Setelah
sekian lama ATIT (Anak Touring IT) tidak melakukan touring, akhirnya Sabtu, 7
Desember 2013 ATIT melakukan trip ke Semarang. Dengan 5 orang personil (Tipeh,
Tontun, Marin, Rizki, dan Fai) dan dengan 3 motor (P180, Revo, Jupiter MX).
Start dari Jogja pukul 08.00.
Rute
yang kami lewati adalah Jogja – Magelang – Secang – Ambarawa – Semarang. First
check-in ada di pertengahan antara Secang-Ambarawa (nggak tahu namanya), kami
berhenti di sebuah mini market untuk beli minuman. Kami juga melakukan
pertukaran formasi, karena Marin ngrasa mual diboncengin Rizki. Sehingga
formasi menjadi Marin-Tontun, Rizki-Tipeh, dan Fai sebagai single fighter.
Kemudian kami melanjutkan perjalanan kembali.
Sampailah
kami di second check-in yaitu di warung sate fenomenal, RM Sate Pak Kempleng 1
yang terdapat di Ungaran. Tiba disana sekitar pukul 10.15. Karena
mempertimbangkan harganya (1 porsi = 10 tusuk = Rp 38.000), maka kami hanya
memesan 15 tusuk untuk 5 orang. Rasanya tetap mantap seperti dulu. Bumbu
kacangnya lebih mirip bumbu pecel. Ditambah irisan bawang merah dan cabe rawit
hijau lebih mantap.
Setelah kenyang dan puas, kami melanjutkan perjalanan ke Semarang. Semarang lumayan macet di siang itu. Kami berpisah dengan Fai di Undip, karena dia ada keperluan disana. Tujuan pertama adalah Lawang Sewu. Berbekal maps, akhirnya kami berhasil sampai di Lawang Sewu sekitar pukul 12.00.
Biaya
masuk di Lawang Sewu untuk dewasa Rp 10.000, jika ingin memakai jasa guide
ditambahkan biaya Rp 30.000. Karena kami ingin masuk ke bagian bawah tanah,
maka kami memutuskan untuk menggunakan jasa guide. Mendengarkan banyak
penjelasan dari bapak guide, bahwa dulunya Lawang Sewu ini adalah kantor
pemerintah Belanda (CMIIW). Antar ruang dipisahkan oleh semacam pintu, dan
kalau dilihat dari jauh akan seperti pintu-ception. Sebenarnya jumlah pintunya
nggak sampe seribu (sewu), kata "sewu" hanya untuk kiasan aja karena pintunya
ada banyak banget.
Nah,
saat yang ditunggu-tunggu adalah masuk ke ruang bawah tanah. Ternyata untuk
masuk ruang bawah tanah dikenakan biaya tambahan lagi @ Rp 10.000. Dengan biaya
tersebut kita mendapat fasilitas sepatu boot dan senter. Kenapa pakai sepatu
boot? Karena lantai dasarnya becek. Bapak guide bilang, “airnya setinggi leher,
tapi leher kodok” (-____-")
Masuklah kami ke ruang bawah tanah. Ada beberapa lampu yang dipasang di
beberapa titik. Dulunya ruang bawah tanah ini sering dipakai untuk penjara.
Satu ruang penjara untuk 3-4 orang, mereka dibiarkan disitu dengan hanya
sedikit ventilasi udara. Ada pintu yang menuju langsung ke sungai digunakan
untuk membuang tawanan yang sudah mati.
Beberapa
dari kami sudah lapar lagi, akhirnya searching kuliner khas Semarang. Kemudian
kami menentukan tujuan ke Lumpia Gang Lombok. Berbekal maps lagi, kami
berputar-putar melawan kemacetan, dan sampailah kami di daerah Pecinan (dekat
Pasar Kranggan kalau nggak salah). Di dekat warung lumpia, ada klenteng. Dan
menariknya di depan klenteng terdapat sebuah kapal besar. Nggak tau sih
kapalnya buat apa, atau emang ada kapal terdampar beneran ya (?) Oiya, lumpia
kering dan basah harganya @ Rp 12.000, udah dapet air putih. Isinya rebung sama telur. Temen makan
lumpianya adalah seperti gel kenyal (nggak tahu terbuat dari apa) dan acar.
Tersedia juga cabe rawit dan daun bawang.
Sudah
puas jalan-jalan di Semarang, kami memutuskan untuk pulang. Kami janjian
bertemu dengan Fai di sebuah mini market searah jalan pulang. Sedikit kesulitan
menemukan jalan utama pulang, tetapi berbekal tanya ke orang akhirnya
bertemu-lah kami dengan Fai. Setelah solat ashar dan isi bensin kami pulang ke
Jogja. Unfortunately, mulai turun hujan dan macet, benar-benar macet. Saking
macetnya, sampai sering kami lewat di tengah-tengah antara jalur yang
berlawanan. Karena hujan semakin deras, kami memutuskan memakai jas hujan.
Fail Moment...
Fai
dan Tontun-Marin sudah duluan di depan, dan saya-Rizki tertinggal. Tiba-tiba saya melihat
gerbang bertuliskan “Selamat datang di Salatiga”. Wait, kita tadi berangkat nggak lewat
Salatiga, dalam hati bilang gitu. Akhirnya saya bilang ke Rizki dan memutuskan
untuk berhenti. Panik, secara kita terpisah dari rombongan. Nyoba telepon yang
lain tapi nggak ada yang angkat. Akhirnya kembali lagi liat maps, dan benar
kami salah jalan. Kami NYASAR. Kami memutuskan untuk putar balik dan mencari
jalan yang benar. Selama itu saya terus mantengin maps sambil masih nyoba telpon yang lain. Dan akhirnya saya berhasil nelpon Marin. Jengjeng dan ternyata
mereka nyasar lebih jauh sudah sampai Salatiga kota. Ini touring ter-fail
karena nyasarnya parah dan bisa-bisanya lupa jalan pulang, hahaha. Saya dan Rizki menunggu
rombongan, dan setelah semuanya kumpul kami melanjutkan perjalanan.
Dari
Ambarawa – Secang macetnya parah abis. Jalannya sempit, ditambah lagi banyak
truk dan bus. Kalau ada truk yang jalannya pelan, otomatis yang di belakangnya
ikut melambat. Beneran lumpuh total itu, nggak bisa jalan. Untung pake motor,
jadi bisa nyelip kanan kiri. Dan si Rizki seringnya milih jalur kanan (lewat
diantara dua jalur berlawanan). Berhubung naik P180, dengan body-nya yang gede, sedikit menyulitkan kami. Sampai akhirnya Rizki stak di tengah antara truk dan
mobil. Rizki nekat maju, kaca spion mobil orang dilipet seenaknya, dan setelah
lewat, spionnya dibalikin lagi (nggak punya dosa ini anak). Fai yang berada di
belakang kami persis, liat mbak pengendara mobilnya, dan katanya mbaknya cuma ketawa. Setelah dengan sabar melewati kemacetan, sampai di kota Magelang arus
sudah lancar, menuju ke Jogja sudah lancar dan tiba di Pandega kira-kira pukul
21.00.
Kalau
ditotal perjalanan pulang memakan waktu 4 jam. Dari Semarang pukul 17.00. Pake
acara nyasar 1 jam. Pukul 19.00 baru nemu jalan pulang yang bener. Ditambah
macet parah dan hujan non-stop sepanjang jalan pulang. Well, touring ter-fail
sebenarnya, hahaha. Tapi semua terbayar karena berhasil sampe Semarang
(achievement baru buat saya) dan waktu di Magelang bisa gas pol. ^^
Tweet |
0 comments:
Post a Comment