© |
Siapa sih manusia di dunia ini
yang nggak punya wajah? Pasti semua punya, kecuali para slender man. Wajah adalah salah satu bagian tubuh yang sangat
berguna. Buat apa? Ya buat ngenalin orang. Bisa sih ngenalin orang dari lihat
kaki, tangan, atau bentuk perutnya. Tapi kurang etis, nggak sopan. Paling masuk
akal ya lihat wajahnya.
Kenapa wajah tiap orang berbeda,
sehingga kita bisa membedakan si ini dan si itu? Walaupun anak kembar, tapi
pasti ada sedikit bagian yang membedakan dengan kembarannya yang lain. Ini dikarenakan
susunan DNA tiap manusia berbeda, sehingga susunan asam aminonya juga berbeda. Nah,
karena wajah, juga bagian tubuh lain, dibentuk oleh asam amino, jadi ya bentuk
wajah tiap orang berbeda. Maka dari itu, kita bisa ngenalin tiap-tiap orang.
Wajah, pada kasus tertentu, dapat
menimbulkan efek psikologis yang cukup mengganggu. Setidaknya ini yang pernah
aku rasakan. Ini terjadi saat hari pertama aku masuk Sekolah Dasar (SD). Seperti
anak pada umumnya yang punya rasa ingin tahu berlebih, aku pandangi wajah
temanku satu per satu, sambil menghapal nama mereka. Hingga tiba pandanganku
terpaku pada salah satu teman gadis, “yang tercantik di kelas” begitulah
pikiranku saat itu. Pandanganku tak beralih hingga dia keluar kelas, berlalu,
dan menghilang. Dan selama hari itu, terkadang kelebatan wajahnya merusak konsentrasiku.
Keesokan harinya pun, hal kemarin
terulang kembali. Tiap memandang wajahnya, konsentrasiku rusak. Apapun yang aku
kerjakan, pasti tertunda. Aku akui, aku kepikiran wajahnya. Dia yang manis, dia
yang cantik. Ya, ini pikiranku saat itu. Pikiran anak SD. Hari pun terus
berlalu, pelan-pelan kuhalangi keinginanku untuk memandang wajahnya. Pelan-pelan
kukuatkan hati. Dan, pada akhirnya hatiku tetap tak mampu.
Lama waktu berlalu, hal yang
hampir serupa kembali terjadi. Saat itu hari pertama masuk Sekolah Menengah
Pertama (SMP). Sebagaimana terjadi di semua sekolah, hari pertama pasti diisi
dengan perkenalan. Satu per satu memperkenalkan diri, hingga tiba giliran
seorang gadis berkerudung putih maju. Wajahnya tak terlalu cantik, tapi manis
untuk dipandangi. Saat itu aku belum sadar apa yang akan terjadi. Tapi tak
berselang lama, senyum di wajahnya mengganggu pikiranku. Ah, seperti 6 tahun
lalu, walau gadis yang berbeda.
Selayaknya anak ingusan yang
perlahan menginjak puber, ada rasa tertarik kepadanya. Ada keinginan untuk
memandang wajahnya. Tapi konsekuensinya, konsentrasiku harus terganggu. Apa yang
aku kerjakan, menjadi kurang fokus. Seperti saat aku SD, kucoba untuk
menguatkan hati. Perlahan kucoba menghapus bayangan wajahnya. Dan pada akhirnya,
aku tetap tak mampu.
Kini, masa remaja telah kulewati,
level kuliah telah kupijak. Aku telah belajar sebuah pelajaran penting, “Jika
hatimu masih lemah, jangan memandang wajah seorang gadis terlalu lama. Itu berbahaya!”.
Semenjak masuk Sekolah Menengah Akhir (SMA), aku tak mau kejadian “pandangan
pertama” itu terulang kembali. Sudah cukup efek psikologis itu menyerang. Perlahan
kucoba menahan pandanganku. Sehari, sepekan, sebulan, hingga bulan datang
bergantian, hatiku mulai tertata. Pikiranku bisa fokus untuk pelajaran. Yah,
mungkin untuk beberapa momen, hatiku menjadi lemah. Tapi, anyway, setidaknya sudah lebih baik dan hatiku lebih tenang dari 2
level sekolah sebelumnya.
Sekarang, di saat hatiku lebih
kuat, aku merasa menahan pandangan sangatlah penting. Walau mungkin ada saatnya
aku khilaf memandang wajah seorang gadis -agak- terlalu lama, saat itu juga
kukuatkan kembali hatiku. Tapi salah nggak sih kalau aku justru menyalahkan
gadis itu, kenapa wajahnya terlalu manis? Apapun itu, jika ingin hidup lebih
nyaman, tahanlah pandangan. Selain itu, juga bisa bikin pikiran lebih fokus,
nggak kepikiran wajahnya terus. Dan yang lebih penting, nggak dapat marah dari
Sang Penguasa Alam.
Hei gadis,
tahukah kamu, kalau terkadang wajahmu goyahkan hatiku? Oke, mari kita tundukkan
kepala dan menahan pandangan kita bersama.
Tweet |
0 comments:
Post a Comment