© |
Pernahkah kamu temui sisipan
sindiran lewat seuntai pesan, satir lembut bernada getir, atau simbolisasi
pujaan dalam bait puisi? Bukan di dunia nyata, bukan di dunia yang nyatanya
sangat damai sejahtera. Ini tentang dunia maya, dunia terbalik yang gaduh,
riuh, dan tak acuh. Dunia penuh sindiran, satir, dan simbolisasi. Dunia dengan
satu kalimat bijak, “Tak ada yang lebih benar selain golonganku”.
Andai saja Facebook tak ada,
andai saja Mark tak terpikir untuk coding
produk ini, mungkin saja perang foto tak ada juga. Tak akan pernah ada status
saling sindir antarpendukung, tak ada juga makian serta cercaan yang saling
mengisi linimasa.
Andai saja Twitter tak ada, andai
saja “burung biru” itu lepas terbang, mungkin saja 140 karakter saling serang
tak pernah ada juga. Tak akan pernah ada tweetwar
seru hingga flooding, tak ada juga hashtag sekadar sindir, serta tak akan
pernah ada hashtag spesifik ditambah mention yang saling tindih di linimasa.
Andai saja portal berita online dan media lain tak pernah ada,
mungkin saja black campaign tak
pernah muncul. Tak ada saling gugat, saling tuduh, juga saling hasut. Mungkin
semua tampak damai tanpa kehadiran media.
Andai
saja. Andai saja masalah sosial tak dibawa ke dunia maya, tentu tenggang rasa
akan terus terpelihara. Andai saja masalah agama tak dibawa ke dunia maya,
tentu toleransi akan langgeng terjaga. Andai saja masalah golongan tak dibawa
ke dunia maya, tentu kebencian tak akan nyata. Andai saja tak ada dunia maya,
tentu kehidupan akan lebih tertata. Andai saja tak ada kehidupan, tentu saja
tulisan ini tak akan pernah ada.