RSS

Sistem kadang berjalan apa adanya, kita tak pernah terpikir untuk mengubahnya. Sistem adalah sesuatu yang membantu, pembantu yang berkuasa. Dunia adalah sistem itu. Sejenak berpikir kritis, dunia yang kelam perlahan beranjak estetis.

Aku Tak Mengenal Cinta

               Pada awalnya aku buta akan hidup. Tak tahu harus melakukan apa untuk mengerti hidup. Pada dasarnya aku masih belajar hidup. Hidup yang terus kupelajari selama aku hidup. Pada awalnya aku mati rasa akan cinta di dunia ini. Aku tak mengenal cinta. Pada mulanya aku ikut apa kata orang. Cinta itu sengsara, cinta itu duka, cinta itu hanya kata semata. Namun aku tahu semua itu salah. Aku terpikir cara untuk mendalami cinta, sebisa otak kanan dan kiriku.
                Aku tak mengenal dunia. Mulai ketika aku lahir, saat gelap masih menaungiku. Aku tak tahu apa-apa, aku hanya tahu naluriku, meski aku sendiri tak paham akan naluri. Perlahan kedua orang tuaku mengenalkanku pada dunia. Dunia yang lembut, dunia yang sopan, dunia yang keras, dan dunia yang membuatku jatuh. Ibu yang mengenalkanku akan panasnya api dan dinginnya es serta ayah yang mengajariku akan kerasnya jatuh dan lembutnya kasih sayang. Mereka adalah duniaku, dunia yang membesarkan dunia sesungguhnya.
                Aku tak mengenal lingkungan. Kata orang, lingkunganku adalah apa yang ada pada diriku. Saat lingkunganku baik maka bisa disimpulkan bahwa diriku juga baik, begitu pula sebaliknya. Sejak kecil hingga sekarang aku masih coba mengenal lingkunganku yang selalu berubah. Berubah karena waktu, semakin berubah ketika aku masuk ke lingkunganmu. Sejenak terpikir cara untuk mengenal lingkunganmu.
                Aku tak mengenal teman-temanmu. Langkah awal yang aku mulai dengan perlahan. Teman-temanmu yang selalu ada untukmu, mereka yang selalu munculkan senyummu. Aku coba mengenal mereka, aku coba pahami mereka. Perlahan kulemparkan tanya tentangmu, tentang siapa dirimu. Perlahan kupaham akan dirimu, paham akan senyummu.
                Aku tak mengenal hobimu. Dari sudut pandang ini aku tak berani mendekat. Dari sisi ini aku hanya bisa melihat. Kau sibuk dengan hobimu, kau suka dengan hobimu. Aku coba melihatnya, kenali, dan pahami. Itu hobimu, aku coba ikutimu. Meski mungkin aku tak suka, namun aku coba suka dengan hobimu. Kucoba untuk lakukan sama denganmu dan bergembira bersama.
            Aku tak mengenal rumahmu. Istana sederhanamu dengan penghuni bersahaja. Ayah, ibu, dan saudara-saudaramu yang tak kukenal, mereka asing di mataku. Perlahan langkah mengayun, sejenak hati tertegun, apakah nada ini akan terus mengalun? Kucoba buka sapa kepada mereka, mereka menebar senyum. Nada yang kuinginkan pelan mengalun. Pelan namun setia iringiku mengenal penghuni rumahmu.
                Aku tak mengenal dirimu. Tak lebih dari nama dan rupa. Awal aku jumpa hingga gundah perlahan sirna, waktu mulai bawaku mengenalmu. Hampir semua tentang dirimu, teman-temanmu, hobimu, penghuni rumahmu, hingga apa yang kau tahu tentangku. Aku yakin kita akan saling mengenal lebih dalam.
              Aku tak mengenal cinta. Aku buta akan cinta. Kini saat kuberanjak mengerti, aku melihat dan berkenalan dengan cinta. Cinta yang sebenarnya abstrak, namun coba kuurai menjadi nyata, senyata sosokmu. Aku bisu akan cinta. Kini saat kuberanjak mengerti, aku mendengar dan tak ragu ucapkan cinta. Cinta yang dulunya aku ragu, kini aku yakin sekeras batu. Aku mengenal cinta, lewat dirimu, orang tuaku, lingkunganku, dan hidupku. Cinta yang hakiki, cinta murni kepada Sang Pencipta Cinta.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment