RSS

Sistem kadang berjalan apa adanya, kita tak pernah terpikir untuk mengubahnya. Sistem adalah sesuatu yang membantu, pembantu yang berkuasa. Dunia adalah sistem itu. Sejenak berpikir kritis, dunia yang kelam perlahan beranjak estetis.

Sahabat Atau Musuh?

© sharingdisana.com
Sahabat, sebuah kata yang menampakkan ketenangan, kesejukan, dan kebahagiaan. Tenang ketika rasa galau berhasil diusir oleh ekspresi lucunya. Sejuk karena nasihat-nasihatnya dapat mendinginkan hati yang terbakar. Juga bahagia yang terbawa bersama hadirnya di kala senja sore tak bersahabat. Itu yang selalu aku rasakan untuk setiap waktu bersama sahabat, hingga semuanya berubah.
Tak tahu persisnya, yang kutahu hanya akhirnya. Dia mulai menjauh, dia berubah. Meski kebaikannya masih ada, tapi ketenangan, kesejukan, dan kebahagiaan yang selalu dia hadirkan mulai tak tampak lagi. Saat itu, hanya satu pertanyaan yang aku pikirkan, “Ada apakah di antara kita?”. Mungkinkah ada sebuah tembok tak terlihat yang menghalangi semua sifatmu yang dulu? Ataukah mataku mulai rabun akan silaunya semua sifatmu yang dulu? Entahlah.

Musuh, mungkin itu yang aku rasakan setelahnya. Di mataku dia jahat, tak terlalu jahat memang, atau mungkin hanya pendapat subyektifku saja. Di benakku dia keras, seperti tegas yang biasa memang, atau hanya otakku yang mulai mensintesis hormon benci untuknya. Semua di mataku menurut orang lain tak sama di mata mereka. Kata mereka, sahabatku tak berubah. Ucap mereka, sahabatku tetap sama. Entahlah.
Di hari-hariku yang terus berlalu, tak jarang aku hanya diam ketika dia menyapa. Sering kali aku tak menatapnya ketika kita bertemu di lorong sempit menuju kantin. Terkadang aku berpikir, “Dia sahabat atau musuh?”. Jika musuh, dia tidak menjatuhkanku. Namun jika sahabat, aku mulai berpikir negatif tentangnya. Lama aku mencari jawaban itu. Kucoba bertanya kepada langit malam, debu yang membisu, dan beberapa orang yang kuanggap tepat. Hasilnya sama, tak ada jawaban. Kucoba lebih lama untuk berpikir, menyendiri untuk merenung. Hingga aku mulai sadar akan sesuatu. Aku telah dibutakan oleh perhatian.

Sahabatku yang dulu selalu ada untukku. Sahabatku yang dulu selalu bawa hatiku tenang. Sahabatku yang dulu selalu penuhi waktuku dengan perhatian. Perhatian yang bawaku buta akan sebuah kata, “Hilang”. Perhatiannya yang besar telah menggiring pikiranku untuk memandangnya seperti itu. Hingga suatu hari sedikit perhatiannya hilang, dan itu mengacaukan pikiranku. Hanya sedikit perhatiannya padaku yang hilang dan dia berikan kepada sahabatnya yang lain. Aku merasa sangat bodoh dengan ingin merajai perhatiannya. Dia bebas punya berapapun sahabat, begitu juga aku. Sahabat tak boleh dibatasi karena sahabat itu seperti ranting. Semakin kuat kepedulian sebagai batangnya, semakin banyak juga ranting sahabat yang muncul, semakin kokoh pula pohon kehidupan yang kita coba jaga bersama.

Musuh adalah sahabat yang belum jadi, kata Mario Teguh. Kalimat itu benar adanya. Tak dapat dipungkiri, terkadang musuh lebih perhatian daripada sahabat kita sendiri. Musuh akan coba mencari tahu semua kelebihan dan kekurangan kita. Itu semua dilakukan untuk menjatuhkan kita. Namun, tak sedikit musuh yang dapat menjadi sahabat setelah mengetahui kelebihan kita. Anime Pokemon pun mengajariku tentang sahabat. “Musuh hari ini adalah sahabat di esok hari. Tapi sahabat hari ini adalah sahabat untuk selamanya”. Persahabatan tak kenal adanya kasta, harta, maupun tahta. Semua sama, semua adalah kita. Sekarang aku sadar, dia tetap sahabatku. Tak ada istilah “mantan sahabat” bagiku. Bagaimana denganmu? Dia sahabat atau musuhmu? Yang manapun itu, dia tetap sahabat di hatimu.

Cara yang terbaik menghancurkan musuh adalah menjadikannya sahabat
-Abraham Lincoln-

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment