RSS

Sistem kadang berjalan apa adanya, kita tak pernah terpikir untuk mengubahnya. Sistem adalah sesuatu yang membantu, pembantu yang berkuasa. Dunia adalah sistem itu. Sejenak berpikir kritis, dunia yang kelam perlahan beranjak estetis.

Hukum yang Dihukum


                  Akhir-akhir ini harga sandal jepit melambung tinggi. Tak hanya kisaran puluhan ribu, tapi seharga 5 tahun penjara. Entah bagaimana cara menkonversi 5 tahun penjara sehingga harganya sebanding dengan harga sandal jepit. Tanyakan saja pada rumput yang menggeleng-geleng. Geleng-geleng karena heran dengan hukum yang ada.
                Bukan hanya sekedar isu ataupun gosip yang beredar tertiup angin. Bukan juga seperti kertas yang dibakar lalu tinggal abu dan hilang. Ini fakta, sebuah rahasia umum. Mungkin saat ada 10 orang ditanya pendapatnya tentang hukum di Indonesia, 8 orang di antaranya akan menjawab “omong kosong”. Tak bisa dipungkiri, hukum kini telah menjadi tong kosong yang berbunyi nyaring. Setiap orang sama kedudukannya di depan hukum, benarkah? Setuju? Atau omong kosong?
                 Kasta dan strata adalah pemisah yang abstrak namun nyata saat dirasa. Hukum Indonesia seperti didikte kasta dan strata. Yang miskin semakin sengsara, yang kaya berfoya-foya. Hukum yang bermartabat seharga sandal jepit. Hukum yang bermartabat ini yang membawa seorang anak maju ke meja hijau. Kasus yang terjadi setahun lalu, baru sekarang peradilan berjalan. Mungkinkah adanya kepentingan pihak tertentu? Atau memang hukum memandang setiap orang sama “kedudukannya”, sesuai kasta tentunya. Dalam hal ini saya tak menyalahkan hukum. Hanya pelaksana hukumnya saja yang sedikit abu-abu. Sandal jepit seharga 5 tahun penjara, tapi koruptor seharga 2 tahun penjara plus remisi isi ulang. Pengambilan keputusan dengan hati? Entahlah.
                Setiap kesalahan pasti ada hukumannya, tak diragukan lagi. Meski itu sekecil biji sawi, pasti hukum akan berlaku. Namun , hukum yang adil berdasar pada tingkat kesalahan. Tak pantas pencuri ayam dihukum 5 tahun penjara, sedangkan tukang suap hanya diberi masa inap di penjara selama beberapa bulan. Apa esensinya dewi keadilan membawa timbangan dan ditutup matanya jika simbol itu hanyalah sekedar pajangan di tembok-tembok saksi bisu kotornya hukum. Yang ditakutkan, simbol itu kini diartikan sebagai hukum yang tutup mata akan kotornya diri sendiri, tutup mata terhadap tertindasnya rakyat kecil. Hukum yang dihukum ketika hukum itu tak sesuai kehendak penguasa.
                Sejenak melepas pandangan akan sisi negatif hukum Indonesia, terdapat pula sisi positif hukum itu. Koruptor mulai banyak yang diciduk melalui KPK. Juga kasus-kasus penindasan HAM mulai diusut kebenarannya. Saya tetap yakin hukum di Indonesia akan mampu menyamakan kedudukan tiap orang di depannya. Asalkan para pelaksana hukum tak hanya bisa mendongak, tetapi juga menunduk memahami kaum di bawah. Waktu yang akan menjawab, akankah hukum tetap dihukum atau hukum akan menghukum setiap kesalahan laku di Indonesia.


Gambar: http://obyektif.com/pict/80769589ketok%20palu%20hakim.jpg

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment