Pada
dasarnya kita sama. Apa kau tak merasakannya? Sifat yang selama ini kita
tunjukkan mempunyai persamaan. Apa kau tak merasakannya? Persamaan di dalam
langkah kita yang kerap diwarnai adu argumen. Apa kau tak merasakannya? Kita
yang sering tak sependapat dengan apa yang saling kita ucapkan. Apa kau tak
merasakannya?
Pada
dasarnya kita sama. Aku pun sebelumnya tak menyadari, namun seiring waktu
berlalu aku mulai tahu, sifat kita sama. Meski tak seutuhnya sama, hampir sama
lebih tepatnya. Ini yang terkadang membuat kita berbeda pendapat karena pikiran
kita ternyata sangat luas. Hal ini yang kerap membawa kita kepada keadaan
paling diam, keadaan saling mendiamkan. Mungkin karena ego kita yang cukup
tinggi. Hal ini pula yang sering hadirkan salah paham di antara kita.
Mungkinkah ini karena kita lebih banyak diam tanpa berkata?
Apa
kau tak merasakannya? Kata orang, sahabat itu ada kala suka dan duka. Kalimat
ini tak sepenuhnya salah karena kita masih sering berbagi. Apa kau tak
merasakannya? Kata orang, sahabat itu saling melengkapi. Kalimat ini pun tak
sepenuhnya salah karena kita masih sering untuk saling mendengar. Namun kalimat
ini akan terasa salah karena sifat kita yang hampir sama. Setidaknya untuk
permulaan hubungan kita.
Beberapa
sifat yang aku rasa hampir sama denganmu. Pertama, ego yang cukup tinggi.
Masing-masing dari kita cukup sering untuk bertahan dengan hal yang menurut
kita benar, meski dalam pandangan orang lain hal tersebut belum tentu benar.
Dalam hal yang lain, aku lebih suka menyebut sifat kita ini sebagai
“introvert”. Kenapa? Karena kita lebih nyaman untuk bercerita kepada
orang-orang tertentu saja. Yang kedua, lebih suka untuk merasakan. Aku mulai
tahu ini, aku mulai merasakannya. Kita lebih suka merasakan hal yang kita alami
daripada bercerita tentang apa yang terjadi. Pada akhirnya kita hanya bisa
menuliskannya.
Berikutnya,
kita sama-sama ingin menerima perhatian. Aku pun sadar akan hal itu, aku pun
ingin menerima itu. Namun yang membuat ini sedikit “kacau” adalah hal sedikit
ini kita gabung menjadi sesuatu yang sedikit lebih besar. Keempat, kita masih
bertanya tentang arti “sahabat”. Atau mungkin kita belum menerima kata
“sahabat”?
Pada
dasarnya kita sama. Persamaan ini yang kadang munculkan sebuah perlawanan.
Seperti dua magnet yang mempunyai kutub yang sama, pasti akan saling bertolakan
dan berlawanan. Mungkin seperti inilah kita, masih berkutat dengan arti kata
“sahabat”. Pelan tapi pasti, waktu itu akan tiba dimana kita akan saling
mengerti sifat masing-masing. Mungkin lebih lama dari waktu yang diperlukan
sahabat Rasulullah untuk memahami si ahli surga. Mungkin juga akan perlu waktu
seumur hidup.
Pada
dasarnya sifat kita sama. Apa kau tak merasakannya? Unik memang. Tak hanya
perbedaan yang membuat kita saling mengerti, namun semoga persamaan kita ini
juga akan membuat kita saling mengerti. Mungkin tidak untuk sekarang, mungkin
juga tidak untuk waktu dekat ini, atau mungkin juga untuk waktu yang lama. Apa
kau tak merasakannya? Apa karena golongan darah kita yang tak cocok? Apapun
itu, semoga kita dapat merasakannya.
Tweet |
0 comments:
Post a Comment