapi saat ini hanya pin milik Pak Aluna yang tak bercahaya dalam gelap,”
“Tapi, kenapa pinku tak bercahaya?!” Pak Aluna tak mengerti.
”Pak Aluna, saya tahu saat Anda sedang menusuk korban, entah karena apa, pin Anda terlepas. Saat itu korban dengan cepat menukar pin yang terjatuh itu dengan pin yang dia bawa. Korban membawa beberapa pin yang tak bertuliskan angka di sakunya sebagai cadangan seandainya pin yang diberikan kepada tamu kurang. Korban sudah memastikan bahwa di pintu masuk semua pin sudah bertuliskan angka. Jika pin Anda tak bercahaya, berarti memang Andalah pelakunya!!” kata Diko sambil tetap tersenyum.
Pak Aluna sudah tersudut. Dia hanya bisa diam. Tinggal menunggu waktu hingga dia menyerah.
“A, a, aku iri dengan keberhasilannya. Dia pendatang baru di dunia kimia, namun penemuannya sudah diakui dunia. Aku sangat iri........” kata Pak Aluna. Air matanya pun menetes. Polisi segera menangkap dan membawanya ke kantor polisi.
Kecemburuan dan rasa iri adalah hal yang sangat berbahaya. Tak hanya menimbulkan perselisihan namun juga dapat merenggut nyawa.
“Oya Inspektur, coba Anda semprotkan cairan luminol ke sepatu Pak Aluna. Mungkin juga akan bercahaya,” Diko tersenyum. Inspektur terdiam. Raut wajahnya menampakkan kebingungan.
“Memang ada apa dengan sepatunya??” tanya Inspektur tetap kebingungan.
“Inspektur tak melihat? Sepatunya basah. Aku pikir sepatu yang mahal itu tak mungkin dibiarkan basah begitu saja. Pasti ada alasan kenapa dia begitu. Yang paling masuk akal adalah sepatu itu terkena darah korban dan Pak Aluna membersihkannya dengan air. Walau sudah dikeringkan, tapi masih tersisa air di sana. Semprotkan luminol ke sepatu itu, dan lihat cahaya ungunya!!” kata Diko menjelaskan.
“Tapi saya masih sedikit heran, apa benar korban sebelum ajalnya masih sempat menukar pin yang jatuh itu??” tanya Inspektur.
“Hahahaha........maaf Inspektur, saya tadi berbohong,” kata Diko sambil tertawa.
“Maksudnya??!!”
“Saya sebenarnya tak tahu tentang pin yang ditukar itu. Saya hanya mereka-reka cerita setelah melihat ujung jari korban terluka seperti terkena jarum. Mungkin sebenarnya saat ditusuk, korban berusaha keras untuk melawan. Namun jari korban terkena jarum pengait pin dan menyebabkan pin itu terjatuh. Pelaku tak sadar hingga dia menyelesaikan penusukan. Lalu dia memungut pin itu dan memasangnya kembali. Saat teringat luka di jari korban, saya lalu melakukan siasat. Saya pura-pura menabrak Pak Aluna sambil dengan cepat meraih pinnya. Lalu saya jatuhkan pin palsu yang kebetulan kemarin saya dapat dari Nia dan memberi tahu bahwa pin Pak Aluna terjatuh. Dia memungut pin itu dan memasangnya di dada. Saya hanya mengarang cerita tadi dan ternyata Pak Aluna terkejut lalu menyerah. Hahaha.......” tawa licik Diko membuat Inspektur Radon tambah bingung.
“Saya tak tahu harus berkata apa, tapi terima kasih atas bantuannya. Sepertinya saya harus lebih belajar lagi,” kata Inspektur sambil menjabat tangan Diko. Samar-samar terlihat wajah Inspektur Radon memerah. Entah karena malu atau marah.

                Bagaimanapun, senyum dan tawa Diko saat mengungkap kasus tak tampak lagi setelah itu. Sahabatnya sekaligus orang yang dikaguminya telah tiada. Sang jenius Titania Yoda telah pergi meninggalkan banyak kenangan dan pelajaran baginya. Diko berdoa semoga penemuan Nia dapat berguna bagi kehidupan umat manusia.





***THE END***
Baca SelengkapnyaMurder Case of Chemistry Party -part3-

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Murder Case of Chemistry Party -part2-



Tak lama kemudian polisi dan ambulans yang dipanggil pihak hotel pun tiba. Polisi segera menutup dan menjaga semua pintu keluar. Itu bertujuan supaya tak ada tamu yang keluar dari tempat pesta tersebut. Polisi kota Teitan memang cerdas. Setelah tahu dari pihak hotel bahwa tamu yang dapat masuk ke tempat pesta hanyalah tamu dengan undangan khusus yang tak dapat dipalsukan serta hasil penyelidikan sekejap yang dilakukan di TKP, polisi menyimpulkan bahwa pelaku pembunuhan adalah orang dalam. Entah tamu, pelayan, ataupun pihak hotel.
“Boleh saya meminta keterangan dari Anda?” tanya Inspektur Radon kepada Diko.
“Silakan...” kata Diko tanpa ragu.
“Anda yang menemukan korban pertama kali, benarkah itu?”
“Benar. Saat itu Nia bersimbah darah di perutnya, dia sekarat. Namun sesaat sebelum menutup mata, dia menyerahkan kertas ini dan berkata ‘ini inisial temanku’. Mungkin ini adalah dying message,”
“Apakah saat itu Anda sendiri? Tak ada orang lain di sekitar Anda?” tanya Inspektur mulai curiga.
“Benar. Saat itu saya sendirian. Apa Anda mencurigai saya, Inspektur??”
“Bukan mencurigai, tapi sekedar berhipotesis. Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa tak ada sidik jari di garpu itu. Kemungkinan sebelum digunakan, garpu itu dibersihkan hingga tak ada sidik jari yang tersisa. Jika tak ada sidik jari, berarti pelaku memakai sarung tangan atau sejenisnya. Saya melihat Anda memakai sarung tangan dan saya berhipotesis bahwa keterangan Anda adalah bohong belaka,”
“Inspektur, apa Anda tak melihat di sana hampir semua pelayan memakai sarung tangan?? Beberapa tamu juga memakai sejenis sarung tangan. Apakah Anda benar-benar telah menyelidikinya??” kata Diko mulai tak terima.
“Oh, maaf!! Benar, pelayan dan tamu yang lain juga masuk dalam hipotesis saya kok. Maaf!!” kata Inspektur dengan wajah menahan malu.
Tak lama interogasi yang dilakukan Inspektur Radon pun selesai. Diko mulai beraksi. Rasa penasarannya menuntun dia untuk lebih mendekati orang-orang yang ada di tempat pesta itu. Setiap orang dia amati dengan cermat. Rasa penasarannya semakin meningkat saat dia berada di dekat salah satu tamu. Dia merasa pernah mencium bau itu. Dia teringat bahwa di lantai dekat tubuh Nia yang tewas ada sebuah noda berbau seperti ini. Diko juga melihat di salah satu bagian dari baju tamu itu berwarna merah. Namun merah itu nampak gelap, tak seperti daerah di sekitar warna itu. Bagian itu seperti noda yang terpercik secara tak sengaja. Bentuknya pun juga aneh. Tampak noda itu samar-samar seperti beralur. Sepatu orang itu juga sedikit basah. Diko pun kini tahu semua rangkaian kasus pembunuhan ini. Dia juga tahu apa arti dying message itu setelah teringat siapa Titania Yoda sebenarnya.
“Inspektur, tolong panggilkan orang-orang yang namanya saya tulis di kertas ini. Saya tahu siapa pembunuh Nia!!” kata Diko kepada Inspektur Radon.
“Benarkah?? Anda yakin?!” tanya Inspektur tak percaya.
“Saya sangat yakin!! Bahkan penemuannya sendiri adalah lubang kuburnya,”
“Baik, saya akan kumpulkan mereka segera!!”
Sepuluh menit kemudian, orang-orang yang dimaksud Diko telah berkumpul. Mereka adalah Pak Aluna, Pak Maranda, Bu Luveli, dan Pak Paiman. Wajah mereka mengisyaratkan sebuah kemarahan. Seakan-akan mereka berkata “Kenapa aku diperlakukan seperti pembunuh?”.
“Terima kasih atas kerelaan kalian untuk berkumpul di sini. Kami hanya ingin meminta sedikit keterangan mengenai hubungan kalian dengan korban,” kata Inspektur Radon memulai.
“Sebelumnya saya minta maaf,” kata Diko menyambung, “tapi di antara kalian berempat ada seorang pembunuh yang dengan cerdiknya menyembunyikan wajah iblisnya.”
“Siapa anak ini, Inspektur??!! Berani-beraninya dia menuduh kami sebagai pembunuh!!” Pak Maranda mulai diliputi rasa marah.
“Tenang, Pak!! Dia adalah orang pertama yang menemukan tubuh korban yang sekarat. Dia juga yang terakhir kali berkomunikasi dengan korban. Di sini kami hanya ingin mengungkapkan siapa pembunuh korban yang sebenarnya,” Inspektur Radon coba menenangkan.
“Saya sebagai sahabat Nia sangat sedih dengan kepergiannya, seperti juga kalian. Maka dari itu, coba dengarkan analisis saya! Kita ungkap kasus ini secara perlahan. Jika ada yang salah, boleh kalian sangkal,”

                “Baiklah, akan kami dengarkan,” kata Pak Maranda menahan diri.
Baca SelengkapnyaMurder Case of Chemistry Party -part2-

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Murder Case of Chemistry Party -part1-

Nanko Hotel, hotel bintang lima termegah di kota Teitan. Tak satu pun orang yang datang ke sana tampak sederhana. Semua sangat gemerlap, dari ujung rambut hingga ujung sepatu. Semua pernak-pernik di dinding hotel mencerminkan betapa mewahnya hotel itu. Di lobi hotel dan resepsionis terlihat foto-foto pejabat dan selebritis yang pernah singgah di hotel itu.
Diko Tiaka bukanlah orang kaya ataupun orang penting di kota Teitan. Dia datang ke hotel itu hanya karena diundang oleh teman dekatnya, Nia, yang sekarang telah sukses menjadi peneliti di bidang yang sesuai dengan dirinya. Nia mengadakan pesta atas kesuksesan mematenkan penemuan terbarunya. Banyak orang penting yang datang ke pesta itu. Dari pejabat hingga para profesor berbagai bidang ikut serta meramaikan pesta itu. Diko diperkenalkan kepada beberapa orang penting itu. Nia beralasan bahwa kesuksesannya tak lepas dari dukungan dan bantuan Diko. Pertama Diko diperkenalkan kepada Pak Aluna. Pak Aluna adalah profesor bidang kimia organik yang telah sukses berkeliling eropa dengan penemuannya. Berikutnya adalah Pak Maranda. Dua tahun yang lalu beliau mendirikan perusahaan “CIL” yang bergerak di bidang penjualan bahan-bahan kimia. Beliau berujar “CIL” adalah kependekan dari Chem Is Life. Orang penting berikutnya adalah Bu Luveli. Beliau adalah pembimbing Nia semasa dia kuliah. Yang terakhir adalah Pak Paiman. Beliau adalah orang yang sukses di bidang ekspor-impor benda-benda yang berhubungan dengan kimia. Sebenarnya masih banyak yang ingin Nia perkenalkan kepada Diko. Namun waktu yang harus menghalanginya.
“Nikmati makanan dan minuman yang ada ya......enak lho!!” kata Nia kepada Diko.
“Iya dech, aku habisin!!” kata Diko sambil tertawa.
Tak terasa waktu berlalu begitu lambat. Mungkin itu yang dipikirkan para pelayan di pesta itu. Namun Diko merasa waktu cepat berlalu. Entah berapa banyak makanan yang telah dia makan, entah berapa gelas minuman yang telah dia teguk. Karena itu pula dia putuskan untuk pergi ke toilet. Belum sempat dia sampai ke tujuan, di depannya telah nampak tubuh Nia yang sekarat. Di perutnya tertancap sebuah garpu dengan darah segar yang mengalir. Di akhir hayatnya, Nia masih sempat menyerahkan secarik kertas berisi angka-angka yang mungkin dia tulis dengan susah payah. Itu terbukti dengan adanya sebuah pena yang tergeletak di samping kanan tubuh Nia.
Kertas itu bertuliskan “77,53,14 13,92,11,44”.
“I, i, ini inisial temanku....” kata Nia terbata-bata sambil menyerahkan kertas itu.
“Tahan Nia!!! Aku akan telepon ambulan!!” kata Diko dengan cemas. Namun terlambat, Nia telah menghembuskan napas terakhirnya.
“Inisial teman Nia??” Diko tampak kebingungan.
Titania Yoda telah pergi. Teman yang periang itu telah tiada. Diko kini terduduk dengan air mata mengalir di pipinya. Dying message dari Nia basah karena air mata Diko. Dia yakin, dia pasti akan mengungkap siapa pembunuh Titania Yoda.
Baca SelengkapnyaMurder Case of Chemistry Party -part1-

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Doktrin Sebuah Merek

© tembilahanmagazine.blogspot.com
Artikel di bawah ini bukan bermaksud untuk mempromosikan sebuah merek atau suatu barang. Ini hanya untuk informasi sekaligus unek-unek fenomena yang biasa terjadi di masyarakat sekitar kita. Jika ada yang kurang berkenan, mohon dimaafkan.

***

Dalam keseharian, kita pasti tak pernah lepas dari barang-barang bermerek. Dari ujung rambut hingga kuku kaki, tentu perawatan maupun yang melekat di sana adalah benda bermerek. Entah merek terkenal, atau hanya merek yang sekadar lewat lalu hilang. Tanpa kita sadari, sebuah merek telah melekat di hati. Kebanyakan orang merasa jika tak memakai benda dengan merek tertentu, dia merasa tak nyaman. Kita tentu pernah mengalaminya, entah sadar maupun tidak.

Merek merupakan sebuah kata maupun gambar yang melekat pada barang yang telah menjadi trademark bagi perusahaan pembuat barang tersebut. Merek-merek yang telah beredar di pasaran Indonesia sejak beberapa puluh tahun yang lalu, terbukti telah tertanam sangat dalam di hati masyarakat. Merek-merek tersebut telah “mendoktrin” masyarakat untuk selalu memakainya, atau mungkin hanya sekadar mengucapkannya, seperti contohnya Honda. Merek kendaraan bermotor ini di beberapa daerah telah berubah makna menjadi sebutan untuk sepeda motor. Ini terjadi pada orang-orang yang telah lanjut usia. Mereka sering menyebut sepeda motor, entah apapun mereknya, dengan sebutan Honda. Mungkin pada zaman dahulu, merek sepeda motor yang banyak beredar adalah Honda.
Contoh lain adalah Sanyo. Merek pompa air ini telah ada di pasaran Indonesia sejak kakek-nenek kita masih mempunyai kakek-nenek. Merek ini tertanam kuat sebagai pompa air di pikiran para orang lanjut usia di beberapa daerah pedesaan. Mungkin sama seperti Honda, Sanyo juga merupakan merek yang banyak beredar pada zaman dahulu.
Di masa sekarang, kita pun tak luput dari “doktrin” sebuah merek. Tipe-X, merek sebuah correction pen yang cukup melegenda di Indonesia. Kita kerap menyebut apapun merek correction pen dengan sebutan Tipe-X. Padahal itu salah kaprah. Tipe-X bukan sebuah benda melainkan hanya sebuah merek. Kita telah menjadi korban “pendoktrinan” sebuah merek.
Di Banjarnegara (Jawa Tengah), ada sebutan Siklun untuk mobil bak terbuka (pick-up). Sangat mungkin, Siklun berasal dari kata Cyclone, sebuah merek atau jenis mesin mobil. Biasanya kata Cyclone melekat di beberapa badan mobil pebalap Nascar. Di samping itu, sebutan mobil pick-up pun kurang tepat karena itu merujuk kepada kegunaan mobil tersebut.

Begitu banyak “pendoktrinan” sebuah merek di dalam kehidupan kita. Masih banyak contoh selain yang disebut di atas. Merek telah berubah menjadi sebuah barang. Tentu kita tak dapat menyalahkan pribadi masing-masing orang. Itu telah menjadi hak mereka untuk menggunakan barang dengan merek tertentu. Nama-nama yang telah tertanam di hati dan pikiran mereka tentu akan sangat sulit untuk diubah. Namun, apapun sebutan untuk sebuah barang itu tak menjadi masalah, asalkan tiap orang pun tahu barang yang dimaksud. Tapi alangkah lebih baiknya, jika kita perlahan mengubah sebutan sebuah barang dengan nama aslinya. Walau sulit, cobalah, karena ini juga demi bangsa kita, Bangsa Indonesia. Bahasa mencerminkan bangsa. Kalau Bahasa Indonesia seperti itu, bagaimana dengan bangsanya?

Baca SelengkapnyaDoktrin Sebuah Merek

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Masa Kanak-Kanak Tak Lagi Bermimpi

                Masih ingatkah kalian dengan anime atau yang biasa disebut kartun? Kapan terakhir kali kalian menontonnya? Masih ingat dengan Let’s n Go? Atau kalian ingat Chibi Maruko Chan? Atau mungkin kalian ingat Digimon Adventure atau Digimon Frontier? Juga ingatkah kalian dengan P-man atau seri super panjang dari Dragon Ball? Dan sekarang mungkin kalian tak akan bisa menonton anime-anime itu lagi.
                
                Aku ingat dulu saat aku masih TK, setiap hari Minggu bangun harus pagi-pagi (sekitar jam enam) untuk dapat menonton anime kesayanganku. Beberapa masih aku ingat urutan tayangnya. Jam setengah tujuh aku terpaku menonton Let’s n Go, anime tentang balapan tamiya. Lalu jam tujuh aku tak lupa menonton Chibi Maruko Chan. Setengah jam tak terasa lalu aku sambung dengan menonton Detective Conan hingga jam delapan. Kemudian masih ada Doraemon, P-man, Dragon Ball, Yu-Gi-Oh, Crayon Shinchan, One Piece, Pokemon, Digimon, dan beberapa anime lainnya.

                Semua itu aku lakukan tiap hari Minggu dengan senang hati. Tak terasa aku menginjak bangku SD, semua itu tetap aku lakukan. Namun perlahan acara anime itu berganti dengan acara-acara lain yang aku rasa kurang pas untuk hari Minggu. Kadang aku merasa kesal kenapa anime perlahan memudar dari layar kaca para penonton setianya. Banyak anime yang harusnya belum tamat ceritanya, harus tamat dengan dipaksa (walau ceritanya menggantung).

                Sekarang aku tetap menyempatkan diri untuk sejenak menonton anime setiap hari Minggu. Semua telah berubah. Dulu selama enam jam non-stop anime selalu menghiasi layar kaca di hari Minggu. Namun sekarang anime hanya mengisi waktu pagi untuk beberapa jam. Lalu setelah itu acara-acara yang “kurang mendidik” bertaburan di televisi. Acara musik, FTV, ataupun variety show. Menurutku, anime masih lebih “mendidik” daripada acara-acara tersebut. Paling tidak, anime bisa memberi semangat kepada generasi anak-anak untuk tetap bermimpi dan berusaha tanpa kenal putus asa. Entah itu melalui ceritanya, soundtracknya, maupun dari karakter anime.

                Kadang aku marah, namun apa guna marah. Pihak televisi tak akan mendengarkanku. Mereka hanya mengejar uang, bukan menyenangkan orang lain. Kadang aku merasa kasihan kepada anak-anak kecil pada masa sekarang. Mereka tak bisa menonton anime sebanyak dan sepanjang kita dulu. Mereka kini lebih banyak diracuni oleh lagu-lagu dewasa dan cerita “tak mendidik”. Ingin aku kembali ke masa lalu. Ingin aku menonton kenangan masa lalu. Kenangan indah saat menonton gambar bergerak itu. Namun kini semua itu tinggal kenangan. Tak mungkin terulang dan diulang. Pada saat ini aku sedih, masa kanak-kanak tak lagi bermimpi.



Baca SelengkapnyaMasa Kanak-Kanak Tak Lagi Bermimpi

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Mungkin Karena Kenangan

     Pernahkah kalian merasa sedih? Pernahkah kalian merasa menangis adalah cara satu-satunya untuk menghapus sedih itu? Tapi kalian sendiri tak tahu sedih karena apa. Tak tahu sebab kesedihan itu. Mungkin kalian ingat sesuatu? Mungkin kalian ingat sebuah kenangan? Atau mungkin memang kesedihan itu seperti air. Datang mengalir lalu pergi lagi.
     Mungkin pernah kita tiba di puncak paling datar di hidup kita. Sebuah keadaan di mana kita tak tahu harus berbuat apa. Mungkin kita juga pernah mendengar kalimat "Life is never flat". Tapi pernahkah kita berpikir, benarkah hidup tak pernah datar? Hampir semua orang pasti pernah merasa kehidupannya datar. Hari-harinya terisi dengan kegiatan yang sama. Senin hingga Minggu, lalu Senin dimulai lagi. Ingin rasanya membuat sesuatu yang beda. Tapi apa?

     Mungkin kita juga pernah tertekan. Tertekan karena kenangan kita sendiri. Pernahkah kalian sedih karena kenangan kecil kalian? Kenangan saat kita dipandang lucu oleh orang lain, namun kita sendiri tak merasakan itu. Kenangan saat kita di bangku Taman Kanak-Kanak, saat kita isi hari kita dengan bermain. Aku masih ingat betapa serunya balapan sepeda dengan teman-teman. Aku juga masih ingat betapa sakitnya jatuh dari sepeda atau saat ibu jari kaki kiriku masuk ke dalam ruji-ruji roda. Semua kenangan bersama teman-teman saat itu tak akan pernah bisa terganti.

     Mungkin kalian juga merasakan hal ini. Teringat teman-teman SMA yang sangat berkesan. Banyak kenangan dan pelajaran hidup yang aku dapat. Sebuah kekompakan yang rasanya bermilyar-milyar rupiah pun tak sanggup untuk membayarnya. Kuingat aku dan teman-teman sering memanfaatkan waktu pelajaran kosong untuk bermain futsal di lapbas. Walau kadang dimarahi oleh guru, namun itu tak bisa menghapus kebiasaan kami. Masih kuingat juga saat tiba waktu menyenangkan itu. Saat aku dan teman-temanku main tebak-tebakan yang membuat seisi kelas tertawa meriah. Kenangan-kenangan yang mungkin tak akan terulang.

     Ada lagi yang kadang aku rasakan hal itu sangat berkesan. Saat-saat awal aku mengenal teman baru kimia lewat Facebook dan Twitter. Walau tak tahu seperti apa mereka, tapi anehnya hanya dengan waktu yang sebentar kita sudah cukup akrab. Seakan kita sudah lama kenal. Tiap hari ngobrol dan bercanda tak jelas. Bom notification yang kadang aku tunggu lagi. Tapi sekarang sepi tak seperti dulu. Satu lagi yang buatku cukup senang untuk mengingatnya. Teringat saat bingung untuk mengisi waktu libur setelah UN untuk apa. Juga saat bolak-balik ke GSP untuk berbagai keperluan MABA. Kenangan saat bercanda dengan teman-teman. Namun sekarang semua itu telah berlalu. Semua hanya tinggal kenangan. Kenangan terdalam.

     Tapi ingat, sejatuh apapun keadaan kalian, berpikirlah jernih. Mungkin karena kenangan, kalian merasa tak ada lagi yang bisa dilakukan. Mungkin karena tekanan, kalian tak kuat untuk menanggungnya. Mungkin meninggalnya MABA Teknik Geologi beberapa hari yang lalu (baca: http://www.detiknews.com/read/2010/10/09/133911/1459935/10/47-hari-hilang-mahasiswa-ugm-ditemukan-meninggal-secara-misterius?nd993303605 , baca juga http://us.detiknews.com/read/2010/10/09/142107/1459950/10/hasil-otopsi-mahasiswa-ugm-ada-2-luka-sayatan-di-tangannya ) merupakan sebuah bukti betapa kerasnya tekanan karena hidup ini. Tapi hidup pasti akan memberikan jalan keluar untuk semua itu.

     Kenangan adalah sebuah hal yang cukup menyiksa. Saat rasa sedih karenanya datang, tak ada salahnya untuk menangis. Saat keadaan memaksamu untuk menangis, ikuti saja keadaan. Karena jika kau menentangnya, maka kau akan semakin menangis karenanya. Kenangan bukan hanya untuk disimpan, tapi untuk diingat dan kita renungi apa yang telah mengantarkan kita hingga tiba sekarang. Yang pergi biarlah pergi, maka yang baru akan buatmu tersenyum kembali.
Baca SelengkapnyaMungkin Karena Kenangan

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Malam Para Bayangan

           Kota ini telah sunyi sedari tadi. Tak nampak tanda-tanda kehidupan dari manusia di sini. Yang nampak hanyalah kehidupan para penghuni malam. Beberapa burung hantu menyebar untuk hinggap di pohon besar di kebun yang gelap gulita. Di sebuah sudut kota, terlihat seekor tikus sedang mengejar jangkrik yang melompat dengan lincah. Tak lama muncul seekor kucing yang langsung mengejar tikus tadi. Sesaat kemudian sebuah gonggongan terdengar disertai kemunculan seekor anjing liar yang tanpa ampun mengejar kucing tadi. Betapa meriahnya sisi lain dari kehidupan malam.
            Kabut tebal kelam menambah sunyinya malam yang perlahan berganti pagi. Tengah malam, waktunya setan keluar—yang nampak maupun yang tak kasat mata. Berbanding terbalik dengan suasana kota, suasana dunia di balik cermin cukuplah ramai. Dunia terbalik di balik cermin, dunia para bayangan. Di sana berkumpul bayangan dari berbagai macam orang. Dari orang yang paling baik hingga yang paling jahat ada di sana. Mereka saling bercerita tentang bagaimana sifat dan karakter pemilik mereka.
            Bayangan seorang koruptor bercerita bahwa hampir setiap hari dia bertemu pejabat. Pejabat-pejabat penting yang hilir-mudik masuk ke ruangan si koruptor itu. Hampir tak kenal lelah si koruptor itu menengadahkan tangan untuk menerima uang haram itu. Bayangan itu tak tahan dengan keadaan tersebut. Dia ingin lepas dari si koruptor. Belum tuntas cerita bayangan koruptor, bayangan seorang pencuri menyela. Dia bercerita bahwa si pencuri itu hampir tiap hari berjalan mengendap-endap di malam hari. Langkahnya seperti tak bersuara, sangat pelan. Dengan cekatan dia membongkar isi rumah incarannya dan menguras barang yang ada. Bayangan si pencuri itu merasa tersiksa hraus mengambil barang-barang milik orang lain. Seandainya bisa dia telah pergi menjauh dari pencuri itu jauh-jauh hari.
            Bayangan seorang anak kecil akhirnya angkat bicara. Dia menuturkan bahwa hari-harinya sangat menyenangkan. Si anak hampir tiap hari bermain dengan ceria. Tak banyak kenakalan yang dilakukan anak itu. Jikalau nakal, itu pun tidak seberat yang dilakukan koruptor dan pencuri. Di samping bayangan anak kecil tadi berdirilah bayangan seorang ahli ibadah. Tiap hari dia pergi ke tempat ibadah. Dia gunakan waktu yang ada di hidupnya untuk hal-hal yang berguna. Setiap langkahnya penuh perhitungan, setiap tindakannya penuh pemikiran. Jalan yang dia pilih bukan jalan keburukan, tapi jalan kedamaian penuh ketentraman. Bayangan ahli ibadah itu sangatlah bersyukur mempunyai pemilik yang seperti itu.
            Perbincangan para bayangan belum selesai kecuali kota itu telah menampakkan geliat kehidupannya kembali. Para bayangan saling bercerita tentang hari-hari mereka. Suka, duka, lara, tawa, semua tercurah di setiap malam. Malam para bayangan di dunia para bayangan. Walau kita melihat bayangan selalu mengikuti apa yang kita lakukan, tapi kita tak tahu apa yang mereka rasakan. Kita tak tahu apa kata hati mereka. Di setiap laku kita ada bayangan yang selalu mengikuti kita. Maka dari itu, lakukan hal yang berguna bagi orang lain dan dunia. Semua yang berguna tentunya akan baik di akhirnya. Lakukan hingga bayangan kita tersenyum saat kita tak tersenyum.
Baca SelengkapnyaMalam Para Bayangan

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kembang-Kembang Sederhana di Lemari Es (oleh Dana Marlowe)

  Aku ingin kembali ke hari-hari hati-hati berbentuk miring, digambar di atas kertas dengan matahari seperempat di sudut kanan atas, leret cahaya jingga dan merah menerpaku. Ke saat ketika “dia mencintaiku” selalu muncul dan tak pernah “dia tak mencintaiku”. Hari-hari kembang-kembang sederhana, titik merah di tengah terlalu banyak kelopak bunga warna kuning dan daun-daun tak simetris di tangkainya yang panjang.
            Ketika petak-petak permainan engklek menghias jalanan hitam dengan gores kapur jalan nan tebal warna merah jambu. Suatu masa saat lonceng mobil es krim berarti keasyikan ekstra yang istimewa di sore nan lembap.
            Hari-hari ketika putih dan hitam dan biru dan hijau dan abu-abu dan cokelat dan ungu dan oranye hanyalah warna-warna tanpa makna dan bukan ujian pengadilan ‘tuk warna kulit. Kala boneka-boneka beruang sarat cinta dan penghiburan, telinga kanannya bergayut pada dua untai benang cokelat tipis.
           Aku ingin kembali ke barbeque dan piknik penuh roti isi bentuk segitiga, hot dog, dan keripik kentang, bahkan yang hijau sekalipun. Kala daftar perkalianku memperoleh tempat utama di pintu lemari es. Saat menghirup aroma rerumputan yang baru dipotong sembari mencabut mahkota-mahkota kuning dandelion, bermain bersama anjing bichon frise putih milik tetangga sampai ke masa menyusun bangunan balok-balok kayu dan adik laki-lakiku menghancurkannya.
                Aku ingin kembali ke hari-hari itu yang kini tinggal gambar-gambar dalam album foto warna marun yang berdebu. Ingin diriku tinggal di sana dan tak pernah kembali lagi.


*Diambil dari buku Teen Ink

Masa kanak-kanak memang sangat menyenangkan. Semua kenangan masa itu akan selalu terkenang dan akan tersimpan di dinding hati selamanya.
Baca SelengkapnyaKembang-Kembang Sederhana di Lemari Es (oleh Dana Marlowe)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Tawar-Menawar dengan Tuhan (oleh Kelly Donald)

            Kalau aku memikirkan keluargaku, aku menganggapnya “normal”. Dua orangtua bekerja, satu putri, seorang putra, bahkan pagar rumah warna putih. Kehidupan kami stabil dan mantap—sampai suatu hari di bulan Januari.
            Hari itu hari Minggu pagi dan aku baru saja akan berangkat untuk tugasku sebagai baby-sitter. Pintu kamarku tertutup. Tiba-tiba ibuku berlari menaiki tangga, meneriakkan namaku. Kupikir pasti ayah sedang bergurau dan mengejarnya, seperti yang sering kali dilakukannya. Kubuka pintu untuk menonton canda ria itu. Entah karena air mata di mata ibuku atau karena ekspresi ketakutannya, yang jelas aku langsung tahu ada yang benar-benar tidak beres. Dalam sekejap aku sudah di bawah bersama keluargaku, mata kami dipenuhi air mata dan wajah kami ketakutan. Ayahku di ruang bawah tanah, didudukkan di kursi, tubuhnya yang lemas dipegangi oleh kakak laki-lakiku. Ia nyaris tak bisa berjalan, hanya gumaman tidak jelas yang keluar dari mulutnya. Matanya terpejam erat-erat, napasnya berat.
            Ibuku menyuruhku keluar “menunggu ambulans”. Aku tak bisa protes. Paramedis akan tiba dalam dua atau tiga menit lagi, dan ketika itulah seluruh hidupku berubah. Apa yang terjadi? Apa yang akan aku lakukan tanpa ayahku? Kenapa dia? Kenapa aku? Kenapa aku tidak mengatakan padanya bahwa aku mencintainya?
               Suara sirene terdengar di kejauhan. Rasanya seperti jauh sekali.
          Akhirnya mereka tiba. Aku memohon mereka bergerak cepat. Petugas paramedis menghampiri ayahku, dan setelah memeriksanya sebentar, mereka mengangkutnya ke ambulans dan membawanya ke rumah sakit.
           Jam demi jam bergerak seperti bertahun-tahun lamanya. Akhirnya dokter datang dan memberitahu kami apa yang terjadi. Aku sama sekali tidak mengerti istilah-istilah medis yang digunakannya, tapi aku menangkap kata “stroke” di sana-sini. Ayahku, ayahku, terserang stroke? Mana mungkin hal ini terjadi?
         Dua hari lamanya ayahku dirawat di rumah sakit. Selama dua malam itu aku pun tawar-menawar dengan Tuhan. Aku sadar inilah saatnya aku membutuhkan bantuan-Nya. Aku bersumpah jika Dia tidak mengambil ayahku, aku tidak akan meminta apa-apa lagi dari-Nya. Aku berjanji akan memperhatikan ayahku. Aku akan menjanjikan apa saja asalkan ayahku kembali. Aku ingin duniaku yang hancur normal kembali.
             Semoga Tuhan mendengarkanku.
            Ketika kami datang pada hari ketiga, dokter langsung menemui kami. Katanya, dia harus bicara pada kami. Ini dia, pikirku.
           Dia mempersilakan kami duduk dan mulai bicara. Kusimak ucapannya dengan seksama. Akhirnya aku mendengar dia mengatakan “benar-benar pulih”. Tangisku pecah--akhirnya—air mata kebahagiaan. Doa-doaku telah terjawab. Aku mendapatkan kembali ayahku.
            Sejak itu, aku tahu tidak ada satu pun hal yang pasti. Sekarang, setiap kali orangtuaku mengatakan sesuatu, aku mendengarkan. Ketika duduk makan malam, kami menikmati kehadiran satu sama lain. Makan malam bukan lagi saat makan semata, tetapi juga saat untuk mengisi kepala dan hati kami dengan kenangan yang akan kami ingat selamanya. Dan aku akhirnya percaya bahwa kau tidak akan menyadari apa yang kaumiliki sampai milikmu itu nyaris diambil darimu.

*Kisah diambil dari buku Teen Ink
Baca SelengkapnyaTawar-Menawar dengan Tuhan (oleh Kelly Donald)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Senyum Matahari Senja

Jalan setapak berhias daun mangga yang gugur. Daun kering kuning kecoklatan yang bertebaran di sepanjang jalan. Saat itu musim kemarau, tepat satu tahun yang lalu. Tak ubahnya seperti oven, saat itu pun panas telah melebihi ambang batas. Bukan sungai yang aku tuju untuk mendinginkan tubuh, tapi Jalan Mangga, disebut begitu karena memang banyak pohon mangga di sana, jalan paling teduh di kampungku.
           
Semilir angin sepoi-sepoi membelaiku. Duduk bersandarkan pohon memang ampuh untuk mengusir rasa panas. Antara sadar dan mimpi, kulihat sesosok bayang-bayang tercetak di tanah karena sinar matahari yang melewati celah-celah daun. Pemilik bayang-bayang itu adalah seorang gadis anggun bak bidadari. Awalnya kukira ini hanya mimpi. Namun ranting kecil yang jatuh menimpa kepalaku mampu sadarkanku. Bukan mimpi, sangat nyata.
         
Dia berjalan semakin mendekat. Angin meniup pergi daun-daun dari jalan, seolah membuka jalan baginya. Garis-garis angin bagai di komik nampak menari-nari di sekitarnya. Kurasakan suasana menjadi lebih sejuk saat dia hadir. Matahari senja di ufuk barat seolah hiasi pemandangan di belakangnya. Sinar jingga hangat berpadu dengan kuning kecoklatan daun-daun kering ciptakan aura keemasan. Aura khas keindahan berbumbu kesedihan.
           
Langkahnya kian dekat. Ku tak rela untuk berdiri. Kakiku pun enggan untuk buatku enyah dari tempat itu. Dia mendekat, tersenyum, dan berlalu. Sempat kubalas senyumnya. Kami hanya tersenyum, tak terucap satu kata pun. Dia pergi, namun masih kuingat senyum itu. Senyum indah yang sesaat. Senyum matahari senja.
        
Matahari senja di ufuk barat. Matahari yang nampak sekarat. Indahnya hanya sekejap, lalu pergi tertutup malam. Seperti dirinya, seperti senyumnya. Menebar keindahan walau hanya sesaat. Dirinya dan senyumnya, pergi tertutup kelam. Dia adalah matahari senja. Hangat namun menyedihkan.
              
Setahun berlalu, tepat hari ini. Masih di tempat ini, di bawah pohon ini. Sekarang ku tak ingin terbuai lagi. Terbuai belaian angin sepoi-sepoi. Yang kuingin hanya dia. Dia sang matahari senja. Dia yang tebarkan senyum pesona. Di ufuk barat, matahari tetap berpijar. Sinar hangatnya jatuh menerpa sebelah wajahku. Saat itu kusadar. Tersadar akan hal itu. Di sini aku hanya menunggu. Menunggu dia yang tak mungkin hadir. Aku berharap harapan kosong. Menanti untuk hal yang sia-sia. Namun tak apa, masih ada matahari senja. Itu pun cukup untuk buatku tersenyum sekarang.
Baca SelengkapnyaSenyum Matahari Senja

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

SELAMAT IDUL FITRI 1431H

Baca SelengkapnyaSELAMAT IDUL FITRI 1431H

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Tetes Air Surga

        Alkisah hiduplah seorang laki-laki tua dan seorang anaknya. Pada suatu hari mereka melakukan perjalanan melewati sebuah gurun pasir yang sangat tandus. Perbekalan yang mereka bawa hanya tersisa satu botol air. Telah tiga hari mereka berjalan, namun tujuan mereka masih seperempatnya. Dengan tertatih mereka menembus gurun tersebut. Sang anak yang berumur delapan tahun tak kehilangan semangat anak-anaknya yang menyala. Anak itu sangatlah kuat, tegar, dan mempesona. Setidaknya itu yang nampak dari fisik laki-lakinya.

            Sedang asyiknya mereka berjalan, nampaklah dari jauh seorang kakek tua dengan wajah lusuh. Dia duduk dengan bersandar kepada sebuah batu besar. Dia sangatlah kehausan. Bekal yang dibawanya hilang tersapu badai pasir. Semangatnya telah hilang. Yang diharapkan tak kunjung datang. Sebenarnya kota yang dituju telah terlihat samar-samar. Itu tandanya tujuan telah dekat. Namun karena kehausan, semua itu sama saja dengan harapan kosong. Kakek tua itu tak mampu berjalan.

            Perlahan tapi pasti, laki-laki tua dan anaknya mendekati kakek tua itu. Sebagai manusia yang punya hati, mereka tentu merasa iba. Namun dengan perbekalan ynag hanya tersisa sebotol air, sangat berat rasanya untuk menolong kakek itu. Sang anak bersikeras menolong, namun sang ayah melarang karena mempertimbangkan apa yang mungkin bisa terjadi. Akhirnya dengan terpaksa mereka meninggalkan kakek tua itu sendiri.

            Sesaat sebelum mereka pergi, sang anak teringat bahwa di kantongnya ada sebuah botol kecil yang masih terisi beberapa tetes air. Tanpa sepengetahuan ayahnya, anak itu melemparkan botol itu ke tempat sang kakek duduk. Dengan meneteskan air mata, anak itu berdoa semoga kakek itu selamat. Semangatnya tak menyala lagi. Hanya redup terbayang kakek itu.

            Kakek tua itu dengan susah payah meraih botol yang tergeletak di dekatnya. Memang sedikit isinya, hanya beberapa tetes, namun itu cukup untuk mendinginkan hatinya. Beberapa tetes air menyejukkan, tetes air surga. Dia buka tutup botol itu dan berdoa. Dengan yakin, dia meneguk air itu. Tiba-tiba semangatnya seperti terisi kembali. Dengan wajah bahagia, dia melangkah melanjutkan perjalanannya. Dia berdoa semoga anak baik hati dan ayahnya itu selamat sampai tujuan.

            Sedikit hal yang kita berikan kepada dunia mungkin tak berarti di mata kita. Namun dengan keikhlasan dan doa, hal itu akan menjadi hal besar bagi orang lain dan dunia.
Baca SelengkapnyaTetes Air Surga

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

"PATRIOT" . . . "SIAGA"

Apa itu Patriot? Patriot adalah Pengenalan Teknik untuk Negeri Menuju Indonesia Bermartabat. Itu tema ospek (sekarang disebut PPSMB) dari fakultas teknik UGM 2010. Patriot 2010 dilaksanakan dari tanggal 19-22 Agustus 2010, sedangkan TM nya dilaksanakan tanggal 14 Agustus. Saya ceritakan pengalaman saya sewaktu mengikuti Patriot 2010.

TM 14 Agustus 2010
TM dimulai pukul 07.00, pukul 06.40 saya sudah tiba di fakultas teknik. Kemudian pukul 07.00 tepat dua protokoler membuka acara dan menyambut para maba dengan ocehan-ocehan yang menggelitik. Pukul 09.00 akan dibagikan kelompok/laskar Patriot. Kami semua harus menemukan nama kami sendiri di kertas-kertas yang sudah ditempel dan kami diberi waktu hanya 20 menit. Semua langsung berlari, berdesak-desakan mencari namanya. Saya merasa sudah melihat semua kertas, tapi tidak menemukan nama saya. Waktu kurang 2 menit dan saya semakin panik. Saya putuskan mengulangi lagi dari tempat awal dan ternyata nama saya ada. Saya kira urut abjad, ternyata tidak. Langsung saya menuju ke laskar 31 (Sutan Syahrir) dan berkenalan dengan teman baru yang tergabung di laskar 31. Kemudian kami kembali ke Plasa KPFT untuk mendengarkan tugas-tugas apa saja yang diberikan. Setelah salat dhuhur, kami semua berkumpul sesuai laskar masing-masing untuk membicarakan masalah tugas. Karena pukul 13.30 fakultas teknik sudah harus bersih dari maba, kami berpindah ke gedung pascasarjana untuk membahas lebih lanjut tugas kami. Disana dibentuk ketua, sekretaris, bendahara, dan tim-tim untuk masing-masing tugas. Awalnya memang terasa berat. Namun setelah tugas dibagi-bagi semuanya terasa menjadi lebih ringan :)

Hari pengerjaan tugas 15-17 Agustus 2010
Tempat pengerjaan tugas berada di gedung pascasarjana. Hari pertama tim ComDev melakukan survei. Sementara yang lain sibuk menerjakan name tag. Kemudian hari kedua menyelesaikan name tag dan membuat blok note. Tim apsi juga sudah syuting untuk menampilkan musik alamnya (walaupun akhirnya nggak masuk final). Bloknote selesai, tetapi ternyata ada kesalahan dengan name tag (warna dasar dan warna laskar terbalik). Cukup mengesalkan karena itu adalah kesalahan panitia katanya. Mau gimana lagi, hari terakhir digunakan untuk membetulkan name tag masing-masing. Kemudian tas dari kantong gandum juga sudah jadi tinggal diberi tali pramuka. Hari terakhir ditutup dengan briefing untuk persiapan upacara penerimaan mahasiswa baru.

Upacara Penerimaan Mahasiswa Baru 18 Agustus 2010
Kami berkumpul di halaman fakultas teknik pukul 06.00 . Kemudian berjalan kaki menuju lapangan GSP. Sampai disana ternyata banyak maba dari fakultas lain yang belum datang. Terpaksa kami menunggu di bawah terik matahari. Kemudian upacara dimulai, sambutan dari rektor, pemakaian jas secara simbolis kepada perwakilan mahasiswa yang diikuti seluruh mahasiswa, dan pembacaan prestasi mahasiswa. Upacara selesai dan kami kembali ke fakultas teknik. Jalan kaki lagi. Panas dan langkah kami terasa berat. Benar-benar godaan saat bulan puasa.

Patriot 2010 19-22 Agustus 2010
Hari pertama acara dimulai pukul 06.00, saya berangkat dari rumah sangat pagi pukul 05.20 supaya tidak terlambat. Kemudian diadakan upacara pembukaan, patriot 2010 secara resmi dibuka oleh Bapak Dekan Fakultas Teknik. Acara selanjutnya adalah keUGMan, di acara itu dijelaskan mengenai sejarah UGM. Kemudian setelah ibadah ada training. Lalu acara ditutup dengan sesi kepemanduan, pemandu masing-masing laskar membacakan tugas untuk besok.
Tanggal 20 Agustus 2010 acara dimulai pukul 07.00, jadi saya bisa berangkat jam 06.15, agak longgar. Acara hari itu adalah kepemanduan, kemudian kunjungan jurusan (jurusan saya TETI), kemudian training. Acara yang paling menarik hari itu adalah saat kunjungan jurusan karena disana dijelaskan semua mengenai perkuliahan saya kelak di Teknologi Informasi :)
Tanggal 21 Agustus 2010 acara pertama adalah presentasi karya aplikatif. Walaupun tim karya aplikatif laskar 31 tidak masuk babak final, tak apa. Kami menghargai usahanya. Acara selanjutnya adalah training. Kemudian setelah ibadah kami kedatangan motivator (aduh saya lupa namanya), beliau berbicara tentang nasionalisme. Saya tertarik sekali dengan motivasi yang beliau berikan. Lalu acara terakhir kepemanduan. Hari itu pukul 15.00 acar selesai. Senang sekali rasanya bisa mengerjakan tugas lebih awal dan cepat tidur :D
Tanggal 22 Agustus 2010 hari terakhir (senang rasanya hari terakhir). Acara pertama adalah Ekspedisi Alam Teknik, kami semua berkeliling mendengarkan penjelasan mengenai Departemen yang ada di BEM. Acara selanjutnya adalah "Success Story" yang begitu menginspirasi saya. Setelah ibadah acaranya adalah inagurasi. Diumumkan laskar terbaik, peserta terbaik, dan pemenang APSI. Ada hiburan-hiburan seperti band dan marching band. Lalu setelah salat ashar kami mengikuti pengajian menunggu buka dan kami berbuka bersama disana. Patriot 2010 pun berakhir.

Patriot 2010 tidak akan terlupa. Saya bisa bertemu dengan teman-teman dari lain jurusan dan beradaptasi dengan mereka yang mempunyai karakter berbeda-beda. Laskar 31 terutama, mereka anaknya gokil semua. Benar-benar pengalaman yang berharga :)
Baca Selengkapnya"PATRIOT" . . . "SIAGA"

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Mata Elang

© wiseislam.blogspot.com
Aku masih ingat ketika kau menjabat tanganku untuk kali pertama. Kau jabat tanganku dengan erat, lalu kau sebutkan namamu. Kubalas jabatan itu dan kusebutkan pula namaku. Lalu kita tersenyum, menggambarkan betapa indahnya perkenalan itu. Yang kurasa saat itu adalah kau yang begitu yakin dalam setiap sikapmu, kau yang tegas, dan kau yang begitu ramah. Matamu yang tajam mengisyaratkan betapa kau sangat disegani teman-temanmu. Mata elangmu itu yang buatku terkesima. Mata elangmu itu yang buatku yakin akan setiap keputusanmu.

Hari-hari yang pernah kita lalui bersama. Hari-hari saat kita tak sepaham. Semua itu adalah kenangan kita yang sangat berharga. Novel-novel tebal karya J.K. Rowling pun tak sanggup mengalahkan tebalnya buku untuk menulis jutaan kenangan kita. Masih kuingat ketika kau memberiku hadiah topi warna biru itu. Kau bilang agar rambutku tak mudah berketombe lagi. Tapi nyatanya tetap saja itu tak berpengaruh. Dengan tersenyum, kau berkata kepadaku bahwa ketombe adalah karunia dari Tuhan untukku. Hanya dengan senyummu pun hatiku merasa tenang. Ditambah dengan pancaran sinar aneh dari mata elangmu itu.

Yang paling kukagumi darimu adalah otakmu. Kadang kuberpikir, apakah volume otak kita sama? Karena sepertinya, berbagai macam pengetahuan bisa kudapatkan darimu. Mulai dari hal sederhana seperti pelajaran, hingga hal kompleks seputar masalah kehidupan. Kau yang selalu buatku tersenyum di kala sedih. Kau yang bisa mengisi kembali semangatku setelah jatuh terpuruk. Kau yang selalu marah ketika kutampakkan wajah putus asa. Kau yang bisa tampak tegar, padahal di dalam hatimu kutahu kau begitu berduka. Mungkin itu pula yang membuatku jadi orang terakhir yang melepas kepergianmu.

Di tempat ini sekarang kita berada. Kududuk dan kau terbaring tepat di depanku. Rangkaian bunga menghiasi tempat peristirahatanmu kini. Kutaburkan bunga mawar ini, semata agar kau selalu merasa wangi, terselimuti wangi kasih sayang. Kini ku hanya dapat mengenang mata elang itu. Mata yang dapat buatku tertunduk karena segan.

Maafkan aku yang selalu buatmu susah dengan tingkahku. Entah seperti apa diriku, jika kau tak ada di dekatku selama ini. Terima kasih atas waktu yang kau berikan untukku. Doaku selalu iringimu di alam sana. Istirahatlah dengan tenang. Kelak kita akan berjumpa di alam yang lain. Dengan yakin, kuikrarkan di dalam hati bahwa kau adalah sahabat yang sebenarnya.

Sahabat sejati selalu ada di saat suka maupun duka. Sahabat seperti itu yang sulit untuk dicari.  Genggam tangannya. Jagalah selagi dia masih ada di samping kita.

Baca SelengkapnyaMata Elang

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Putri dan Pangeran

            Alkisah hiduplah seorang putri dan seorang pangeran. Sang putri mempunyai tabiat yang sangat manja kepada sang pangeran. Semua yang dia inginkan harus dipenuhi oleh pangeran. Mulai dari baju-baju mewah, makanan-makanan enak, hingga perhiasan mahal. Putri juga ingin pangeran selalu ada untuknya kapan saja dia minta. Tak peduli pangeran kelelahan, mengantuk, ataupun sedang beristirahat. Sang putri meminta semua itu karena dia ingin diberi perhatian yang cukup dari orang yang dia kasihi.

            Di sisi lain, pangeran mempunyai penyakit kanker otak yang cukup parah. Pangeran tak ingin memberi tahu penyakitnya kepada putri karena dua alasan. Alasan pertama karena pangeran tak ingin putri sedih dan kehilangan wajah cerianya. Alasan kedua adalah pangeran tak ingin dianggap terlalu mementingkan dirinya sendiri. Semua yang dilakukannya hanya demi putri. Demi melihat wajah putri yang selalu ceria. Walau semua itu dilakukannya dengan ikhlas, namun kadang kala dia pun merasa kewalahan menuruti permintaan putri. Terutama untuk berada di samping putri setiap saat.

              Pada suatu hari putri menunggu kedatangan pangeran, namun pangeran tak kunjung datang. Menit berganti menit, hingga jam pun telah berganti. Pada akhirnya putri pun datang ke rumah pangeran dengan perasaan marah. Dia tak suka perhatian untuknya berkurang. Di rumah pangeran, putri terkejut melihat tubuh pangeran telah membujur kaku. Dia diberi tahu bahwa pangeran menderita kanker otak yang cukup parah dan sangat kelelahan karena harus selalu ada untuk putri. Mendengar itu, putri pun menangis sejadi-jadinya. Dia sangat menyesal karena terlalu egois. Dia menyesal karena terlalu memaksa pangeran untuk selalu ada di sampingnya. Namun penyesalan selalu datang terlambat. Penyesalan yang tak berguna. Semua tak dapat terulang. Semua telah berakhir. It’s over!!!


Semoga Anda dapat mengambil pelajaran dari cerita di atas. Keegoisan akan membawa keburukan bagi diri sendiri juga bagi orang lain ^^ 
Baca SelengkapnyaPutri dan Pangeran

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Different Ramadhan

Akhirnya datang juga bulan yang dinantikan umat Islam di seluruh dunia, yaitu bulan Ramadhan. Di bulan ini diwajibkan untuk menjalankan ibadah puasa selama tiga puluh hari. Ditambah lagi banyak amalan sunah yang dianjurkan seperti salat tarawih, tadarus, dan yang lainnya. Setelah menjalankan puasa selama satu bulan penuh datanglah hari raya Idul Fitri dimana semua umat kembali suci seperti bayi yang baru saja lahir.

Seperti biasa di bulan Ramadhan banyak kegiatan yang saya lakukan. Puasa tentunya, salat tarawih, dan mengajar TPA sambil menunggu waktunya buka puasa. Kali ini dalam panitia Ramadhan kebetulan saya menjadi sekretaris, mengurus surat ini itu. Jujur saya malas sekali menjadi panitia, bukan karena tidak mau mengerjakan tugas-tugasnya, melainkan karena teman-teman saya sesama panitia orangnya agak menyebalkan (peace). Tetapi mau gimana lagi, cuma satu bulan juga kok, jadi nggak apa-apa :D

Yang berbeda di Ramadhan tahun ini adalah saya sudah jadi mahasiswi di UGM dan bukan sebagai murid SMA lagi. Dan kebetulan upacara pembukaan dan ospeknya diadakan saat bulan Ramadhan ini mulai tanggal 18 Agustus. Terbayang di benak saya, nantinya saya akan disibukkan dengan tugas-tugas ospek. Pulang dari ospek, langsung mengerjakan tugas, dan esoknya harus bangun pagi-pagi untuk mengikuti serangkaian kegiatan ospek di kampus.

Berhubung bertepatan dengan bulan Ramadhan semoga kakak-kakak angkatan nggak terlalu berat dalam memberi tugas. Semoga ospek besok benar-benar mengena dan bermanfaat bagi kami mahasiswa baru. Buat saya, saya ambil sisi positifnya. Dengan adanya banyak kegiatan ospek besok, puasanya jadi nggak kerasa lama dan tiba-tiba datang waktunya buka. Good luck buat semua teman-teman yang akan menghadapi ospek. Semoga ospek nggak mengganggu kegiatan ibadah kita dan semoga amal ibadah kita tetap diterima oleh Allah. Amin :)
Baca SelengkapnyaDifferent Ramadhan

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Jerman 'lagi' Berjaya

Hari Sabtu tanggal 3 Juli 2010 semalam, diadakan pertandingan perdelapan final antara Jerman dan Argentina. Tiap orang mempunyai jagoan masing-masing. Kedua negara pun pernah menjuarai ajang World Cup, sehingga sangat sulit diprediksi siapa yang akan menang dalam pertandingan tersebut.

Dalam menit-menit pertama Jerman sudah bisa menghasilkan goal lewat sundulan kepala dari Mueller. Argentina yang tidak mau ketinggalan mencoba menyerang balik. Terjadi aksi saling jegal (halah). Saya kira Argentina berhasil membuahkan satu goal, tetapi ternyata tidak sah karena offside. Di babak kedua kembali terjadi perebutan bola yang sengit. Pada menit ke berapa (saya lupa) Miroslav Klose berhasil membuahkan satu goal, kemudian disusul oleh Frederich, dan satu menit sebelum pertandingan berakhir Miroslav Klose kembali berhasil menyumbangkan satu goal untuk Jerman lewat tendangan yang apik (walaupun nggak keras).

Sementara Argentina sampai pertandingan berakhir belum bisa mencetak goal. 4-0 untuk Jerman. Mereka berhak maju ke babak semi final dan akan melawan Spanyol yang berhasil unggul atas Paraguay. Sepertinya tahun 2010 ini Jerman 'lagi' berjaya. Banyak goal yang bisa dicetak dalam satu pertandingan. Di pertandingan melawan Inggris kemarin, Jerman juga berhasil mencetak 4 goal (angka yang bisa dibilang cukup fantastis, haha). Sepertinya Miroslav Klose menjadi salah satu kandidat pemain yang bisa mendapat penghargaan sepatu emas karena kalau nggak salah sudah berhasil mencetak 4 goal.

Anyway, semangat ya buat tim yang berhasil masuk ke semi final (Belanda, Uruguay, Jerman, dan Spanyol). Tetap perlihatkan permainan terbaik kalian ^^
Baca SelengkapnyaJerman 'lagi' Berjaya

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Dream In The Dream (When I Get The Wet)

Catatan perjalanan mimpi selama sepekan
  • Senin
Capek, mengantuk, dan malas. Hal itu yang ku rasakan hampir setiap malam. Entah karena banyaknya kegiatan atau memang itu sifatku, aku tak tahu. Aku memang siswa yang tak begitu pintar, tak begitu menonjol prestasinya, tapi aku yakin esok hari adalah saksi di mana aku berhasil mengalahkan dunia. Ku tutup buku pelajaran untuk malam ini. Ku rebahkan diriku yang telah payah ini ke atas ranjang empuk yang telah siap menangkapku. Sebelum itu, tak lupa aku matikan sang penerang malam di kamarku itu. Mata yang telah menemaniku hari ini coba untuk terpejam. Angan ini melayang coba ‘tuk menembus atap hingga mencapai ke langit ke tujuh. Tak berapa lama setelah punggungku menyentuh sprei lembut penutup kasur di kamarku ini, ku rasakan aku telah berada di sebuah tempat yang terang dan luas. Aku tak tahu itu mimpi atau bukan. Sejenak ku coba mengerti tempat asing ini. Nan jauh di sana ku lihat dua perempuan cantik bak bidadari sedang bercanda. Mereka bercanda dan tertawa ditemani sang angin yang sejak tadi telah membelai mesra tubuh mereka berdua. Ku terpana dalam kebingungan yang mulai merasuki pikiranku ini. Sejenak ku tutup mata untuk merenung. Saat ku buka mataku kembali, tempat tadi telah berganti dengan tempat yang telah aku kenal. Ya, kamarku. Aku kembali ke kamarku lagi. Namun ada sesuatu yang basah ku rasakan di celanaku. Ku coba untuk meraba, basah. Benakku berpikir, basah karena apa? Basah di bagian luar celana, tak seperti biasanya. Tak sengaja ku lihat ke atas. Tampak di atap sebuah lubang telah menganga. Mungkin basah itu dikarenakan air yang masuk sewaktu hujan tadi malam dan tepat mengenai celanaku. Ku coba bangun dari tempat tidur. Tapi karena peganganku tak tepat, maka jatuhlah aku ke lantai. Ada yang aneh, aku tak jatuh ke lantai. Sekarang aku berada di atas tanah. Ini halaman rumahku. Masihkah aku bermimpi? Lagi, basah tubuhku. Kini giliran bajuku yang basah. Sejenak ku mencari sumber basah itu. Ternyata aku terjatuh di genangan air yang timbul karena hujan tadi malam. Basah dan dingin, hanya itu yang ku rasakan. Ku coba untuk berdiri. Saat ku coba untuk melangkah, kakiku terpeleset karena genangan air tadi. Yah, jatuh lagi diriku ini. Suara berdebum mengagetkanku. Ini kamarku. Sinar mentari pagi telah menembus celah-celah jendela kamarku. Hangat, sehangat celanaku dan tubuhku. Tak ku hiraukan rasa itu. Aku segera berlari ke kamar mandi untuk membasuh tubuhku ini. Tak ku pikirkan juga apakah ini mimpi atau bukan.
  • Selasa
Belajar telah selesai untuk malam ini. Ulangan telah menunggu untuk esok hari. Ku yakin saat kita berjuang untuk mencapai tujuan, pasti banyak halangan. Tapi jika kita percaya dan kuat, tujuan itu pasti akan kita dapat. Mataku sudah tak kuat untuk bertahan lebih lama. Akhirnya ku putuskan saja untuk tidur. Ku berdoa semoga aku tak mendapat mimpi seperti kemarin lagi. Tapi sepertinya hal kemarin terulang kembali. Tempatku sekarang ini lebih asing dari kemarin. Kini ku sedang menginjak awan. Sempat ku bergidik ngeri melihat ke bawah. Tampak di bawah warna hijau dan biru mendominasi bumi. Kini ku di atas awan, di atas bumi. Langkah pertamaku baik-baik saja. Namun saat ku melangkah lagi, kakiku terperosok, masuk menembus awan. Ku coba untuk menarik kakiku, namun malah tubuhku yang jatuh ke bawah melayang menuju bumi. Byuur, ternyata aku jatuh di kolam depan rumahku. Basahlah semua tubuhku. Inginku untuk segera mengganti baju yang basah ini, namun keinginanku tak terpenuhi. Saat ku buka mata setelah ku hapus air yang ada di sekitar mataku, tempat telah berubah. Ini kamarku. Ku berbaring di atas tempat tidur dengan celana telah basah. Ku raba, ku cermati. Basah itu seperti kemarin. Ya, memang dari atap lagi. Ayah ternyata belum memperbaiki atap itu. Hujan tadi malam membuatku basah lagi. Haus dahaga memaksaku untuk meneguk segelas air yang telah aku siapkan sebelum tidur tadi. Aku letakkan gelas berisi air itu di meja samping tempat tidurku. Ku ambil dan ku habiskan. Saat tegukan terakhir, air itu tumpah mengenai celana dan sebagian bajuku. Aku berpikir, masihkah ini mimpi?
  • Rabu
Rabu. Hari capek. Tadi di sekolah ada pelajaran olahraga. Olahraga membuat badanku capek pada malam harinya. Aku putuskan untuk tidur lebih awal setelah ku selesaikan tugas yang tersisa. Sang penerang telah padam, selimut telah ku naikkan. Ragaku coba untuk melepas jiwa untuk sejenak. Jiwa yang mulai pergi ini coba untuk menembus alam mimpi, yang selanjutnya coba untuk mengajak bintang-bintang menari. Perjalanan mimpiku malam ini berawal dari sebuah danau. Danau yang cukup bersih dengan riak airnya di titik-titik penuh aura kesucian. Tampak sepasang burung sedang bercengkerama sambil menikmati indahnya menembus awan yang satu ke awan yang lain. Tak jauh dari tepi danau yang berselimut kabut tipis itu, tampak sesosok perempuan yang dengan asyiknya sedang membasuh tubuhnya dengan air danau yang bening menggoda itu. Dengan kemolekan tubuhnya bak bidadari yang mencari ketenangan, dia terlihat sangat mempesona. Setiap jengkal tubuhnya tampak sangat mengagumkan bagi siapa saja yang menatapnya. Tak sadar hasrat ini mulai tumbuh. Menuju puncak angan, ingin menggapai sang bidadari. Namun, hal itu datang kembali. Celanaku kembali basah. Entah karena apa, yang pasti sedetik kemudian aku telah berada di sebuah tempat yang sangat sepi. Di depanku hanya ada sebuah air terjun yang tak cukup besar menatapku bisu. Airnya yang tenang jatuh tepat kepada bagian bawah tubuhku. Aku yang tengah dalam posisi berbaring di atas batu pun, merasa kedinginan dengan hal itu. Ku berdiri untuk menjauh dari tempat itu. Tapi keberuntungan tak berpihak padaku. Kakiku terpeleset sebuah batu yang cukup licin. Aku terjatuh ke belakang dan kepalaku membentur batu itu dengan keras. Tapi aneh, batu itu terasa empuk. Saat ku pegang batu itu, ternyata itu adalah bantal yang ada di kamarku. Ini kamarku. Aku telah kembali. Ku hembuskan nafas lega sambil menutup mata untuk sejenak. Tak berapa lama aku terbangun dengan seluruh tubuh telah basah. Di depanku telah berdiri ibuku dengan ember di tangan. Ternyata aku baru saja disiram dengan air. Ibuku marah karena aku tak mau bangun-bangun dari tadi. Sejenak aku terdiam, masihkah ku bermimpi?
  • Kamis
Tak banyak hal penting yang aku pikirkan. Hanya mengalir ikuti alur. Just let it flow. Tapi itu tak berarti aku tak memikirkan hidupku. Ku jalani hidup ini dengan sebuah tujuan demi menemukan sebuah arti. Banyak juga mimpi yang aku jaga. Mimpi bagaikan sebuah bunga di taman penuh cinta. Saat kau sirami dan rawat mimpi itu dengan siraman cahaya hati dan kasih sayang, kelak mimpi itu akan bersemi seindah bunga di taman. Itu pengandaian mimpi yang aku baca dari sebuah buku yang ada di depanku ini. Ku tutup buku itu dan berjalan dengan perlahan menuju tempat pembaringan. Sejenak ku berpikir tentang hari-hari kemarin. Mataku yang lelah mulai terpejam di dalam kamarku yang telah kelam sejak tadi. Seperti melayang, ku terbang melampaui langit biru dengan awan yang tampak putih bersih. Ku melayang dengan hati berdebar seakan takut untuk jatuh. Di depan sana ku lihat awan gelap mulai merayap. Ku lewati dengan mata terpejam seolah takut tubuh ini tertimpa hujaman air di dalamnya. Memang benar, tubuhku basah terkena air yang jatuh dari awan gelap itu. Saat ku mulai berani untuk membuka mata, ku sadari diriku telah berada di sebuah kamar mandi. Tubuh ini tanpa sehelai benang pun. Rasa gatal menyelimuti tubuhku. Ku mulai membasuh tubuh ini, menyabuninya, serta membasuhnya lagi. Segar aroma sabun, bersih dengan kebasahan ini. Tak sengaja sabun yang ada di sampingku jatuh. Ku coba untuk memungutnya. Namun, kakiku terpeleset lagi. Kepalaku membentur pintu kamar mandi yang terbuat dari besi itu. Bukan sakit yang ku dapat, tetapi empuk terasa di kepalaku. Ternyata aku terjatuh di karpet lantai kamarku. Aku tak mengerti apa yang telah terjadi. Bingung membuatku semakin bingung. Ku lupakan semua itu dan segera bangkit untuk mandi. Sinar mentari yang hangat telah masuk ke kamar melalui celah-celah jendela. Ku niatkan mengawali hari ini dengan semangat. Namun hati ini tetap menggumam, mimpikah ini?
  • Jumat
Mimpi, basah, dan aneh. Hal-hal itu yang membayangiku. Inginku mencoba menghapusnya, namun tak bisa. Seperti kisah cintaku yang tak akan bisa ku hapus dengan cepat. Saat hati ini bimbang seakan mengalami dilema besar, ku coba untuk meraih cahaya itu walau habis terang. Suatu waktu aku akan kembali pulang ke dalam anganku yang lalu. Hatiku berbisik lirih, tak perlu keliling dunia untuk mencari cinta. Bagai kepompong yang berusaha menjadi kupu-kupu, aku juga berusaha mencari cinta sejatiku. Suatu saat nanti ku yakin akhir cinta abadi akan ku dapatkan. Walau kau berada di tempat berbeda, tapi kau matahariku yang akan menyinariku setiap saat. Ku tak ‘kan bisa menghapus jejakmu. Hari yang cerah ini karena engkau. Tak ‘kan sanggup ku simpan kau di balik awan. Ku rasakan cinta ini membunuhku, ku tak bisa hidup tanpamu. Terlalu sadis andai kau diam tanpa kata, tega nian andai kau acuhkan aku. Namun pada akhirnya ku berpikir, hiperbolakah mimpiku ini?
  • Sabtu
Ku tak berpikir macam-macam saat ku alami mimpi itu. Ku hanya merasa bahwa mimpi itu terlalu aneh. Ku dapat basah yang nantinya berujung basah. Ku berharap untuk malam ini semoga tak ada mimpi aneh itu lagi. Seketika itu ku teringat kejadian basah yang aku alami maupun lihat tadi siang. Temanku yang berulang tahun diangkat dan kemudian dimasukkan ke dalam kolam. Basah tubuhnya tak membuatnya malu namun menjadikannya tambah aneh saja. Di kelas, temanku menumpahkan air yang ada di botol minumnya. Mungkin karena kecerobohannya, sehingga air itu tumpah mengenai sebagian bajunya. Di kantin sekolah, temanku dengan usilnya menyiram sepatuku dengan air mineral yang diminumnya. Sewaktu pulang sekolah, hujan turun dengan lebatnya. Walau sudah memakai jas hujan, namun tetap saja basah baju seragamku. Mungkin saja basah tak akan lepas dari hidupku. Inginku hidup tenang tanpa mimpi itu. Doa ku panjatkan dan akhirnya pagi menjemputku. Tanpa mimpi itu, tanpa basah itu. Aku bangun dengan semangat tinggi. Tapi hati kecilku turut bicara, mungkinkah ini di dalam mimpi?
  • Minggu
Mata dibalas mata. Semua yang kita lakukan di dunia, nanti akan mendapat balasannya. Seiring berjalannya waktu, semua yang tercipta akan selalu berubah. Setiap detik adalah perubahan. Entah sekarang, besok, ataupun nanti, nyawa kita pastilah akan berpisah dengan raga kita. Sekarang ku sandarkan angan harapan di pundak sang Agung. Hidup sempurna tak akan bisa. Namun mendekati sempurna bukanlah hal mustahil. Hanya sederhana, don’t use the same word for tomorrow. Jangan lakukan kesalahan yang sama untuk esok hari. Uh, hidup sungguh berat. Untukku hidup masih lebih ringan daripada harus menjalani mimpi-mimpiku yang aneh. Malam ini aku berharap semoga mimpi itu tak datang lagi. Ku pejamkan mata dan ku redupkan anganku. Walau mata ini terpejam, tapi entah kenapa sepertinya cahaya terang sangat menyilaukan mataku. Saat ku buka mata, nampak tubuhku telah melayang melewati awan-awan putih yang cukup cerah. Tubuhku diangkat oleh puluhan peri kecil yang sangat imut. Mereka sangat bersemangat mengajakku terbang melampaui setiap inchi lapisan langit. Tak terasa bumi di bawah sana sudah terlihat sangat kecil. Tampak di depan mataku sebuah istana di atas awan yang sangat megah. Banyak bidadari yang terbang hilir mudik di depanku. Tubuh mereka yang mengagumkan membuat mataku terpana. Tak tampak rasa malu di wajah mereka walau mereka hanya memakai pakaian tipis dari kain sutra. Tubuhku kemudian diajak masuk ke dalam istana oleh puluhan peri tadi. Entah ke mana aku tak tahu sampai akhirnya aku masuk ke dalam sebuah ruangan. Itu bukan ruangan tapi sebuah taman dengan kolam yang luas menghiasinya. Di kolam itu ada tiga bidadari yang sedang mandi. Tak ada sehelai benang pun yang melekat pada tubuh mereka. Pemandangan itu sangat mengesankan. Tubuh elok mereka sangat menawan. Tak terasa anganku menuju puncaknya. Semakin lama di istana awan ini, pikiranku semakin menggila. Aku tak tahu ini mimpi atau bukan. Selain tiga bidadari yang sedang mandi tadi, di taman itu juga menjadi tempat bermainnya para penghuni istana. Bidadari-bidadari saling berkejaran di sekelilingku. Anganku benar-benar hampir mencapai puncaknya. Sungguh berat beban ini. Ingin ku tahan lebih lama namun tak bisa. Perasaanku meluap, anganku meleleh. Tubuhku terhempas kembali ke tempat tidurku. Ku buka mata dan ku lihat sekelilingku. Ini benar kamarku. Ada sesuatu yang basah di celanaku. Ku coba untuk merabanya dan ku yakin itu basah. Basah ini di dalam tak seperti kemarin. Ya, aku yakin tentang hal ini. Mungkin ini akhir dari semua mimpiku. Penderitaan berujung bahagia. Rasa lelah yang menyelimutiku membuatku tertidur kembali. Basah itu tak ku hiraukan. Di dalam mimpi ini ku bermimpi bahwa mimpiku ini ada di dalam mimpi. Aku berharap semua berakhir. Namun tak ada yang bisa menjawab, di manakah mimpiku ini akan berakhir?
Baca SelengkapnyaDream In The Dream (When I Get The Wet)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Senyum Seorang Bidadari

Taman ini masih sama seperti dulu. Masih hijau karena rumputnya, masih indah karena bunganya, dan masih sejuk karena kenangannya. Taman ini juga masih sama seperti dulu. Masih lekat di ingatan, masih tersimpan di memori, dan masih terkenang di dalam mimpi. Taman ini jadi saksi bisu saat kita sering habiskan waktu di sini. Saat kita menatap senja di sisi tak terjangkau.

Masih di bangku ini aku duduk. Tak bosannya kutatap wajahmu. Masih sama seperti dulu, tetap menenangkan. Kau tampak asyik menonton tingkah polah beberapa anak balita yang sedang bermain. Tawa riang anak-anak itu seakan tak terdengar di telingaku. Hanya nyanyian hatiku yang terdengar, hati yang bersemi karena menatapmu. Tiba-tiba kau menoleh ke arahku dan tersenyum. Senyum yang tak ternilai harganya, senyum seorang bidadari. Aku tak bisa berkata apa-apa, selain hanya tersenyum. Dari rautmu aku tahu kau heran. Heran dengan tingkahku. Kau tersenyum sekali lagi dan berpaling kembali menonton anak-anak itu.

Tampak di keningmu setetes keringat berusaha untuk meleleh turun ke pipimu. Namun itu tak dapat hilangkan aura kedamaian di wajahmu. Aura yang dapat hilangkan gundahku, aura yang dapat mengisi kembali semangatku yang mulai pudar. Kau ambil tisu di saku celanamu dan mulai hapuskan keringatmu. Angin pun berhembus dan meniup tisumu jatuh. Dan saat kau membungkuk untuk mengambil tisu itu, aku bisa melihat apa yang tadinya kuharap hanya imajinasiku. Di sisi lain, dia juga tak bosan menatapmu. Tangan kalian saling menggenggam seperti sebuah simpul yang tak mau lepas. Seiring dengan hancurnya hatiku, kukuatkan diriku. Aku harap dia juga merasakan hal yang sama denganku saat menatapmu.
Baca SelengkapnyaSenyum Seorang Bidadari

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Satu Huruf

“Selamat malam Thifa dan nice dream…..,” kata Diko mengakhiri pembicaraan.
Baru saja Thifa menelepon ke handphone Diko sambil sedikit menangis. Sudah tiga hari ini mereka berdua tidak berjumpa. Diko sedih ketika Thifa mengatakan kekangenannya sambil terisak. Diko memang sedang berlibur di rumah saudaranya yang ada di Medan. Baru beberapa hari lagi Diko akan pulang ke Jogja. Di dalam hati Diko pun turut bersedih. Bagaimana tidak, sepasang kekasih yang ke mana-mana selalu bersama ini tak akan berjumpa untuk waktu satu minggu. Yah, memang terkesan berlebihan. Tapi memang itulah kenyataaannya.
Entah kenapa malam ini Diko belum merasa mengantuk. Mungkin gara-gara tadi siang Diko tidur lama sekali. Sifat Diko yang suka sekali tidur sudah sering dikritik oleh Thifa. Cewek itu tak suka karena merasa waktu untuk dirinya menjadi berkurang. Terbukti, sewaktu tidur siang tadi di handphone Diko terdapat lima panggilan tak terjawab dan tiga SMS yang masuk.
Sekarang Diko bersandar di dinding kamar lantai dua ini. Sambil membaca novel berjudul Love Before Death milik tantenya, Diko terdiam menyelami isi novel itu. Novel itu bercerita tentang seorang wanita yang memendam rasa cintanya kepada seorang pria. Si wanita tak berani mengungkapkan perasaannya. Dia hanya berani memberi hadiah kepada pria itu serta melakukan hal-hal yang membuat pria itu senang. Waktu terus berlalu hingga si wanita berani untuk mengungkapkan perasaannya. Sesaat sebelum si wanita mengungkapkannya, pria yang menjadi cintanya itu mati karena menyelamatkan si wanita yang hampir tertabrak truk. Wanita itu menangis sejadi-jadinya di tempat itu. Yang tak diketahui oleh si wanita adalah ternyata pria itu juga mempunyai rasa yang sama dengan si wanita itu. Memang, cinta tak mudah untuk dimengerti.
Setelah novel itu selesai Diko baca, dia teringat akan kenangannya yang sulit untuk dilupakan. Kenangan yang dimulai setengah tahun yang lalu. Kenangan yang sempat membuatnya bingung. Tak butuh waktu lama Diko masuk ke dalam lamunannya lagi.

###

Waktu menunjukkan pukul 8 malam. Suara jangkrik mulai terdengar bersahut-sahutan. Diko sedang sibuk dengan buku sejarahnya. Belajar, belajar, dan belajar. Besok adalah hari keenam ujian semesternya. Mata pelajaran besok cukup membuat Diko pusing, Sejarah dan Seni Rupa. Bukan Seni Rupa yang membuatnya pusing, tapi Sejarah. Diko paling tak bisa mengingat terlalu detail tentang pelajaran Sejarah. Maka dari itu, Diko dengan sungguh-sungguh membaca dan membaca buku sejarah yang ada di tangannya itu. Tiba-tiba handphone di sampingnya berbunyi. Ada SMS masuk. Dari Thifa. Tumben sekali dia SMS. Seingat Diko baru dua kali selama enam bulan terakhir ini Thifa mengirim SMS kepadanya. Diko penasaran apa isinya.

Mlm, mav klo ggg. Bsk aq blh pnjm bk pkt sjrhmu g? Sekali lg mav klo ggg

Tepat seperti dugaan Diko, hanya keperluan seperti itu. Tanpa banyak berpikir Diko langsung membalasnya.

Y

Sebuah jawaban singkat dari Diko. Sangat singkat malahan. Diko kemudian melanjutkan belajarnya tanpa memikirkan reaksi ataupun keterkejutan Thifa yang menerima SMS tersebut. Satu huruf itu akan merubah kehidupan Diko dan Thifa segera.
Keesokan harinya Diko langsung menemui Thifa yang telah menunggunya dari tadi. Diko meminta maaf karena telah membuat Thifa menunggu. Diko segera menyerahkan buku paket sejarah yang dipinjam Thifa tadi malam lewat SMS. Tampak raut kegembiraan di wajah Thifa. Entah kenapa Diko pun tak tahu. Setelah itu, Diko segera melanjutkan belajarnya tadi malam. Diko tak ingin nilai sejarahnya jelek.
Hari ini berlalu dengan menyenangkan. Diko berhasil mengerjakan soal-soal tadi dengan perasaan yakin. Tentang hasilnya, Diko tak mau memikirkannya. Yang penting mengerjakan dengan yakin. Di rumah, Diko menghabiskan waktunya untuk membaca komik kegemarannya. Saking asyiknya tak terasa hari mulai malam.
Seperti kemarin, sekarang waktu menunjukkan pukul 8 malam. Handphone Diko berbunyi. Kembali, SMS dari Tifa. Ada apa gerangan hingga Thifa kembali menghubungi Diko. Besok hari Minggu, tak mungkin Thifa bertanya tentang pelajaran. Sekali lagi dengan penasaran dia baca SMS itu.

Mlm, dik. Mav klo ggg, tp makaci bukuny td y. Gy ngapa nich?

Kaget. Begitulah perasaan Diko. Tak biasanya Thifa mengiriminya SMS seperti itu. Tanpa berpikir macam-macam Diko segera membalasnya.

Mlm. Aq gy nntn tv ni. Da p’lu pa y?

Balas-membalas SMS pun terjadi. Hingga akhirnya pukul 10 malam Diko memutuskan untuk tidur. Setelah malam itu, hampir setiap malam Thifa mengirim SMS kepada Diko. Diko yang mulai berpikir tentang satu hal, tak keberatan dengan hal itu.
Seperti biasa, Diko menerima SMS dari Thifa. Iseng Diko memberi kuis kecil kepada Thifa. Diko memang suka kepada tebakan-tebakan yang aneh.

552688 74446682777

“Hei, Dik! SMSmu tadi malam artinya apa sih? Yang angka itu lho,” tanya Thifa keesokan harinya di kelas.
“Belum tahu juga artinya? Mau aku kasih tahu?” Diko menawarkan.
“Boleh,”
“Angka-angka itu menunjukkan huruf,”
“Maksudmu?”
“Coba kamu pencet tombol di handphone sebanyak jumlah angka itu. Misal 55, kamu pencet angka 5 sebanyak 2 kali. Apa yang muncul?”
“Huruf K,”
“Benar. Sekarang teruskan!”
“2 jadi A, 6 jadi M, 88 jadi U, iya kan?”
“Tepat!”
“Jadi artinya.........KAMU PINTAR. Benar nggak?”
“Tepat! Mudah ‘kan?” tanya Diko.
“Ouw, gitu. Ternyata mudah banget ya. Kamu pintar Diko,” puji Thifa.
Diko tersipu malu mendengar pujian tersebut. Baru pertama kali ini Thifa memujinya seperti itu. Rasanya seperti mimpi. Tapi di sisi lain, Thifa heran kepada Diko. Betapa mudahnya pertanyaan Diko tapi dia tak bisa menjawabnya. Diko sangatlah pintar pikirnya. Hal lain yang membuatnya heran adalah perubahan Diko. Selama ini dia mengenal Diko sebagai teman yang pendiam dan jarang ngobrol dengan cewek di kelasnya. Tapi semenjak Thifa sering SMS dan ngobrol dengan Diko, Diko berubah. Dia jadi sering ngobrol dengan cewek di kelasnya, tidak acuh lagi terhadap cewek, dan pastinya Diko tidak pendiam lagi.
Setelah hari itu, SMS dari Thifa yang masuk ke handphone Diko pun menjadi setiap hari. Huruf Y, satu huruf itu telah mengubah kehidupan Diko dan Thifa. Dua insan yang sebelumnya jarang atau bisa dibilang tak pernah saling berkomunikasi ini, sekarang menjadi akrab. Mereka jadi sering ngobrol, bercanda, atau yang biasa dilakukan, SMS.
Entah kenapa setiap hari wajah Thifa selalu terlihat ceria. Hal yang aneh menurut teman-temannya. Tak pernah dia seceria ini. Wajah ceria itu menjadi sangat tampak tiap kali Thifa ngobrol dengan Diko. Pernah suatu kali ketika Diko tersenyum, wajah Thifa tampak memerah mungkin bahagia bercampur malu. Namun wajah ceria itu tak nampak lagi ketika Thifa membaca SMS dari Diko. Hanya raut kebingungan yang hadir menghiasinya.

317965#71359#3145479#742697#8213

Tiap Diko memberi kuis kepada Thifa, dia pasti memberikan waktu semalam untuk Thifa berpikir. Diko yakin pasti Thifa tidak bisa menjawabnya. Keyakinan itu menjadi kenyataan di keesokan harinya.
“Aku nyerah, Dik! Kuismu sulit banget.....,” keluh Thifa sembari duduk di sebelah Diko.
“Haduhadu, cuma segitu aja nggak bisa? Gampang banget kok,” jawab Diko sambil tersenyum.
“Sudahlah, apa jawabannya?”
“Pertama pegang handphonemu. Kemudian hubungkan angka-angka itu,”
“Maksudmu?”
“Hubungkan angka-angka itu berdasar handphonemu,”
“Gimana sih?”
“Lihat handphonemu, terus hubungkan angka-angka itu. Contohnya, 317965 kalau dihubungkan dengan garis akan membentuk huruf G ‘kan?”
“3, 1, 7, 9, 6, 5…….iya, iya, huruf G!” seru Thifa kegirangan.
“Coba dengan yang lain!” perintah Diko.
“Tanda pagar ini untuk apa?”
“Itu sebagai pemisah antarhuruf ,”
“7, 1, 3, 5, 9......huruf R ya?”
“Tepat,”
“Jadi arti keseluruhannya adalah........hmm.......G, R, E, A, T......GREAT ‘kan?”
“Tepat! Good job, girl,”
“Hore.....! Tapi kok gampang banget sih. Tadi malam aku mikir itu sampai pusing lho,”
“Semua kuis yang aku kasih itu simple kok,”
“Kamu pintar Diko,”
Sekali lagi pujian keluar dari mulut Thifa. Entah sudah berapa kali. Hal itu membuat kesimpulan Diko hampir benar. Kesimpulan yang ada di hatinya. Juga perasaan yang ada di hati Thifa.
“Eh, kamu sudah punya someone special ya?” Diko bertanya kepada Thifa suatu hari. Pertanyaan itu mengejutkan Thifa.
“Kok kamu tahu?” Thifa malah balik bertanya.
”Aku cuma tanya kok,” jawab Diko enteng diiringi senyum tipis di bibirnya.
Sepenggal jawaban dari Thifa tadi cukup meyakinkan Diko. Entah tentang apa, tapi yang pasti dia cukup yakin.
Malam minggu, malam untuk para pencari cinta. Malam ini Diko terpaku kepada buku yang sedang dibacanya. Buku yang menurut teman-temannya tak menarik itu berjudul ”Trik Membaca Raut Wajah”. Tepat saat Diko sedang membaca halaman tengah buku itu, handphone Diko bergetar. SMS dari Thifa. Kali ini Diko tak perlu terkejut. Hal yang biasa telah menjadi kebiasaan. Malahan sering kali tiap dia menerima SMS dari Thifa, dia menggerutu ”Ganggu orang aja”.
Seperti malam-malam yang telah lalu, malam ini pun kedua insan itu asyik ber-SMS ria. Dan seperti malam-malam yang lalu, Diko pun memberi tebakan kecil kepada Thifa. Walau bukan tebakan, tapi hanya sekedar kalimat panjang.

Hai dunia yang cantik, tanya bintang maukah sang bulan kau
rayu untuk jadi teman tidur kekasihku?

Seperti tebakan-tebakan yang lalu, Thifa tak dapat mengerti jalan pikiran Diko. Menurutnya, Diko itu terlalu aneh untuk dipikirkan. Thifa bermaksud menanyakan apa maksud dari pesan tersebut esok hari.
”Hei, Dik!” sapa Thifa saat jam istirahat sekolah.
”Hei, juga!” Diko balik menyapa.
”Kalimatmu tadi malam maksudnya apa sih?” tanya Thifa tak sabar.
”Itu nggak perlu dipikirkan. Aku harap kamu sendiri yang tahu, tanpa aku kasih tahu,”
”Kenapa?”
”Pokoknya aku nggak mau kasih tahu sekarang,”
”Oke kalau begitu,”
Diko tersenyum dalam hati. Dia hanya sekedar iseng, namun isi dari pesan Diko itu segera akan terjadi. Dia berpikir, ini belum saatnya. Di lain pihak, Thifa bingung dengan pesan tersebut. Dia akan terus mencoba mencari tahu arti pesan itu, namun dengan waktu yang lama.
Hari ini hari Selasa. Wajah murid-murid Poema, Diko menyebut kelasnya begitu, terlihat sangat ceria. Jam pertama hari ini adalah pelajaran Matematika. Gurunya yang kocak membuat Diko dan teman-temannya cukup menikmati pelajaran tersebut. Saking kocaknya, Pak Badu, nama guru tersebut, sering membuat lelucon dengan menjodoh-jodohkan anak didiknya tersebut. Hari ini giliran Diko yang dijodohkan dengan Tami. Tapi anehnya, teman-teman Diko tak ramai seperti biasanya. Biasanya, saat Pak Badu mulai menjodoh-jodohkan, kelas itu rasanya akan pecah karena suara tawa penghuninya. Mungkin karena murid-murid telah bosan dengan hal itu. Namun ada seseorang yang sepertinya tak senang mendengar lelucon Pak Badu tersebut. Entah mengapa.
Percakapan antara Diko dan Thifa di jam istirahat telah terjadi. Canda tawa mengiringinya.
”Eh, tadi waktu kamu dijodohin sama Tami, ada seseorang yang bilang ’kenapa sama Tami? Kenapa nggak sama aku saja?’ lho,” kata Thifa serius.
”Hmm.....kayaknya aku tahu siapa orangnya,” jawab Diko yakin.
”Yang benar?” tanya Thifa tak yakin.
”Saat Pak Badu njodohin, kelas sedang tenang. Kalau kamu dengar orang tadi bilang begitu, berarti dia ada di dekat kamu. Entah di depan, belakang, atau samping. Misal dia di depanmu, sepertinya kamu nggak mungkin dengar karena suaranya pasti cuma pelan. Di belakang dan samping kananmu ada cowok. Jadi nggak mungkin. Yang tersisa hanya teman yang ada di samping kirimu yang duduk di sebelahmu itu dan mungkin juga orang itu kamu sendiri,”
Thifa terkejut mendengarnya.
”Tapi Fani, yang duduk di sebelahmu, sepertinya mustahil. Dia nggak mungkin bilang terang-terangan kayak gitu. Sudah pasti, yang tersisa cuma kamu. Iya ’kan Thifa?” lanjut Diko.
”Eh, eh......oke, aku ngaku. Orang itu memang aku. Sebenarnya aku itu suka sama kamu. Tapi aku malu,” Thifa berkata sambil tersipu dalam kondisi masih kaget.
Hati Diko bersemu merah. Begitu juga hati Thifa. Dengan lemparan Strike, Diko berhasil membuat Thifa mengaku. Terkesan seperti detektif. Namun status tidak langsung mereka ambil. Hanya berteman lebih dahulu, itu kesepakatan keduanya.
Hari demi hari berlalu hingga berganti minggu dan bulan. Tepat pada tanggal 26 Februari, Thifa memberikan kado kepada Diko. Hari itu Diko berulang tahun. Sungguh bahagianya.
Hari-hari dilalui mereka berdua dengan canda tawa, cemburu, tangis, dan saling curhat. Canda tawa sangat sering mereka tunjukkan melalui SMS. Tangis dan cemburu pernah melanda Thifa saat dia melihat Diko berada di sebuah bus Trans Jogja. Kejadian itu cukup membuat Thifa merasa sedih. Namun itu tak berlangsung lama, karena Diko mampu membuat hati Thifa ceria kembali. Curhat, hampir setiap hari mereka lakukan.
Satu bulan setelah ulang tahun Diko, tepatnya tanggal 31 Maret, status akhirnya mereka ambil. Diko dan Thifa akhirnya berstatus. Thifa pun bercerita bahwa dia mulai suka kepada Diko setelah dia menerima balasan SMS dari Diko yang berisi satu huruf, Y. Entah kenapa, Thifa rasanya senang sekali mendapat balasan itu. Siapa sangka, satu huruf itu mampu mengubah kehidupan dua insan yang sedang tumbuh mencari jati diri mereka. Satu huruf yang hebat.
Bulan demi bulan telah berganti. Diko dan Thifa menjalani hari mereka dengan ditemani sang mega dan matahari. Penuh ceria, sedih, tangis, emosi, pertengkaran, cemburu, dan saling memaafkan. Diko akhirnya memberitahukan maksud dari pesan yang Thifa belum tahu artinya.
”Masih ingat ’kan kalimatnya? HAI DUNIA YANG CANTIK, TANYA BINTANG MAUKAH SANG BULAN KAU RAYU UNTUK JADI TEMAN TIDUR KEKASIHKU? Coba kamu ambil kata pertamanya!” Diko mulai menjelaskan.
”HAI?” tanya Thifa.
”Benar. Sekarang ambil kata ketiga setelah kata pertama. CANTIK. Setelah itu lanjutkan tiap kata ketiga hingga akhir,”
”MAUKAH, KAU, JADI, KEKASIHKU?”
”Sekarang rangkai semuanya,”
”HAI CANTIK, MAUKAH KAU JADI KEKASIHKU?”
”Mau?”
”Jadi kamu dari dulu......,”
”Gimana ya?? Nggak tahu ah…..,”
“Kamu jahat. Kenapa nggak bilang dari dulu?”
”Kalau aku bilang dulu, nanti kamu nggak nembak aku donk. Hahahahaha........,”
”Diko jahat..................,” seru Thifa disusul dengan tawa mereka berdua.

###

Lamunan Diko pecah saat suara tantenya memanggil. Diko segera tidur setelah menjawab panggilan tantenya itu. Kenangan itu membuatnya tersenyum sendiri. Hingga sekarang kenangan itu akan tetap dijaganya bersama Thifa. Menjalani hari mereka berdua diiringi irama sang mentari. Bersahutan bersama nada kicau sang burung perak. Entah sampai kapan, yang pasti Diko bahagia menjalani hari-harinya bersama Thifa.
Baca SelengkapnyaSatu Huruf

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS