“Selamat malam Thifa dan nice dream…..,” kata Diko mengakhiri pembicaraan.
Baru saja Thifa menelepon ke handphone Diko sambil sedikit menangis. Sudah tiga hari ini mereka berdua tidak berjumpa. Diko sedih ketika Thifa mengatakan kekangenannya sambil terisak. Diko memang sedang berlibur di rumah saudaranya yang ada di Medan. Baru beberapa hari lagi Diko akan pulang ke Jogja. Di dalam hati Diko pun turut bersedih. Bagaimana tidak, sepasang kekasih yang ke mana-mana selalu bersama ini tak akan berjumpa untuk waktu satu minggu. Yah, memang terkesan berlebihan. Tapi memang itulah kenyataaannya.
Entah kenapa malam ini Diko belum merasa mengantuk. Mungkin gara-gara tadi siang Diko tidur lama sekali. Sifat Diko yang suka sekali tidur sudah sering dikritik oleh Thifa. Cewek itu tak suka karena merasa waktu untuk dirinya menjadi berkurang. Terbukti, sewaktu tidur siang tadi di handphone Diko terdapat lima panggilan tak terjawab dan tiga SMS yang masuk.
Sekarang Diko bersandar di dinding kamar lantai dua ini. Sambil membaca novel berjudul Love Before Death milik tantenya, Diko terdiam menyelami isi novel itu. Novel itu bercerita tentang seorang wanita yang memendam rasa cintanya kepada seorang pria. Si wanita tak berani mengungkapkan perasaannya. Dia hanya berani memberi hadiah kepada pria itu serta melakukan hal-hal yang membuat pria itu senang. Waktu terus berlalu hingga si wanita berani untuk mengungkapkan perasaannya. Sesaat sebelum si wanita mengungkapkannya, pria yang menjadi cintanya itu mati karena menyelamatkan si wanita yang hampir tertabrak truk. Wanita itu menangis sejadi-jadinya di tempat itu. Yang tak diketahui oleh si wanita adalah ternyata pria itu juga mempunyai rasa yang sama dengan si wanita itu. Memang, cinta tak mudah untuk dimengerti.
Setelah novel itu selesai Diko baca, dia teringat akan kenangannya yang sulit untuk dilupakan. Kenangan yang dimulai setengah tahun yang lalu. Kenangan yang sempat membuatnya bingung. Tak butuh waktu lama Diko masuk ke dalam lamunannya lagi.
###
Waktu menunjukkan pukul 8 malam. Suara jangkrik mulai terdengar bersahut-sahutan. Diko sedang sibuk dengan buku sejarahnya. Belajar, belajar, dan belajar. Besok adalah hari keenam ujian semesternya. Mata pelajaran besok cukup membuat Diko pusing, Sejarah dan Seni Rupa. Bukan Seni Rupa yang membuatnya pusing, tapi Sejarah. Diko paling tak bisa mengingat terlalu detail tentang pelajaran Sejarah. Maka dari itu, Diko dengan sungguh-sungguh membaca dan membaca buku sejarah yang ada di tangannya itu. Tiba-tiba handphone di sampingnya berbunyi. Ada SMS masuk. Dari Thifa. Tumben sekali dia SMS. Seingat Diko baru dua kali selama enam bulan terakhir ini Thifa mengirim SMS kepadanya. Diko penasaran apa isinya.
Mlm, mav klo ggg. Bsk aq blh pnjm bk pkt sjrhmu g? Sekali lg mav klo ggg
Tepat seperti dugaan Diko, hanya keperluan seperti itu. Tanpa banyak berpikir Diko langsung membalasnya.
Y
Sebuah jawaban singkat dari Diko. Sangat singkat malahan. Diko kemudian melanjutkan belajarnya tanpa memikirkan reaksi ataupun keterkejutan Thifa yang menerima SMS tersebut. Satu huruf itu akan merubah kehidupan Diko dan Thifa segera.
Keesokan harinya Diko langsung menemui Thifa yang telah menunggunya dari tadi. Diko meminta maaf karena telah membuat Thifa menunggu. Diko segera menyerahkan buku paket sejarah yang dipinjam Thifa tadi malam lewat SMS. Tampak raut kegembiraan di wajah Thifa. Entah kenapa Diko pun tak tahu. Setelah itu, Diko segera melanjutkan belajarnya tadi malam. Diko tak ingin nilai sejarahnya jelek.
Hari ini berlalu dengan menyenangkan. Diko berhasil mengerjakan soal-soal tadi dengan perasaan yakin. Tentang hasilnya, Diko tak mau memikirkannya. Yang penting mengerjakan dengan yakin. Di rumah, Diko menghabiskan waktunya untuk membaca komik kegemarannya. Saking asyiknya tak terasa hari mulai malam.
Seperti kemarin, sekarang waktu menunjukkan pukul 8 malam. Handphone Diko berbunyi. Kembali, SMS dari Tifa. Ada apa gerangan hingga Thifa kembali menghubungi Diko. Besok hari Minggu, tak mungkin Thifa bertanya tentang pelajaran. Sekali lagi dengan penasaran dia baca SMS itu.
Mlm, dik. Mav klo ggg, tp makaci bukuny td y. Gy ngapa nich?
Kaget. Begitulah perasaan Diko. Tak biasanya Thifa mengiriminya SMS seperti itu. Tanpa berpikir macam-macam Diko segera membalasnya.
Mlm. Aq gy nntn tv ni. Da p’lu pa y?
Balas-membalas SMS pun terjadi. Hingga akhirnya pukul 10 malam Diko memutuskan untuk tidur. Setelah malam itu, hampir setiap malam Thifa mengirim SMS kepada Diko. Diko yang mulai berpikir tentang satu hal, tak keberatan dengan hal itu.
Seperti biasa, Diko menerima SMS dari Thifa. Iseng Diko memberi kuis kecil kepada Thifa. Diko memang suka kepada tebakan-tebakan yang aneh.
552688 74446682777
“Hei, Dik! SMSmu tadi malam artinya apa sih? Yang angka itu lho,” tanya Thifa keesokan harinya di kelas.
“Belum tahu juga artinya? Mau aku kasih tahu?” Diko menawarkan.
“Boleh,”
“Angka-angka itu menunjukkan huruf,”
“Maksudmu?”
“Coba kamu pencet tombol di handphone sebanyak jumlah angka itu. Misal 55, kamu pencet angka 5 sebanyak 2 kali. Apa yang muncul?”
“Huruf K,”
“Benar. Sekarang teruskan!”
“2 jadi A, 6 jadi M, 88 jadi U, iya kan?”
“Tepat!”
“Jadi artinya.........KAMU PINTAR. Benar nggak?”
“Tepat! Mudah ‘kan?” tanya Diko.
“Ouw, gitu. Ternyata mudah banget ya. Kamu pintar Diko,” puji Thifa.
Diko tersipu malu mendengar pujian tersebut. Baru pertama kali ini Thifa memujinya seperti itu. Rasanya seperti mimpi. Tapi di sisi lain, Thifa heran kepada Diko. Betapa mudahnya pertanyaan Diko tapi dia tak bisa menjawabnya. Diko sangatlah pintar pikirnya. Hal lain yang membuatnya heran adalah perubahan Diko. Selama ini dia mengenal Diko sebagai teman yang pendiam dan jarang ngobrol dengan cewek di kelasnya. Tapi semenjak Thifa sering SMS dan ngobrol dengan Diko, Diko berubah. Dia jadi sering ngobrol dengan cewek di kelasnya, tidak acuh lagi terhadap cewek, dan pastinya Diko tidak pendiam lagi.
Setelah hari itu, SMS dari Thifa yang masuk ke handphone Diko pun menjadi setiap hari. Huruf Y, satu huruf itu telah mengubah kehidupan Diko dan Thifa. Dua insan yang sebelumnya jarang atau bisa dibilang tak pernah saling berkomunikasi ini, sekarang menjadi akrab. Mereka jadi sering ngobrol, bercanda, atau yang biasa dilakukan, SMS.
Entah kenapa setiap hari wajah Thifa selalu terlihat ceria. Hal yang aneh menurut teman-temannya. Tak pernah dia seceria ini. Wajah ceria itu menjadi sangat tampak tiap kali Thifa ngobrol dengan Diko. Pernah suatu kali ketika Diko tersenyum, wajah Thifa tampak memerah mungkin bahagia bercampur malu. Namun wajah ceria itu tak nampak lagi ketika Thifa membaca SMS dari Diko. Hanya raut kebingungan yang hadir menghiasinya.
317965#71359#3145479#742697#8213
Tiap Diko memberi kuis kepada Thifa, dia pasti memberikan waktu semalam untuk Thifa berpikir. Diko yakin pasti Thifa tidak bisa menjawabnya. Keyakinan itu menjadi kenyataan di keesokan harinya.
“Aku nyerah, Dik! Kuismu sulit banget.....,” keluh Thifa sembari duduk di sebelah Diko.
“Haduhadu, cuma segitu aja nggak bisa? Gampang banget kok,” jawab Diko sambil tersenyum.
“Sudahlah, apa jawabannya?”
“Pertama pegang handphonemu. Kemudian hubungkan angka-angka itu,”
“Maksudmu?”
“Hubungkan angka-angka itu berdasar handphonemu,”
“Gimana sih?”
“Lihat handphonemu, terus hubungkan angka-angka itu. Contohnya, 317965 kalau dihubungkan dengan garis akan membentuk huruf G ‘kan?”
“3, 1, 7, 9, 6, 5…….iya, iya, huruf G!” seru Thifa kegirangan.
“Coba dengan yang lain!” perintah Diko.
“Tanda pagar ini untuk apa?”
“Itu sebagai pemisah antarhuruf ,”
“7, 1, 3, 5, 9......huruf R ya?”
“Tepat,”
“Jadi arti keseluruhannya adalah........hmm.......G, R, E, A, T......GREAT ‘kan?”
“Tepat! Good job, girl,”
“Hore.....! Tapi kok gampang banget sih. Tadi malam aku mikir itu sampai pusing lho,”
“Semua kuis yang aku kasih itu simple kok,”
“Kamu pintar Diko,”
Sekali lagi pujian keluar dari mulut Thifa. Entah sudah berapa kali. Hal itu membuat kesimpulan Diko hampir benar. Kesimpulan yang ada di hatinya. Juga perasaan yang ada di hati Thifa.
“Eh, kamu sudah punya someone special ya?” Diko bertanya kepada Thifa suatu hari. Pertanyaan itu mengejutkan Thifa.
“Kok kamu tahu?” Thifa malah balik bertanya.
”Aku cuma tanya kok,” jawab Diko enteng diiringi senyum tipis di bibirnya.
Sepenggal jawaban dari Thifa tadi cukup meyakinkan Diko. Entah tentang apa, tapi yang pasti dia cukup yakin.
Malam minggu, malam untuk para pencari cinta. Malam ini Diko terpaku kepada buku yang sedang dibacanya. Buku yang menurut teman-temannya tak menarik itu berjudul ”Trik Membaca Raut Wajah”. Tepat saat Diko sedang membaca halaman tengah buku itu, handphone Diko bergetar. SMS dari Thifa. Kali ini Diko tak perlu terkejut. Hal yang biasa telah menjadi kebiasaan. Malahan sering kali tiap dia menerima SMS dari Thifa, dia menggerutu ”Ganggu orang aja”.
Seperti malam-malam yang telah lalu, malam ini pun kedua insan itu asyik ber-SMS ria. Dan seperti malam-malam yang lalu, Diko pun memberi tebakan kecil kepada Thifa. Walau bukan tebakan, tapi hanya sekedar kalimat panjang.
Hai dunia yang cantik, tanya bintang maukah sang bulan kau
rayu untuk jadi teman tidur kekasihku?
Seperti tebakan-tebakan yang lalu, Thifa tak dapat mengerti jalan pikiran Diko. Menurutnya, Diko itu terlalu aneh untuk dipikirkan. Thifa bermaksud menanyakan apa maksud dari pesan tersebut esok hari.
”Hei, Dik!” sapa Thifa saat jam istirahat sekolah.
”Hei, juga!” Diko balik menyapa.
”Kalimatmu tadi malam maksudnya apa sih?” tanya Thifa tak sabar.
”Itu nggak perlu dipikirkan. Aku harap kamu sendiri yang tahu, tanpa aku kasih tahu,”
”Kenapa?”
”Pokoknya aku nggak mau kasih tahu sekarang,”
”Oke kalau begitu,”
Diko tersenyum dalam hati. Dia hanya sekedar iseng, namun isi dari pesan Diko itu segera akan terjadi. Dia berpikir, ini belum saatnya. Di lain pihak, Thifa bingung dengan pesan tersebut. Dia akan terus mencoba mencari tahu arti pesan itu, namun dengan waktu yang lama.
Hari ini hari Selasa. Wajah murid-murid Poema, Diko menyebut kelasnya begitu, terlihat sangat ceria. Jam pertama hari ini adalah pelajaran Matematika. Gurunya yang kocak membuat Diko dan teman-temannya cukup menikmati pelajaran tersebut. Saking kocaknya, Pak Badu, nama guru tersebut, sering membuat lelucon dengan menjodoh-jodohkan anak didiknya tersebut. Hari ini giliran Diko yang dijodohkan dengan Tami. Tapi anehnya, teman-teman Diko tak ramai seperti biasanya. Biasanya, saat Pak Badu mulai menjodoh-jodohkan, kelas itu rasanya akan pecah karena suara tawa penghuninya. Mungkin karena murid-murid telah bosan dengan hal itu. Namun ada seseorang yang sepertinya tak senang mendengar lelucon Pak Badu tersebut. Entah mengapa.
Percakapan antara Diko dan Thifa di jam istirahat telah terjadi. Canda tawa mengiringinya.
”Eh, tadi waktu kamu dijodohin sama Tami, ada seseorang yang bilang ’kenapa sama Tami? Kenapa nggak sama aku saja?’ lho,” kata Thifa serius.
”Hmm.....kayaknya aku tahu siapa orangnya,” jawab Diko yakin.
”Yang benar?” tanya Thifa tak yakin.
”Saat Pak Badu njodohin, kelas sedang tenang. Kalau kamu dengar orang tadi bilang begitu, berarti dia ada di dekat kamu. Entah di depan, belakang, atau samping. Misal dia di depanmu, sepertinya kamu nggak mungkin dengar karena suaranya pasti cuma pelan. Di belakang dan samping kananmu ada cowok. Jadi nggak mungkin. Yang tersisa hanya teman yang ada di samping kirimu yang duduk di sebelahmu itu dan mungkin juga orang itu kamu sendiri,”
Thifa terkejut mendengarnya.
”Tapi Fani, yang duduk di sebelahmu, sepertinya mustahil. Dia nggak mungkin bilang terang-terangan kayak gitu. Sudah pasti, yang tersisa cuma kamu. Iya ’kan Thifa?” lanjut Diko.
”Eh, eh......oke, aku ngaku. Orang itu memang aku. Sebenarnya aku itu suka sama kamu. Tapi aku malu,” Thifa berkata sambil tersipu dalam kondisi masih kaget.
Hati Diko bersemu merah. Begitu juga hati Thifa. Dengan lemparan Strike, Diko berhasil membuat Thifa mengaku. Terkesan seperti detektif. Namun status tidak langsung mereka ambil. Hanya berteman lebih dahulu, itu kesepakatan keduanya.
Hari demi hari berlalu hingga berganti minggu dan bulan. Tepat pada tanggal 26 Februari, Thifa memberikan kado kepada Diko. Hari itu Diko berulang tahun. Sungguh bahagianya.
Hari-hari dilalui mereka berdua dengan canda tawa, cemburu, tangis, dan saling curhat. Canda tawa sangat sering mereka tunjukkan melalui SMS. Tangis dan cemburu pernah melanda Thifa saat dia melihat Diko berada di sebuah bus Trans Jogja. Kejadian itu cukup membuat Thifa merasa sedih. Namun itu tak berlangsung lama, karena Diko mampu membuat hati Thifa ceria kembali. Curhat, hampir setiap hari mereka lakukan.
Satu bulan setelah ulang tahun Diko, tepatnya tanggal 31 Maret, status akhirnya mereka ambil. Diko dan Thifa akhirnya berstatus. Thifa pun bercerita bahwa dia mulai suka kepada Diko setelah dia menerima balasan SMS dari Diko yang berisi satu huruf, Y. Entah kenapa, Thifa rasanya senang sekali mendapat balasan itu. Siapa sangka, satu huruf itu mampu mengubah kehidupan dua insan yang sedang tumbuh mencari jati diri mereka. Satu huruf yang hebat.
Bulan demi bulan telah berganti. Diko dan Thifa menjalani hari mereka dengan ditemani sang mega dan matahari. Penuh ceria, sedih, tangis, emosi, pertengkaran, cemburu, dan saling memaafkan. Diko akhirnya memberitahukan maksud dari pesan yang Thifa belum tahu artinya.
”Masih ingat ’kan kalimatnya? HAI DUNIA YANG CANTIK, TANYA BINTANG MAUKAH SANG BULAN KAU RAYU UNTUK JADI TEMAN TIDUR KEKASIHKU? Coba kamu ambil kata pertamanya!” Diko mulai menjelaskan.
”HAI?” tanya Thifa.
”Benar. Sekarang ambil kata ketiga setelah kata pertama. CANTIK. Setelah itu lanjutkan tiap kata ketiga hingga akhir,”
”MAUKAH, KAU, JADI, KEKASIHKU?”
”Sekarang rangkai semuanya,”
”HAI CANTIK, MAUKAH KAU JADI KEKASIHKU?”
”Mau?”
”Jadi kamu dari dulu......,”
”Gimana ya?? Nggak tahu ah…..,”
“Kamu jahat. Kenapa nggak bilang dari dulu?”
”Kalau aku bilang dulu, nanti kamu nggak nembak aku donk. Hahahahaha........,”
”Diko jahat..................,” seru Thifa disusul dengan tawa mereka berdua.
###
Lamunan Diko pecah saat suara tantenya memanggil. Diko segera tidur setelah menjawab panggilan tantenya itu. Kenangan itu membuatnya tersenyum sendiri. Hingga sekarang kenangan itu akan tetap dijaganya bersama Thifa. Menjalani hari mereka berdua diiringi irama sang mentari. Bersahutan bersama nada kicau sang burung perak. Entah sampai kapan, yang pasti Diko bahagia menjalani hari-harinya bersama Thifa.
Tweet |
0 comments:
Post a Comment