RSS

Sistem kadang berjalan apa adanya, kita tak pernah terpikir untuk mengubahnya. Sistem adalah sesuatu yang membantu, pembantu yang berkuasa. Dunia adalah sistem itu. Sejenak berpikir kritis, dunia yang kelam perlahan beranjak estetis.

Sepetak Lubang Jalan

© monkeymotoblog.com
Lubang di jalan beraspal itu tampak diam menganga. Ukurannya tak seberapa, hanya sebesar tutup kaleng kerupuk yang ada di rumah, tapi cukup untuk membuat kejut jantung bagi pengendara kendaraan yang tak sengaja melintasinya. Entah sudah berapa lama lubang itu di sana, tapi beberapa bulan lalu, ukurannya masih sebesar tutup gelas. Ah, mungkin hampir setahun. Pelan-pelan lubang itu jadi kasat mata.
Seperti hari ini, lubang itu sudah hasilkan dua sumpah serapah dari pengendara yang lewat. Yang pertama tadi pagi, dari seorang bapak paruh baya. Menghindari remaja yang akan berbelok, bapak itu banting stang ke kiri. Tak beruntungnya, motor melintasi lubang. “Bodoh! Belok tu kasih tanda!” makinya saat itu. Yang kedua sore ini, seorang pelajar SMA, tampaknya baru pulang sekolah. Motor matic-nya melacu sedang, mungkin tak lebih dari 40 KM/jam. Tangan kanan di kendali motor, tangan kiri asik dengan smartphone. Mungkin karena tak melihat jalan, lubang itu pun dilintasi. Kaget, benda di tangan kirinya terjatuh, layarnya retak. “Siapa yang buat lubang sih?! Tolol!” ucapnya spontan. Wajahnya merah padam.
Oh, jadi ingat kecelakaan pekan lalu. Dua kecelakaan dalam dua hari berturut-turut. Yang pertama, seorang anak kecil, mungkin masih SMP, terlibat kecelakaan dengan seorang bapak puluhan tahun. Dengar dari saksi mata, si anak kecil itu sepertinya tidak tahu bahwa ada lubang di sana. Memang, lubang itu tergenang air. Jadi, bagi siapapun yang jarang/tidak pernah lewat, tentu akan mengira jalan itu mulus. Motor anak kecil itu melintasi lubang, oleng tak terkendali, lalu menabrak motor dari arah berlawanan. Untung saja, mereka hanya luka ringan.
Kecelakaan kedua, seorang mahasiswa, aku pikir begitu. Ini terlihat dari wajah dan semangatnya yang berapi-api. Hampir sama seperti si anak kecil, hanya saja motor mahasiswa ini oleng dan jatuh. Untung saja jalan lumayan sepi. Jadi tidak ada motor yang mengikutinya jatuh. Mahasiswa itu tampak tidak kesakitan. Dia lalu bangun, seperti berorasi. “Di mana pemerintah?! Apakah mereka tidak tahu di sini ada jalan berlubang? Pemerintah harusnya paham keperluan masyarakat. Buat apa bayar pajak kalau jalan masih saja tidak dirawat…….” Warga yang datang menolong tampak menganggukkan kepala, sebagian yang lain tampak bingung.
Malam ini, ayah membawa sebuah kabar. Esok pagi warga akan bergotong royong menambal jalan yang berlubang itu dengan beton. Ini hanya sementara, hingga pekan depan jalan akan ditambal dengan aspal oleh aparat pemerintah. Kabar yang bagus. Setidaknya tak ada lagi sumpah serapah atau kecelakaan karena lubang itu. Yah, walau setelah beberapa peristiwa terjadi dan hampir setahun lubang itu menganga. Apakah kesadaran dan tindakan selalu muncul setelah masalah menjadi sesuatu yang besar?

***

“Hidup penuh dengan masalah”, mungkin kalimat ini tak sepenuhnya salah. Mulai anak kecil hingga usia senja, masalah selalu ada di dirinya. Bagi orang yang peka, saat masalah kecil datang padanya, dia segera menyelesaikan masalah itu sebelum menjadi besar. Namun bagi beberapa orang, masalah kecil akan ditunggu hingga menjadi masalah besar, lalu dilemparkan supaya diselesaikan oleh orang lain. Istilah kerennya, menggulirkan bola panas.
Banyak terjadi di sekitar kita, sebuah masalah kecil lalu dibesar-besarkan seakan masalah itu adalah masalah super besar, super gawat, dan super penting untuk diurusi, seperti sepetak lubang di jalan. Bapak paruh baya yang mengeluarkan makian. Sebenarnya beliau tak perlu marah seperti itu, cukup nasihati si remaja dengan baik. Apakah hanya karena lubang beliau menjadi kalap?
Atau seperti si pelajar SMA yang bermain smartphone saat mengendarai motor? Dia menyalahkan orang lain, padahal tanpa disadari, itu bisa jadi kesalahannya sendiri. Menyalahkan orang lain tanpa melihat diri sendiri itu adalah hal yang menggelikan.
Atau harus ada korban terlebih dulu supaya tindakan segera datang? Banyak peristiwa yang berhasil membuka mata pemerintah. Salah satunya beberapa kecelakaan karena sepetak lubang di jalan. Pemerintah akan segera menambal jalan itu, justru setelah muncul korban. Yah, walau tak semua pemerintah seperti itu. Namun, semua itu juga tak patut dibebankan kepada pemerintah. Turun tangan warga sekitar juga harus ada.
Seperti sepetak lubang di jalan, banyak hal kecil yang terabaikan. Saat hal itu tumbuh menjadi masalah besar, orang akan ramai membahasnya. Bahkan tak jarang, pihak pro dan kontra akan saling menyalahkan. Apakah mereka lupa bahwa mereka satu bangsa? Yah, adu argumen dan saling menyalahkan mungkin masih menjadi gaya hidup di tahun ini.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment