Nanko Hotel, hotel bintang lima termegah di kota Teitan. Tak satu pun orang yang datang ke sana tampak sederhana. Semua sangat gemerlap, dari ujung rambut hingga ujung sepatu. Semua pernak-pernik di dinding hotel mencerminkan betapa mewahnya hotel itu. Di lobi hotel dan resepsionis terlihat foto-foto pejabat dan selebritis yang pernah singgah di hotel itu.
Diko Tiaka bukanlah orang kaya ataupun orang penting di kota Teitan. Dia datang ke hotel itu hanya karena diundang oleh teman dekatnya, Nia, yang sekarang telah sukses menjadi peneliti di bidang yang sesuai dengan dirinya. Nia mengadakan pesta atas kesuksesan mematenkan penemuan terbarunya. Banyak orang penting yang datang ke pesta itu. Dari pejabat hingga para profesor berbagai bidang ikut serta meramaikan pesta itu. Diko diperkenalkan kepada beberapa orang penting itu. Nia beralasan bahwa kesuksesannya tak lepas dari dukungan dan bantuan Diko. Pertama Diko diperkenalkan kepada Pak Aluna. Pak Aluna adalah profesor bidang kimia organik yang telah sukses berkeliling eropa dengan penemuannya. Berikutnya adalah Pak Maranda. Dua tahun yang lalu beliau mendirikan perusahaan “CIL” yang bergerak di bidang penjualan bahan-bahan kimia. Beliau berujar “CIL” adalah kependekan dari Chem Is Life. Orang penting berikutnya adalah Bu Luveli. Beliau adalah pembimbing Nia semasa dia kuliah. Yang terakhir adalah Pak Paiman. Beliau adalah orang yang sukses di bidang ekspor-impor benda-benda yang berhubungan dengan kimia. Sebenarnya masih banyak yang ingin Nia perkenalkan kepada Diko. Namun waktu yang harus menghalanginya.
“Nikmati makanan dan minuman yang ada ya......enak lho!!” kata Nia kepada Diko.
“Iya dech, aku habisin!!” kata Diko sambil tertawa.
Tak terasa waktu berlalu begitu lambat. Mungkin itu yang dipikirkan para pelayan di pesta itu. Namun Diko merasa waktu cepat berlalu. Entah berapa banyak makanan yang telah dia makan, entah berapa gelas minuman yang telah dia teguk. Karena itu pula dia putuskan untuk pergi ke toilet. Belum sempat dia sampai ke tujuan, di depannya telah nampak tubuh Nia yang sekarat. Di perutnya tertancap sebuah garpu dengan darah segar yang mengalir. Di akhir hayatnya, Nia masih sempat menyerahkan secarik kertas berisi angka-angka yang mungkin dia tulis dengan susah payah. Itu terbukti dengan adanya sebuah pena yang tergeletak di samping kanan tubuh Nia.
Kertas itu bertuliskan “77,53,14 13,92,11,44”.
“I, i, ini inisial temanku....” kata Nia terbata-bata sambil menyerahkan kertas itu.
“Tahan Nia!!! Aku akan telepon ambulan!!” kata Diko dengan cemas. Namun terlambat, Nia telah menghembuskan napas terakhirnya.
“Inisial teman Nia??” Diko tampak kebingungan.
Titania Yoda telah pergi. Teman yang periang itu telah tiada. Diko kini terduduk dengan air mata mengalir di pipinya. Dying message dari Nia basah karena air mata Diko. Dia yakin, dia pasti akan mengungkap siapa pembunuh Titania Yoda.
Tweet |
0 comments:
Post a Comment