RSS

Sistem kadang berjalan apa adanya, kita tak pernah terpikir untuk mengubahnya. Sistem adalah sesuatu yang membantu, pembantu yang berkuasa. Dunia adalah sistem itu. Sejenak berpikir kritis, dunia yang kelam perlahan beranjak estetis.

Sahabat, Aku Bangga Padamu

© suryarahadianto.wordpress.com
Suatu kali kutuliskan kisahmu dalam sebuah cerpen. Kisah hidup yang sederhana, tapi begitu menyentuh dan bermakna. Pernah juga kujadikan prinsip-prinsip hidupmu sebagai bahan perbincanganku dengan adik angkatan di kampus. Prinsip hidup yang mungkin sama dengan beberapa orang. Tapi, ada rasa yang begitu “jleb” ketika kau yang mengatakannya. Beberapa kali juga, aku menjadikanmu contoh betapa hebatnya kuasa Allah. Jatuh-bangun kaulalui,  tapi tak sekalipun kaumenggugat Sang Pencipta. Teman, aku bangga untuk menceritakan kehebatanmu. Teman, kuharap kau tak keberatan kisahmu kubagi dengan dunia.
“Teman” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti orang yang menjadi pelengkap atau orang yang melakukan sesuatu bersama-sama[1]. Aku lupa kapan tepatnya kita bertemu pertama kali. Yang pasti sejak saat itu, aku mulai mengenalmu, bahkan lebih dari aku mengenal diriku sendiri. Kelebihan dan kekurangan diri tak ragu untuk kita bagi. Ya, itu karena kita yakin, kita ada untuk saling menguatkan. Kita akan saling melengkapi. Kelemahanku dengan kelebihanmu, begitu juga sebaliknya.
Waktu pun terus berlalu, suka-duka kita bagi tanpa ragu. Mulai dari pengalaman manis saat kita juara lomba penelitian, hingga yang paling pahit saat kita adu argumen tanpa saling mengalah. Seingatku, tiga hari kita tak saling sapa. Ah, mungkin sejak itu aku mulai memanggilmu sahabat. Ya, karena sahabat selalu ada ketika kita sedang senang, bahkan saat sedih, sahabat akan datang tanpa diundang. Berkali-kali kautahu kalutnya hatiku. Entah dari mana, padahal wajahku tak pernah menunjukkan itu.
Sendiri membuat manusia lebih banyak mengeluarkan hormon stress, meningkatkan resiko bunuh diri, dan mengurangi kualitas tidur (Inspire’s Minimagz #25)[2]. Karena itulah, aku sangat bersyukur Allah telah menghadirkanmu sebagai sahabat. Lewat canda-tawamu, sejenak aku dapat melupakan gundah. Lewat kehangatan kata-katamu, kaubimbing aku bangkit. Walau aku tahu, terkadang hatimu lebih berduka daripada hatiku.
Kini, kita telah beranjak dewasa. Kita telah punya jalan masing-masing untuk menggapai cita-cita. Mungkin tak lama lagi, kita akan saling mengucap “selamat jalan”. Mungkin tak lama lagi, kau akan berjumpa teman baru. Apapun masa depan kita nanti, aku tetap bersyukur telah berjumpa sahabat sepertimu. Apapun yang terjadi nanti, kita ada untuk saling menguatkan. Ya, itulah sahabat.
Banyak kisah yang telah kita lalui. Tapi hingga sekarang, entah kenapa aku masih cukup malu untuk mengatakannya, mengatakan kalimat “Sahabat, aku bangga padamu”. Atau mungkin aku terlalu angkuh? Yang pasti untuk sekarang, aku hanya bisa berbagi kehebatanmu kepada dunia. Aku suka ketika orang lain bersemangat setelah kuceritakan kisah hidupmu. Aku bahagia ketika prinsip hidupmu menginspirasi orang lain. Kuceritakan kehebatan dirimu karena aku bangga padamu. Sahabat, terima kasih untuk pelajaran hidup yang kaubagi. Kelak akan kukatakan kepadamu, “Sahabat, aku bangga padamu”. Kelak sebelum waktu memisahkan kita.

Referensi:
[1] Teman
[2] Firstly Friendstastic

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment