Tak lama kemudian polisi dan ambulans yang dipanggil pihak hotel pun tiba. Polisi segera menutup dan menjaga semua pintu keluar. Itu bertujuan supaya tak ada tamu yang keluar dari tempat pesta tersebut. Polisi kota Teitan memang cerdas. Setelah tahu dari pihak hotel bahwa tamu yang dapat masuk ke tempat pesta hanyalah tamu dengan undangan khusus yang tak dapat dipalsukan serta hasil penyelidikan sekejap yang dilakukan di TKP, polisi menyimpulkan bahwa pelaku pembunuhan adalah orang dalam. Entah tamu, pelayan, ataupun pihak hotel.
“Boleh saya meminta keterangan dari Anda?” tanya Inspektur Radon kepada Diko.
“Silakan...” kata Diko tanpa ragu.
“Anda yang menemukan korban pertama kali, benarkah itu?”
“Benar. Saat itu Nia bersimbah darah di perutnya, dia sekarat. Namun sesaat sebelum menutup mata, dia menyerahkan kertas ini dan berkata ‘ini inisial temanku’. Mungkin ini adalah dying message,”
“Apakah saat itu Anda sendiri? Tak ada orang lain di sekitar Anda?” tanya Inspektur mulai curiga.
“Benar. Saat itu saya sendirian. Apa Anda mencurigai saya, Inspektur??”
“Bukan mencurigai, tapi sekedar berhipotesis. Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa tak ada sidik jari di garpu itu. Kemungkinan sebelum digunakan, garpu itu dibersihkan hingga tak ada sidik jari yang tersisa. Jika tak ada sidik jari, berarti pelaku memakai sarung tangan atau sejenisnya. Saya melihat Anda memakai sarung tangan dan saya berhipotesis bahwa keterangan Anda adalah bohong belaka,”
“Inspektur, apa Anda tak melihat di sana hampir semua pelayan memakai sarung tangan?? Beberapa tamu juga memakai sejenis sarung tangan. Apakah Anda benar-benar telah menyelidikinya??” kata Diko mulai tak terima.
“Oh, maaf!! Benar, pelayan dan tamu yang lain juga masuk dalam hipotesis saya kok. Maaf!!” kata Inspektur dengan wajah menahan malu.
Tak lama interogasi yang dilakukan Inspektur Radon pun selesai. Diko mulai beraksi. Rasa penasarannya menuntun dia untuk lebih mendekati orang-orang yang ada di tempat pesta itu. Setiap orang dia amati dengan cermat. Rasa penasarannya semakin meningkat saat dia berada di dekat salah satu tamu. Dia merasa pernah mencium bau itu. Dia teringat bahwa di lantai dekat tubuh Nia yang tewas ada sebuah noda berbau seperti ini. Diko juga melihat di salah satu bagian dari baju tamu itu berwarna merah. Namun merah itu nampak gelap, tak seperti daerah di sekitar warna itu. Bagian itu seperti noda yang terpercik secara tak sengaja. Bentuknya pun juga aneh. Tampak noda itu samar-samar seperti beralur. Sepatu orang itu juga sedikit basah. Diko pun kini tahu semua rangkaian kasus pembunuhan ini. Dia juga tahu apa arti dying message itu setelah teringat siapa Titania Yoda sebenarnya.
“Inspektur, tolong panggilkan orang-orang yang namanya saya tulis di kertas ini. Saya tahu siapa pembunuh Nia!!” kata Diko kepada Inspektur Radon.
“Benarkah?? Anda yakin?!” tanya Inspektur tak percaya.
“Saya sangat yakin!! Bahkan penemuannya sendiri adalah lubang kuburnya,”
“Baik, saya akan kumpulkan mereka segera!!”
Sepuluh menit kemudian, orang-orang yang dimaksud Diko telah berkumpul. Mereka adalah Pak Aluna, Pak Maranda, Bu Luveli, dan Pak Paiman. Wajah mereka mengisyaratkan sebuah kemarahan. Seakan-akan mereka berkata “Kenapa aku diperlakukan seperti pembunuh?”.
“Terima kasih atas kerelaan kalian untuk berkumpul di sini. Kami hanya ingin meminta sedikit keterangan mengenai hubungan kalian dengan korban,” kata Inspektur Radon memulai.
“Sebelumnya saya minta maaf,” kata Diko menyambung, “tapi di antara kalian berempat ada seorang pembunuh yang dengan cerdiknya menyembunyikan wajah iblisnya.”
“Siapa anak ini, Inspektur??!! Berani-beraninya dia menuduh kami sebagai pembunuh!!” Pak Maranda mulai diliputi rasa marah.
“Tenang, Pak!! Dia adalah orang pertama yang menemukan tubuh korban yang sekarat. Dia juga yang terakhir kali berkomunikasi dengan korban. Di sini kami hanya ingin mengungkapkan siapa pembunuh korban yang sebenarnya,” Inspektur Radon coba menenangkan.
“Saya sebagai sahabat Nia sangat sedih dengan kepergiannya, seperti juga kalian. Maka dari itu, coba dengarkan analisis saya! Kita ungkap kasus ini secara perlahan. Jika ada yang salah, boleh kalian sangkal,”
“Baiklah, akan kami dengarkan,” kata Pak Maranda menahan diri.
Tweet |
0 comments:
Post a Comment