Catatan perjalanan mimpi selama sepekan
Capek, mengantuk, dan malas. Hal itu yang ku rasakan hampir setiap malam. Entah karena banyaknya kegiatan atau memang itu sifatku, aku tak tahu. Aku memang siswa yang tak begitu pintar, tak begitu menonjol prestasinya, tapi aku yakin esok hari adalah saksi di mana aku berhasil mengalahkan dunia. Ku tutup buku pelajaran untuk malam ini. Ku rebahkan diriku yang telah payah ini ke atas ranjang empuk yang telah siap menangkapku. Sebelum itu, tak lupa aku matikan sang penerang malam di kamarku itu. Mata yang telah menemaniku hari ini coba untuk terpejam. Angan ini melayang coba ‘tuk menembus atap hingga mencapai ke langit ke tujuh. Tak berapa lama setelah punggungku menyentuh sprei lembut penutup kasur di kamarku ini, ku rasakan aku telah berada di sebuah tempat yang terang dan luas. Aku tak tahu itu mimpi atau bukan. Sejenak ku coba mengerti tempat asing ini. Nan jauh di sana ku lihat dua perempuan cantik bak bidadari sedang bercanda. Mereka bercanda dan tertawa ditemani sang angin yang sejak tadi telah membelai mesra tubuh mereka berdua. Ku terpana dalam kebingungan yang mulai merasuki pikiranku ini. Sejenak ku tutup mata untuk merenung. Saat ku buka mataku kembali, tempat tadi telah berganti dengan tempat yang telah aku kenal. Ya, kamarku. Aku kembali ke kamarku lagi. Namun ada sesuatu yang basah ku rasakan di celanaku. Ku coba untuk meraba, basah. Benakku berpikir, basah karena apa? Basah di bagian luar celana, tak seperti biasanya. Tak sengaja ku lihat ke atas. Tampak di atap sebuah lubang telah menganga. Mungkin basah itu dikarenakan air yang masuk sewaktu hujan tadi malam dan tepat mengenai celanaku. Ku coba bangun dari tempat tidur. Tapi karena peganganku tak tepat, maka jatuhlah aku ke lantai. Ada yang aneh, aku tak jatuh ke lantai. Sekarang aku berada di atas tanah. Ini halaman rumahku. Masihkah aku bermimpi? Lagi, basah tubuhku. Kini giliran bajuku yang basah. Sejenak ku mencari sumber basah itu. Ternyata aku terjatuh di genangan air yang timbul karena hujan tadi malam. Basah dan dingin, hanya itu yang ku rasakan. Ku coba untuk berdiri. Saat ku coba untuk melangkah, kakiku terpeleset karena genangan air tadi. Yah, jatuh lagi diriku ini. Suara berdebum mengagetkanku. Ini kamarku. Sinar mentari pagi telah menembus celah-celah jendela kamarku. Hangat, sehangat celanaku dan tubuhku. Tak ku hiraukan rasa itu. Aku segera berlari ke kamar mandi untuk membasuh tubuhku ini. Tak ku pikirkan juga apakah ini mimpi atau bukan.
Belajar telah selesai untuk malam ini. Ulangan telah menunggu untuk esok hari. Ku yakin saat kita berjuang untuk mencapai tujuan, pasti banyak halangan. Tapi jika kita percaya dan kuat, tujuan itu pasti akan kita dapat. Mataku sudah tak kuat untuk bertahan lebih lama. Akhirnya ku putuskan saja untuk tidur. Ku berdoa semoga aku tak mendapat mimpi seperti kemarin lagi. Tapi sepertinya hal kemarin terulang kembali. Tempatku sekarang ini lebih asing dari kemarin. Kini ku sedang menginjak awan. Sempat ku bergidik ngeri melihat ke bawah. Tampak di bawah warna hijau dan biru mendominasi bumi. Kini ku di atas awan, di atas bumi. Langkah pertamaku baik-baik saja. Namun saat ku melangkah lagi, kakiku terperosok, masuk menembus awan. Ku coba untuk menarik kakiku, namun malah tubuhku yang jatuh ke bawah melayang menuju bumi. Byuur, ternyata aku jatuh di kolam depan rumahku. Basahlah semua tubuhku. Inginku untuk segera mengganti baju yang basah ini, namun keinginanku tak terpenuhi. Saat ku buka mata setelah ku hapus air yang ada di sekitar mataku, tempat telah berubah. Ini kamarku. Ku berbaring di atas tempat tidur dengan celana telah basah. Ku raba, ku cermati. Basah itu seperti kemarin. Ya, memang dari atap lagi. Ayah ternyata belum memperbaiki atap itu. Hujan tadi malam membuatku basah lagi. Haus dahaga memaksaku untuk meneguk segelas air yang telah aku siapkan sebelum tidur tadi. Aku letakkan gelas berisi air itu di meja samping tempat tidurku. Ku ambil dan ku habiskan. Saat tegukan terakhir, air itu tumpah mengenai celana dan sebagian bajuku. Aku berpikir, masihkah ini mimpi?
Rabu. Hari capek. Tadi di sekolah ada pelajaran olahraga. Olahraga membuat badanku capek pada malam harinya. Aku putuskan untuk tidur lebih awal setelah ku selesaikan tugas yang tersisa. Sang penerang telah padam, selimut telah ku naikkan. Ragaku coba untuk melepas jiwa untuk sejenak. Jiwa yang mulai pergi ini coba untuk menembus alam mimpi, yang selanjutnya coba untuk mengajak bintang-bintang menari. Perjalanan mimpiku malam ini berawal dari sebuah danau. Danau yang cukup bersih dengan riak airnya di titik-titik penuh aura kesucian. Tampak sepasang burung sedang bercengkerama sambil menikmati indahnya menembus awan yang satu ke awan yang lain. Tak jauh dari tepi danau yang berselimut kabut tipis itu, tampak sesosok perempuan yang dengan asyiknya sedang membasuh tubuhnya dengan air danau yang bening menggoda itu. Dengan kemolekan tubuhnya bak bidadari yang mencari ketenangan, dia terlihat sangat mempesona. Setiap jengkal tubuhnya tampak sangat mengagumkan bagi siapa saja yang menatapnya. Tak sadar hasrat ini mulai tumbuh. Menuju puncak angan, ingin menggapai sang bidadari. Namun, hal itu datang kembali. Celanaku kembali basah. Entah karena apa, yang pasti sedetik kemudian aku telah berada di sebuah tempat yang sangat sepi. Di depanku hanya ada sebuah air terjun yang tak cukup besar menatapku bisu. Airnya yang tenang jatuh tepat kepada bagian bawah tubuhku. Aku yang tengah dalam posisi berbaring di atas batu pun, merasa kedinginan dengan hal itu. Ku berdiri untuk menjauh dari tempat itu. Tapi keberuntungan tak berpihak padaku. Kakiku terpeleset sebuah batu yang cukup licin. Aku terjatuh ke belakang dan kepalaku membentur batu itu dengan keras. Tapi aneh, batu itu terasa empuk. Saat ku pegang batu itu, ternyata itu adalah bantal yang ada di kamarku. Ini kamarku. Aku telah kembali. Ku hembuskan nafas lega sambil menutup mata untuk sejenak. Tak berapa lama aku terbangun dengan seluruh tubuh telah basah. Di depanku telah berdiri ibuku dengan ember di tangan. Ternyata aku baru saja disiram dengan air. Ibuku marah karena aku tak mau bangun-bangun dari tadi. Sejenak aku terdiam, masihkah ku bermimpi?
Tak banyak hal penting yang aku pikirkan. Hanya mengalir ikuti alur. Just let it flow. Tapi itu tak berarti aku tak memikirkan hidupku. Ku jalani hidup ini dengan sebuah tujuan demi menemukan sebuah arti. Banyak juga mimpi yang aku jaga. Mimpi bagaikan sebuah bunga di taman penuh cinta. Saat kau sirami dan rawat mimpi itu dengan siraman cahaya hati dan kasih sayang, kelak mimpi itu akan bersemi seindah bunga di taman. Itu pengandaian mimpi yang aku baca dari sebuah buku yang ada di depanku ini. Ku tutup buku itu dan berjalan dengan perlahan menuju tempat pembaringan. Sejenak ku berpikir tentang hari-hari kemarin. Mataku yang lelah mulai terpejam di dalam kamarku yang telah kelam sejak tadi. Seperti melayang, ku terbang melampaui langit biru dengan awan yang tampak putih bersih. Ku melayang dengan hati berdebar seakan takut untuk jatuh. Di depan sana ku lihat awan gelap mulai merayap. Ku lewati dengan mata terpejam seolah takut tubuh ini tertimpa hujaman air di dalamnya. Memang benar, tubuhku basah terkena air yang jatuh dari awan gelap itu. Saat ku mulai berani untuk membuka mata, ku sadari diriku telah berada di sebuah kamar mandi. Tubuh ini tanpa sehelai benang pun. Rasa gatal menyelimuti tubuhku. Ku mulai membasuh tubuh ini, menyabuninya, serta membasuhnya lagi. Segar aroma sabun, bersih dengan kebasahan ini. Tak sengaja sabun yang ada di sampingku jatuh. Ku coba untuk memungutnya. Namun, kakiku terpeleset lagi. Kepalaku membentur pintu kamar mandi yang terbuat dari besi itu. Bukan sakit yang ku dapat, tetapi empuk terasa di kepalaku. Ternyata aku terjatuh di karpet lantai kamarku. Aku tak mengerti apa yang telah terjadi. Bingung membuatku semakin bingung. Ku lupakan semua itu dan segera bangkit untuk mandi. Sinar mentari yang hangat telah masuk ke kamar melalui celah-celah jendela. Ku niatkan mengawali hari ini dengan semangat. Namun hati ini tetap menggumam, mimpikah ini?
Mimpi, basah, dan aneh. Hal-hal itu yang membayangiku. Inginku mencoba menghapusnya, namun tak bisa. Seperti kisah cintaku yang tak akan bisa ku hapus dengan cepat. Saat hati ini bimbang seakan mengalami dilema besar, ku coba untuk meraih cahaya itu walau habis terang. Suatu waktu aku akan kembali pulang ke dalam anganku yang lalu. Hatiku berbisik lirih, tak perlu keliling dunia untuk mencari cinta. Bagai kepompong yang berusaha menjadi kupu-kupu, aku juga berusaha mencari cinta sejatiku. Suatu saat nanti ku yakin akhir cinta abadi akan ku dapatkan. Walau kau berada di tempat berbeda, tapi kau matahariku yang akan menyinariku setiap saat. Ku tak ‘kan bisa menghapus jejakmu. Hari yang cerah ini karena engkau. Tak ‘kan sanggup ku simpan kau di balik awan. Ku rasakan cinta ini membunuhku, ku tak bisa hidup tanpamu. Terlalu sadis andai kau diam tanpa kata, tega nian andai kau acuhkan aku. Namun pada akhirnya ku berpikir, hiperbolakah mimpiku ini?
Ku tak berpikir macam-macam saat ku alami mimpi itu. Ku hanya merasa bahwa mimpi itu terlalu aneh. Ku dapat basah yang nantinya berujung basah. Ku berharap untuk malam ini semoga tak ada mimpi aneh itu lagi. Seketika itu ku teringat kejadian basah yang aku alami maupun lihat tadi siang. Temanku yang berulang tahun diangkat dan kemudian dimasukkan ke dalam kolam. Basah tubuhnya tak membuatnya malu namun menjadikannya tambah aneh saja. Di kelas, temanku menumpahkan air yang ada di botol minumnya. Mungkin karena kecerobohannya, sehingga air itu tumpah mengenai sebagian bajunya. Di kantin sekolah, temanku dengan usilnya menyiram sepatuku dengan air mineral yang diminumnya. Sewaktu pulang sekolah, hujan turun dengan lebatnya. Walau sudah memakai jas hujan, namun tetap saja basah baju seragamku. Mungkin saja basah tak akan lepas dari hidupku. Inginku hidup tenang tanpa mimpi itu. Doa ku panjatkan dan akhirnya pagi menjemputku. Tanpa mimpi itu, tanpa basah itu. Aku bangun dengan semangat tinggi. Tapi hati kecilku turut bicara, mungkinkah ini di dalam mimpi?
Mata dibalas mata. Semua yang kita lakukan di dunia, nanti akan mendapat balasannya. Seiring berjalannya waktu, semua yang tercipta akan selalu berubah. Setiap detik adalah perubahan. Entah sekarang, besok, ataupun nanti, nyawa kita pastilah akan berpisah dengan raga kita. Sekarang ku sandarkan angan harapan di pundak sang Agung. Hidup sempurna tak akan bisa. Namun mendekati sempurna bukanlah hal mustahil. Hanya sederhana, don’t use the same word for tomorrow. Jangan lakukan kesalahan yang sama untuk esok hari. Uh, hidup sungguh berat. Untukku hidup masih lebih ringan daripada harus menjalani mimpi-mimpiku yang aneh. Malam ini aku berharap semoga mimpi itu tak datang lagi. Ku pejamkan mata dan ku redupkan anganku. Walau mata ini terpejam, tapi entah kenapa sepertinya cahaya terang sangat menyilaukan mataku. Saat ku buka mata, nampak tubuhku telah melayang melewati awan-awan putih yang cukup cerah. Tubuhku diangkat oleh puluhan peri kecil yang sangat imut. Mereka sangat bersemangat mengajakku terbang melampaui setiap inchi lapisan langit. Tak terasa bumi di bawah sana sudah terlihat sangat kecil. Tampak di depan mataku sebuah istana di atas awan yang sangat megah. Banyak bidadari yang terbang hilir mudik di depanku. Tubuh mereka yang mengagumkan membuat mataku terpana. Tak tampak rasa malu di wajah mereka walau mereka hanya memakai pakaian tipis dari kain sutra. Tubuhku kemudian diajak masuk ke dalam istana oleh puluhan peri tadi. Entah ke mana aku tak tahu sampai akhirnya aku masuk ke dalam sebuah ruangan. Itu bukan ruangan tapi sebuah taman dengan kolam yang luas menghiasinya. Di kolam itu ada tiga bidadari yang sedang mandi. Tak ada sehelai benang pun yang melekat pada tubuh mereka. Pemandangan itu sangat mengesankan. Tubuh elok mereka sangat menawan. Tak terasa anganku menuju puncaknya. Semakin lama di istana awan ini, pikiranku semakin menggila. Aku tak tahu ini mimpi atau bukan. Selain tiga bidadari yang sedang mandi tadi, di taman itu juga menjadi tempat bermainnya para penghuni istana. Bidadari-bidadari saling berkejaran di sekelilingku. Anganku benar-benar hampir mencapai puncaknya. Sungguh berat beban ini. Ingin ku tahan lebih lama namun tak bisa. Perasaanku meluap, anganku meleleh. Tubuhku terhempas kembali ke tempat tidurku. Ku buka mata dan ku lihat sekelilingku. Ini benar kamarku. Ada sesuatu yang basah di celanaku. Ku coba untuk merabanya dan ku yakin itu basah. Basah ini di dalam tak seperti kemarin. Ya, aku yakin tentang hal ini. Mungkin ini akhir dari semua mimpiku. Penderitaan berujung bahagia. Rasa lelah yang menyelimutiku membuatku tertidur kembali. Basah itu tak ku hiraukan. Di dalam mimpi ini ku bermimpi bahwa mimpiku ini ada di dalam mimpi. Aku berharap semua berakhir. Namun tak ada yang bisa menjawab, di manakah mimpiku ini akan berakhir?
0 comments:
Post a Comment