RSS

Sistem kadang berjalan apa adanya, kita tak pernah terpikir untuk mengubahnya. Sistem adalah sesuatu yang membantu, pembantu yang berkuasa. Dunia adalah sistem itu. Sejenak berpikir kritis, dunia yang kelam perlahan beranjak estetis.

Nurdin vs Noordin

Artikel berikut bukan bermaksud untuk memihak atau menyerang salah satu pihak. Ini hanya sekedar opini atau unek-unek mengenai masalah yang sepertinya sulit untuk dihilangkan dari Indonesia. Mohon maaf jika ada yang kurang berkenan.

              Mungkin sepintas sepakbola dan teroris tak punya hubungan apapun. Namun ada sedikit persamaan di antara mereka, salah satunya adalah jumlah orang yang terlibat. Entah itu yang terlibat langsung di lapangan, maupun yang berperan di belakang layar. Penonton sepakbola sangat banyak. Begitu juga korban para teroris pada umumnya juga cukup banyak. Jika kita membahas sepakbola dan teroris di Indonesia, tentu kita akan sampai pada dua nama, Nurdin Halid dan Noordin M Top. Siapa sich yang tak tahu mereka? Nurdin Halid, Ketua PSSI yang sudah lama menduduki jabatannya. Sedangkan Noordin M Top disebut-sebut sebagai salah satu “petinggi” para teroris. Jika dibuat sebuah perbandingan sederhana, Nurdin dan Noordin memiliki perbedaan dan persamaan.
           Dimulai dari perbedaan mereka. Nurdin yang telah lama menduduki jabatan sebagai Ketua PSSI hanya mementingkan diri dan kelompoknya sendiri. Walau dia selalu berkata di depan media bahwa semua itu demi Indonesia, namun tetap saja tak ada bukti nyata dari semua ucapannya. Dia juga bersikeras tak mau turun dari jabatannya padahal hampir seluruh pecinta sepakbola Indonesia berseru “Nurdin Turun”. Beda Nurdin, beda pula Noordin. Seperti yang kita tahu, Noordin merupakan buronan kelas atas. Gerakan yang dia dan anak buahnya lakukan sekilas terlihat hanya untuk “mempopulerkan” organisasinya. Namun nyatanya teror yang mereka lakukan berpihak kepada pihak yang tertindas, teror demi perjuangan. Tak ada yang menyeru “Noordin Turun”. Justru Noordin tumbang karena penggrebekan yang dilakukan oleh Densus 88.
              Sedangkan persamaan yang mereka miliki adalah tekat yang kuat untuk mencapai tujuannya. Nurdin bertekat untuk terus menjadi Ketua PSSI walau prestasinya tak ada. Di lain pihak Noordin mempunyai tekat untuk merubah kehidupan menjadi lebih baik. Namun berbeda dengan Nurdin, Noordin paling tidak telah menunjukkan bukti tekatnya itu. Walau bukti yang ditunjukkan adalah kerusakan, tapi itu adalah sebuah bukti usahanya. Mungkin saya ataupun Anda tak tahu maksud sebenarnya dari tindakan yang Nurdin dan Noordin lakukan. Namun yang pasti kita dapat melihat bahwa mereka mempunyai keteguhan hati untuk mencapai tujuannya. Baik dan buruk itu terserah pandangan masing-masing orang. Yang satu berbicara tanpa bukti, sedangkan yang satu berbicara namun buktinya terlalu ekstrim.

                Sepakbola dan teroris, tak ada benang merah di antara keduanya. Namun akibat yang ditimbulkan terkadang menyusahkan banyak orang, terutama di Indonesia. Sangat susah untuk menangkap Noordin yang juga dalang teroris, namun lebih susah untuk memaksa Nurdin turun dari jabatannya. Haruskah Nurdin berakhir seperti Noordin?

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment