“Lihat
aku, aku jadi best seller lho.....”
kata sebuah buku novel karya penulis terkenal. “Best seller kalau cuma bikin orang senang berimajinasi, sama aja
bohong...” kata buku yang lain. “Aku nich, buku kesehatan pasti banyak orang
yang jadi sehat karena aku. Hahaha......” sebuah buku kesehatan tertawa angkuh.
Buku yang lain tak kalah angkuh. Mereka saling menyombongkan diri dan
menjatuhkan buku yang lain. Riuh di sebuah toko buku.
Saling
mencari kelemahan mungkin adalah hal biasa di jaman sekarang. Saling
menjatuhkan untuk berdiri di puncak paling atas. Serta saling sikut untuk
buktikan tak ada lagi yang sehebat diri sendiri. Semua diusahakan, dilakukan,
dan dipaksakan supaya semua mata memandangnya. Entah mata sinis, setuju, atau
acuh.
Saat
kita memandang ke atas, mungkin hanya sebagian kecil yang dapat kita jadikan
contoh baik. Sebagian yang lain hanya pendompleng dengan pengakuan bahwa mereka
paling peduli. Ke atas, kepada pemerintahan kita. Ada lagi selain saling tuduh,
saling hantam, dan saling angkat tangan?
Aku,
kamu, dan perbedaan di antara kita. Tak ada manusia yang tercipta sama, bahkan
kembar sekalipun. Kita pun begitu. Tercipta beda dengan karakter yang tak sama.
Suatu waktu aku berjalan dan melihatmu berkumpul dengan kalanganmu. Orang
mungkin menyebutnya “teknokrat” atau apalah itu. Tapi aku senang menyebutnya sebagai
“pemikir yang punya misi”. Di waktu yang lain aku melihat temanmu. Dia
“aktivis”, begitu kata orang. Perjuangannya memang tak diragukan. Perjuangan
yang harus sesuai sistem dan alur. Perjuangan yang menolak segala non-mainstream, nyleneh, ataupun intermezzo.
Absurd yang aku ungkapkan di sini?
Memang begitulah. Terkadang bicara lugas dan apa adanya sangat ditentang di
negeri ini. Lingkunganku tak kalah begitu. Perbedaan akan langsung ditendang,
pemikiran akan langsung dibuang. You know
that we are different. Kita Indonesia, berbeda tapi tetap satu. So, masih tetapkah kita berselisih?
Mungkin
aku bukan golonganmu, bukan juga kalanganmu. Tapi aku di sini, mendukungmu
selalu. Aku tak pernah menjatuhkanmu. Aku hanya kadang berpikir “salahkah jika
aku berbeda?”. Kita punya style
masing-masing. Kita berjalan dengan kemampuan terpendam kita. Kita tunjukkan
bahwa kita dapat saling mendukung, saling melengkapi. Bukan kerja bareng, tapi
kerja sama. Saat kau di jalan mainstream,
aku berlalu di tapak non-mainstream. Percayalah,
kita akan tersenyum bersama karena aku, kamu, dan perbedaan kita ini.