RSS

Sistem kadang berjalan apa adanya, kita tak pernah terpikir untuk mengubahnya. Sistem adalah sesuatu yang membantu, pembantu yang berkuasa. Dunia adalah sistem itu. Sejenak berpikir kritis, dunia yang kelam perlahan beranjak estetis.

Bahagia Itu Sederhana: Mencium Asap

(Photo by @imaduddinYH)
             Pekan lalu, tepatnya 17 Oktober 2013, adalah hari dimana sebuah pelajaran hidup dapat diambil. Bermula dari keinginan untuk mengisi hari tasyrik dengan kegiatan yang seru. FYI, hari tasyrik adalah tiga hari tepat setelah Hari Raya Idul Adha. Pada hari itu umat Islam masih berada pada suasana perayaan Hari Raya Idul Adha. Jadi, diharamkan untuk berpuasa.

Sesungguhnya hari itu (tasyrik) adalah hari makan, minum, dan zikrullah
(HR. Muslim)

                Aku dan teman-teman akhirnya berpikir bagaimana kalau bikin kegiatan masak bareng. Inilah yang tidak dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya. Dengan daging qurban yang didapat tiap keluarga, diputuskan untuk menyisihkan sebagian daging untuk masak bareng ini. Kami sangat antusias, apalagi untuk urusan masak dan makan.
                 Pada awalnya kami kebingungan mau diapakan daging yang kami punya. Dimasak rendang, BBQ, atau digoreng biasa? Kami anggap itu sudah biasa. Tiba-tiba salah satu teman mengusulkan untuk masak bulgogi. Jujur, kami sering mendengar nama itu tapi tak pernah tahu rasanya. Karena penasaran, akhirnya kami langsung setuju begitu saja. Tak terpikir bagaimana rasa masakan nanti.
                Keterbatasan bahan dan bumbu membawa kami improvisasi diri. Karena sebagian daging telah diberi bumbu rendang, maka dibuat bulgogi with rendang flavour and ginger. Inovasi yang pada akhirnya kami tahu ini tak salah dicoba.
              Pada intinya, bulgogi adalah daging yang dimarinet kemudian dipanggang. Karena sesuatu hal, kami menggunakan penggorengan teflon untuk memanggangnya. Bumbu dioles sebanyak yang kami kira selama dipanggang. Dibolak-balik hingga daging menjadi golden browny. Asap yang muncul membawa imajinasi akan lezatnya daging di depan mata kami.
                Asap, sebuah materi yang muncul karena adanya api. Kehidupan ini patutnya dijalani seperti api yang membara, berkobar semangat di jalan-Nya. Usaha yang kita lakukan dapat diperkirakan hasilnya dari asap yang muncul. Bahagia itu sederhana, mencium asap. Jika kita mencium asap dengan aroma yang sangat harum dan lezat, dapat kita perkirakan hasil yang didapat pun akan lezat. Sebaliknya jika asap yang tercium sangat tidak enak, maka hasil usaha kita pun akan tak mengenakkan. Namun sebelum terlambat, kita dapat mengubahnya ke arah yang lebih baik.

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa-apa yang ada  pada diri mereka. (Ar Ra’d 13:11)

                Seperti memasak bulgogi, daging tak akan matang tanpa usaha kita untuk memanggangnya. Dengan api usaha kita, daging yang keras pun akan lunak. Asap yang muncul adalah indikasi masakan kita lezat atau tidak. Jika asap yang tercium tak mengenakkan hidung, alangkah lebih baik untuk mengubah rencana masak. Siapa tahu jalan yang lain adalah jalan terbaik.
              Mencium asap mungkin adalah langkah antisipasi terhadap usaha hidup yang kita lakukan. Waspada terhadap tindakan akan menghindarkan dari hasil yang tak diinginkan. Usaha yang sungguh-sungguh akan mendatangkan nikmat, seperti bulgogi yang kami masak. Asap yang tercium sangat harum, rasa masakannya pun lezat. Lezat tak sekedar rasa, tapi lezat karena ini hasil usaha tangan sendiri. Cukup bahagia untuk itu, sebahagia mencium asap hasil usaha.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment