© |
Artikel di bawah ini bukan bermaksud untuk mempromosikan sebuah merek atau suatu barang. Ini hanya untuk informasi sekaligus unek-unek fenomena yang biasa terjadi di masyarakat sekitar kita. Jika ada yang kurang berkenan, mohon dimaafkan.
***
Dalam keseharian, kita pasti tak pernah lepas dari barang-barang bermerek. Dari ujung rambut hingga kuku kaki, tentu perawatan maupun yang melekat di sana adalah benda bermerek. Entah merek terkenal, atau hanya merek yang sekadar lewat lalu hilang. Tanpa kita sadari, sebuah merek telah melekat di hati. Kebanyakan orang merasa jika tak memakai benda dengan merek tertentu, dia merasa tak nyaman. Kita tentu pernah mengalaminya, entah sadar maupun tidak.
Merek merupakan sebuah kata maupun gambar yang melekat pada barang yang telah menjadi trademark bagi perusahaan pembuat barang tersebut. Merek-merek yang telah beredar di pasaran Indonesia sejak beberapa puluh tahun yang lalu, terbukti telah tertanam sangat dalam di hati masyarakat. Merek-merek tersebut telah “mendoktrin” masyarakat untuk selalu memakainya, atau mungkin hanya sekadar mengucapkannya, seperti contohnya Honda. Merek kendaraan bermotor ini di beberapa daerah telah berubah makna menjadi sebutan untuk sepeda motor. Ini terjadi pada orang-orang yang telah lanjut usia. Mereka sering menyebut sepeda motor, entah apapun mereknya, dengan sebutan Honda. Mungkin pada zaman dahulu, merek sepeda motor yang banyak beredar adalah Honda.
Contoh lain adalah Sanyo. Merek pompa air ini telah ada di pasaran Indonesia sejak kakek-nenek kita masih mempunyai kakek-nenek. Merek ini tertanam kuat sebagai pompa air di pikiran para orang lanjut usia di beberapa daerah pedesaan. Mungkin sama seperti Honda, Sanyo juga merupakan merek yang banyak beredar pada zaman dahulu.
Di masa sekarang, kita pun tak luput dari “doktrin” sebuah merek. Tipe-X, merek sebuah correction pen yang cukup melegenda di Indonesia. Kita kerap menyebut apapun merek correction pen dengan sebutan Tipe-X. Padahal itu salah kaprah. Tipe-X bukan sebuah benda melainkan hanya sebuah merek. Kita telah menjadi korban “pendoktrinan” sebuah merek.
Di Banjarnegara (Jawa Tengah), ada sebutan Siklun untuk mobil bak terbuka (pick-up). Sangat mungkin, Siklun berasal dari kata Cyclone, sebuah merek atau jenis mesin mobil. Biasanya kata Cyclone melekat di beberapa badan mobil pebalap Nascar. Di samping itu, sebutan mobil pick-up pun kurang tepat karena itu merujuk kepada kegunaan mobil tersebut.
Begitu banyak “pendoktrinan” sebuah merek di dalam kehidupan kita. Masih banyak contoh selain yang disebut di atas. Merek telah berubah menjadi sebuah barang. Tentu kita tak dapat menyalahkan pribadi masing-masing orang. Itu telah menjadi hak mereka untuk menggunakan barang dengan merek tertentu. Nama-nama yang telah tertanam di hati dan pikiran mereka tentu akan sangat sulit untuk diubah. Namun, apapun sebutan untuk sebuah barang itu tak menjadi masalah, asalkan tiap orang pun tahu barang yang dimaksud. Tapi alangkah lebih baiknya, jika kita perlahan mengubah sebutan sebuah barang dengan nama aslinya. Walau sulit, cobalah, karena ini juga demi bangsa kita, Bangsa Indonesia. Bahasa mencerminkan bangsa. Kalau Bahasa Indonesia seperti itu, bagaimana dengan bangsanya?
Tweet |
0 comments:
Post a Comment