“Kita mulai dari keadaan TKP. TKP merupakan tempat yang dapat dibilang sepi karena sedikit di luar tempat pesta. Namun banyak spot yang dapat dijadikan tempat bersembunyi di sekitar situ. Seperti pot bunga yang besar itu, maupun blindside yang terhalang tembok. Pelaku kemungkinan menunggu korban pergi ke kamar mandi atau memang sengaja memanggilnya ke sana,”
“Terus?!” tanya Inspektur penasaran.
“Setelah berhasil menusuk korban dengan garpu, pelaku lalu pergi dari tempat itu. Alasan mengapa korban meninggalkan dying message bukan mengatakan nama si pelaku adalah korban mungkin berpikiran bahwa pelaku masih bersembunyi di sekitar situ. Jadi dia meninggalkan dying message supaya pelaku tak curiga serta nyawa saya tak terancam. Andai dia mengatakan nama pelaku, kemungkinan saya akan diserang pelaku yang mendengarkan hal itu. Saya sangat tahu bagaimana sifat Nia. Dia tak mau membiarkan sahabatnya dalam bahaya,”
“Lalu apa arti dying message itu?? Siapa pembunuhnya?!” tanya Bu Luveli tak sabar.
“Dying message ditinggalkan karena korban kenal dengan pelaku dan sebelumnya pelaku berada di tempat yang sama dengan korban. Dying message itu berupa kertas berisi angka ‘77,53,14 13,92,11,44’ dengan kalimat ‘ini inisial temanku’ sebagai petunjuk. Korban adalah Titania Yoda. Seperti yang kalian tahu, Titania merujuk kepada Titanium. Yoda pun seperti merujuk kepada Yodium. Teman Titanium dan Yodium yang berhubungan dengan angka tentu saja kita tahu apa maksudnya. Secara langsung semua itu mengarah ke Sistem Periodik Unsur. Dengan melihat tabel, kita tahu bahwa 77 berarti Ir, 53 adalah I, dan 14 menunjukkan Si. Dalam hal ini yang diambil hanya simbol unsurnya karena yang dimaksud adalah inisial dari unsur. Kata pertama telah didapat yaitu Irisi. Kata kedua, angka-angka di belakang spasi, adalah nama belakang dari pelaku. Angka 13,92,11,44 berarti Al,U,Na,Ru, Alunaru!!”
“Jadi pelakunya........,” Inspektur Radon sangat kaget.
“Tepat!! Irisi Alunaru atau biasa dipanggil Pak Aluna, Andalah pembunuh Titania Yoda!! Itu juga alasan kenapa Nia meninggalkan dying message untuk saya. Nia tahu saya telah mengenal Anda sebelumnya dan Nia percaya saya dapat memecahkannya,”
“Hahahahaha.......hanya berdasar hal seperti itu kau menuduhku sebagai pelaku!!! Bisa saja Nia bunuh diri dan meninggalkan pesan untuk menjebakku!!! Apa kau punya bukti yang menunjukkan akulah pelakunya??!!” kata Pak Aluna menantang.
“Lihat di dada kiri Anda!! Ada noda merah yang menghitam. Darah yang mulai mengering akan semakin menghitam seperti itu. Kalau dilihat sekilas mungkin tak terlihat. Tapi jika diamati dengan cermat, terlihat di noda itu ada alur yang tercetak. Itu adalah noda darah Nia yang mengenai baju Anda. Mungkin tanpa sengaja jari Nia menyentuh noda itu dan meninggalkan sidik jari di sana,” Diko tak mau kalah.
“Bisa saja itu sidik jari orang lain!! Noda darah itu juga belum tentu darah Nia!!! Kalau aku pembunuhnya, pasti aku telah berganti baju. Mungkin juga aku telah pergi dari tempat ini.......”
“Tidak, Anda tak mungkin melakukan itu. Jika Anda pergi dari tempat ini setelah pembunuhan terjadi, tentu Anda akan dicurigai karena tamu yang keluar dan masuk tempat ini selalu didata. Akan menjadi aneh jika hanya Anda yang keluar setelah kasus ini terjadi. Anda tentu tak mungkin pula berganti baju. Orang dekat Anda akan curiga dengan bergantinya baju Anda. Oleh karena itu, Anda hanya bisa bertaruh bahwa tak ada orang yang melihat noda itu. Semua itu telah Anda pikirkan dengan cepat agar trik psikologis yang Anda bangun dapat terwujud,”
“Tapi bisa saja hal ini terjadi pada orang lain kan?? Bisa saja pembunuhnya bukan Pak Aluna!!” kata Pak Paiman yang sedari tadi hanya diam.
“Saat menemukan Nia yang sekarat, aku mencium bau yang kurang enak. Baunya mirip pembersih lantai, Anda juga menciumnya ‘kan Inspektur??” kata Diko sambil tersenyum.
“I, i, iya....” jawab Inspektur sedikit terkejut. Padahal dia sendiri tidak tahu apa-apa.
“Yang di lantai itu bekas parfumku yang tumpah.........,” kata Pak Aluna sedikit marah.
“Kenapa Anda bilang begitu Pak Aluna??” Diko tersenyum penuh kemenangan. Kata-kata Diko membuat Pak Aluna tak berkutik. “Memang benar di karpet dekat tubuh korban tergeletak terdapat noda basah berbau seperti parfum. Alasan Anda bilang begitu adalah karena Anda berada di TKP. Tak ada yang boleh mendekati TKP selain polisi. Jadi dengan kata lain, saat Anda menusuk korban, tanpa sengaja botol parfum Anda terjatuh ke atas karpet itu dan tutupnya terbuka. Setelah menusuk korban, Anda terburu-buru membersihkan parfum yang terjatuh itu. Makanya masih ada noda yang tertinggal. Terlebih lagi, ada beberapa noda kecil berbau sama di baju korban. Coba Inspektur periksa, pasti baunya sama dengan parfum yang Pak Aluna pakai!!”
“Sebentar......hmm.....iya, baunya sama!!” Inspektur sedikit terkejut.
“Tapi ‘kan bisa saja itu parfum milik orang lain!!!” kata Pak Aluna.
“Anda lupa atau memang ingin berbohong?! Saat kita bertemu pertama kali, Anda menunjukkan parfum itu dan berkata bahwa itu adalah penemuan Anda yang terbaru. Anda belum pernah menunjukkan kepada orang lain selain hari ini. Anda menjelaskan bahwa bahan-bahan yang digunakan berasal dari luar negeri dan tak ada di Indonesia. Itu berarti parfum penemuan Anda adalah satu-satunya di Indonesia dan hampir tak mungkin ada yang memilikinya selain Anda,”
“Eh, tapi......”
“Penemuan Anda adalah lubang kubur Anda sendiri. Ada satu lagi, pin yang Anda pakai. Pin itu adalah palsu!!” kata Diko yakin. Kemudian senyum muncul dari bibirnya. Senyum licik.
“Apa maksudmu??!!” tanya Bu Luveli tak mengerti.
“Bu Luveli, saat di pintu masuk semua tamu yang hadir diberi pin ‘kan? Sekilas pin Pak Aluna dan pin yang lain sama. Tapi yang mungkin kalian tak tahu, di setiap pin itu tertulis angka-angka yang berbeda. Coba tutup pin itu dengan tangan dan lihat di dalam gelap!!”
“Fosfor??!!” Pak Paiman sangat kaget.
“Di pin itu terdapat angka yang ditulis menggunakan cat dengan campuran fosfor. Kemarin Nia berencana akan membagikan doorprize dengan cara mematikan lampu kemudian menyebutkan angka yang dia pikirkan. Pin dengan angka sama seperti yang Nia sebutkan akan mendapat hadiah. Tentu saja pin yang diberikan secara acak. Tapi saat ini hanya pin milik Pak Aluna yang tak bercahaya dalam gelap,”
“Tapi, kenapa pinku tak bercahaya?!” Pak Aluna tak mengerti.
”Pak Aluna, saya tahu saat Anda sedang menusuk korban, entah karena apa, pin Anda terlepas. Saat itu korban dengan cepat menukar pin yang terjatuh itu dengan pin yang dia bawa. Korban membawa beberapa pin yang tak bertuliskan angka di sakunya sebagai cadangan seandainya pin yang diberikan kepada tamu kurang. Korban sudah memastikan bahwa di pintu masuk semua pin sudah bertuliskan angka. Jika pin Anda tak bercahaya, berarti memang Andalah pelakunya!!” kata Diko sambil tetap tersenyum.
Pak Aluna sudah tersudut. Dia hanya bisa diam. Tinggal menunggu waktu hingga dia menyerah.
“A, a, aku iri dengan keberhasilannya. Dia pendatang baru di dunia kimia, namun penemuannya sudah diakui dunia. Aku sangat iri........” kata Pak Aluna. Air matanya pun menetes. Polisi segera menangkap dan membawanya ke kantor polisi.
Kecemburuan dan rasa iri adalah hal yang sangat berbahaya. Tak hanya menimbulkan perselisihan namun juga dapat merenggut nyawa.
“Oya Inspektur, coba Anda semprotkan cairan luminol ke sepatu Pak Aluna. Mungkin juga akan bercahaya,” Diko tersenyum. Inspektur terdiam. Raut wajahnya menampakkan kebingungan.
“Memang ada apa dengan sepatunya??” tanya Inspektur tetap kebingungan.
“Inspektur tak melihat? Sepatunya basah. Aku pikir sepatu yang mahal itu tak mungkin dibiarkan basah begitu saja. Pasti ada alasan kenapa dia begitu. Yang paling masuk akal adalah sepatu itu terkena darah korban dan Pak Aluna membersihkannya dengan air. Walau sudah dikeringkan, tapi masih tersisa air di sana. Semprotkan luminol ke sepatu itu, dan lihat cahaya ungunya!!” kata Diko menjelaskan.
“Tapi saya masih sedikit heran, apa benar korban sebelum ajalnya masih sempat menukar pin yang jatuh itu??” tanya Inspektur.
“Hahahaha........maaf Inspektur, saya tadi berbohong,” kata Diko sambil tertawa.
“Maksudnya??!!”
“Saya sebenarnya tak tahu tentang pin yang ditukar itu. Saya hanya mereka-reka cerita setelah melihat ujung jari korban terluka seperti terkena jarum. Mungkin sebenarnya saat ditusuk, korban berusaha keras untuk melawan. Namun jari korban terkena jarum pengait pin dan menyebabkan pin itu terjatuh. Pelaku tak sadar hingga dia menyelesaikan penusukan. Lalu dia memungut pin itu dan memasangnya kembali. Saat teringat luka di jari korban, saya lalu melakukan siasat. Saya pura-pura menabrak Pak Aluna sambil dengan cepat meraih pinnya. Lalu saya jatuhkan pin palsu yang kebetulan kemarin saya dapat dari Nia dan memberi tahu bahwa pin Pak Aluna terjatuh. Dia memungut pin itu dan memasangnya di dada. Saya hanya mengarang cerita tadi dan ternyata Pak Aluna terkejut lalu menyerah. Hahaha.......” tawa licik Diko membuat Inspektur Radon tambah bingung.
“Saya tak tahu harus berkata apa, tapi terima kasih atas bantuannya. Sepertinya saya harus lebih belajar lagi,” kata Inspektur sambil menjabat tangan Diko. Samar-samar terlihat wajah Inspektur Radon memerah. Entah karena malu atau marah.
Bagaimanapun, senyum dan tawa Diko saat mengungkap kasus tak tampak lagi setelah itu. Sahabatnya sekaligus orang yang dikaguminya telah tiada. Sang jenius Titania Yoda telah pergi meninggalkan banyak kenangan dan pelajaran baginya. Diko berdoa semoga penemuan Nia dapat berguna bagi kehidupan umat manusia.
***THE END***