|
© wulandianpertiwi.blogspot.com |
“Son, jawaban
nomor 3 apa? Cepet, keburu ketahuan!” tanya Dudung sedikit memaksa. Soni hanya
menggelengkan kepala tanda dia juga tak tahu jawabannya.
“Nomor 11
jawabannya B. Kalau 12 sampe 15 apa?” mata Bara menatap tajam ke arah lawan
bicaranya. Martin hanya mengacungkan jari telunjuknya kepada Bara. Itu berarti
jawabannya A.
“Luv,
Esterifikasi itu apa sih? Emang Pak Bakrie pernah ngajarin?” wajah Srikandhi
tampak sangat bingung. Luvi, gadis berkerudung yang duduk di pojok belakang,
hanya tersenyum melihat raut kebingungan gadis tomboy yang duduk di depannya
itu.
Kelas XI IA 2
tampak sedikit ramai. Bu Ratna, pengawas ujian kelas itu, sedang ke kamar
mandi. Tangan beliau kejatuhan kotoran cicak, jadi dengan tergesa-gesa Bu Ratna
berlari ke kamar mandi untuk membersihkannya. Pak Wardi, pengawas yang lain,
tampak tidur pulas. Ihh, ilernya hampir mengalir.
Suasana di kelas
sebelah sungguh sangat berkebalikan. Pengawas ujian di kelas XI IA 3 terkenal
cukup sangar. Ya, ada Pak Budi dan Bu Mustini. Kabarnya, mata mereka tak akan
pernah lepas mengamati gerak-gerik tiap siswa. Terbukti, Bu Mustini menegur
Maman. Yang ditegur tampak sangat kaget.
“Itu tangannya
ngapain masuk-masuk ke laci? Nyimpen HP ya?!” mata Bu Mustini melotot tajam.
Seandainya beliau tidak pakai kacamata, mungkin bola matanya sudah copot entah
ke mana.
“Ng, ng, nggak
kok bu. Ini tangan saya gatel, jadi garuk-garuk ke laci. Hehe…..,” jawab Maman
sekenanya.
Niza, siswa yang
duduk di baris paling belakang, hanya tersenyum. Dia merasa heran, kenapa
setiap kelasnya diawasi oleh Bu Mustini, teman-temannya tampak tertekan saat
mengerjakan ujian. Padahal beliau ‘kan tidak menggigit.
***
Siapa yang tak
pernah mengalami suasana seperti itu? Kelas akan tenang saat pengawas ujiannya
ada, sedangkan saat pengawasnya pergi, kelas seketika berubah riuh. Entah tanya
jawaban, buka buku, atau tidur, yang pasti waktu singkat itu sangat berharga.
Hayoo siapa yang tak pernah mengalami suasana itu? Ngaku saja…… :3
Saat di lembar
jawaban ujian masih banyak tempat kosong, apalagi waktu yang tersisa hanya
tinggal beberapa menit, pikiran kita hanya terfokus kepada jawaban. Apapun cara
dilakukan, mulai dari berpikir keras bagi yang berilmu, hingga bertanya kepada
teman bagi yang menyerah. Namun, apakah kita ingat kepada satu kata yang
penting saat ujian? Ya, kata itu adalah JUJUR.
Jujur berarti
tidak berbohong saat melakukan sesuatu, misal dalam mengerjakan tugas. Tugas
dikerjakan sendiri tanpa menjiplak milik orang lain. Jujur juga dapat diartikan
tidak curang dalam bertindak, misal dalam mengerjakan ujian sekolah. Menjawab
soal sesuai kemampuan diri sendiri tanpa tanya sana-sini.
Kata orang,
jujur adalah sesuatu yang sudah sangat langka ditemui di sekitar kita. Di
mana-mana banyak kebohongan demi kenyamanan diri sendiri. Mulai dari anak yang
berbohong kepada orangtuanya, hingga pejabat gendut yang menjadi koruptor kelas
paus. Jujur adalah sebuah kata positif yang kini sering disandingkan dengan
arti negatif. “Jujur hancur”, barangsiapa bicara jujur, kelak dia pasti hancur.
Begitulah yang banyak dikatakan orang.
Pernah melihat
pengendara motor yang menerobos lampu merah, padahal di sana tertulis “Belok
kiri ikuti lampu”? Jika dipikir ulang, apakah tulisan itu tidak terlihat? Atau
mungkin si pengendara memang buta huruf? Namun jika ternyata dia bisa membaca,
betapa sangat sedih guru SD yang telah mengajarinya membaca saat kecil. Mungkin
sang guru akan merasa sangat bersalah jika siswanya ternyata tak bisa membaca
rambu lalu lintas.
Apa yang membuat
kita terkadang nyaman dengan kebohongan? PENGAWAS. Ya, tak terlihatnya seorang
pengawas di mata kita, terkadang membuat hati kita enggan melakukan sebuah
kejujuran. Kita masih berpikir bahwa kita butuh pengawas yang konkret, pengawas
yang nyata, yang dapat kita lihat dengan mata kepala sendiri. Apakah kita lupa
kepada Dia Yang Maha Mengawasi?
Pengendara motor
yang menerobos lampu merah tadi mungkin tak diawasi polisi, namun ada Dia yang
kemampuannya jauh di atas polisi. Pejabat koruptor mungkin luput dari
pengawasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), namun ada Dia yang pengawasannya
jauh lebih teliti dari KPK. Seorang anak yang berbohong kepada orangtuanya atau
mencontek saat ujian mungkin lepas dari mata pengawas, namun ada Dia Yang Maha
Mengawasi setiap perbuatan kita.
Setebal dan
serapat apapun topeng yang menutupi perbuatan kita, Dia Yang Maha Tahu pasti dapat
menguliti apa yang ada di balik topeng itu. Sekiranya aib kita akan dibuka, Dia
Yang Maha Kuasa dengan mudah melakukannya. Topeng kebohongan, meski itu seajaib
topeng penguasa culas, Dia Yang Maha Berkehendak pasti akan membukanya, entah
di dunia maupun nanti di akhirat. Dia, Allah Yang Maha Segalanya adalah
pengawas kita yang sebenarnya.
Bohong kini
telah menjadi sesuatu yang mainstream
di masyarakat, bahkan sejak Tentara Gajah menduduki Makkah. Jadi, dengan jujur,
kita telah menjadi manusia yang antimainstream,
manusia yang luar biasa. Lebih dari
itu, orang jujur akan mendapatkan tiga hal yang istimewa. Khalifah Ali bin Abi
Thalib berkata, “Orang-orang yang suka berkata jujur mendapatkan tiga hal: KEPERCAYAAN,
CINTA, dan RASA HORMAT”. Masih ragukah kita untuk melakukan kejujuran? Saat
kita ragu, ingatlah bahwa ada Allah yang selalu mengawasi. Namun, apakah kita
cukup dengan melakukan kejujuran? TIDAK. Kita harus menjadi INSPIRATOR.
Inspirator? Ya,
seseorang yang menyebarkan inspirasi kebaikan kepada orang lain. Kita harus
mengajak orang lain untuk melakukan kejujuran bersama kita. Tak hanya dengan
kata-kata, kita bisa menunjukkan kejujuran dengan bukti tindakan kita. Misal
kita berhenti di lampu merah saat ada tulisan “Belok kiri ikuti lampu”, meski
ada yang sewot membunyikan klakson, cuek saja, toh kita benar. Mau tak mau
pengendara di belakang kita akan berhenti. Walau terpaksa, yang penting mereka
mau melakukan kejujuran bersama kita.Atau dengan mengembalikan dompet yang kita temukan kepada si pemilik. Juga
menyerahkan kembalian yang seharusnya kepada pembeli, jika kita penjual. Hal kecil
ini tak pelak bisa menginspirasi orang lain. Jadilah inspirator
kejujuran setiap hari dan budayakan kejujuran sebagai kebutuhan.
Jujur itu adalah
suatu tindakan yang dapat menenangkan hati. Berlaku jujur tak perlu pengawas
yang kasat mata, cukup ingatlah bahwa Allah adalah sebaik-baik pengawas. Jujur
juga akan terasa nikmat jika kita berlaku jujur bersama dengan orang lain di
setiap harinya. Sebagai inspirator, perlahan kita ubah jujur menjadi lifestyle. Tak perlu risau dengan
istilah “jujur hancur”, keyakinan
kita akan membuat “jujur mujur”, jujur akan membawa kita pada keberuntungan.
Oiya, jujur jangan hanya kemarin, hari ini, atau esok saja. Jujur itu tak
mengenal umur, siapapun, jujur sepanjang umur.
“Kejujuran adalah amanah,
sementara dusta adalah suatu pengkhianatan.”
(Abu Bakar
Ash-Shiddiq)